Gempar, itulah yang terjadi saat ini di satu satunya tempat kremasi yang ada di kota kecil. Hampir semua orang yang hadir untuk mengikuti jalannya upacara kremasi atas kematian salah satu warga yang mereka kenal, dibuat syok oleh sosok tubuh, yang terlihat bergerak setelah dinyatakan meninggal.
Sosok tubuh anak muda yang meninggal karena mengalami kecelakaan saat hujan deras semalam, terlihat bergerak ketika tubuh itu akan dikremasi. Para warga terperangah dan terpaku, menatap tubuh yang menunjukkan berapa gerakan tak terduga.Di sana, di tengah tengah para warga, sosok yang dinyatakan telah meninggal, perlahan tapi pasti, tubuh yang awalnya terbaring, sedang bangkit dengan mata yang terbuka. Sosok tubuh yang hidup kembali, terlihat seperti orang bingung, dengan mengedarkan pandangannya ke sekitarnya."Mato! Kamu hidup kembali?" seru seorang pria yang jarak berdirinya paling dekat dengan sosok tersebut. Pria itu mencoba memberanikan diri mendekat, menepis segala rasa takut yang menyergap dalam benaknya. Biar bagaimanapun pria itu penasaran dengan mayat yang kembali hidup di dekatnya. "Apa kamu berubah jadi Zombie?"Sosok yang dipanggil Mato sontak mengerutkan keningnya. "Zombie? Siapa yang jadi Zombie?" sosok pria muda itu malah mengeluarkan pertanyaan yang membuat semua orang yang mendengarnya semakin merasa heran.Pria yang tadi terus mencoba mendekat, menggerakan tangan kanannya, mencoba menyentuh lengan mayat yang hidup kembali. "Kamu beneran hidup kembali?" tanyanya guna memastikan."Aduh," Mato merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya. melihat keadaan Mato yang kembali meringis kesakitan, membuat semua orang yang disana, menjadi panik secara mendadak. Meski tara takjub masih mendominasi di dalam benak, tapi rasa khawatir seketika ikut hadir saat melihat pemuda itu kesakitan. "Gawat! Kita harus segera membawa Mato kembali ke rumah sakit!" seru salah satu warga yang menyaksikan keajaiban itu. Para warga yang masih ada di sana, langsung menyetujui usulan orang itu. Mereka bergegas membawa tubuh Mato dengan mobil mengangkut jenasah ke rumah sakit terdekat.Salah satu warga ada yang berinisistif pergi ke rumah duka, untuk memberi tahu keluarga Mato. Dikarenakan mereka sedang berduka dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, keluarga Mato sampai tidak turut dalam upacara kremasi. Mato selama ini hidup dengan kakek dan neneknya yang sudah tua dan juga dua adik yang masih kecil. membuat mereka sangat terpukul atas kepergian anak muda yang menjadi tulang punggung keluarga tersebut."Nenek Nian, kakek Er, Mato hidup kembali!" teriak si warga begitu dia sampai di rumah duka. Tentu saja kedatangan dan ucapan yang keluar dari mulut orang itu, membuat semua yang ada di rumah terkejut bukan main."Apa maksudmu?" tanya sang Kakek dengan mata penuh selidik, untuk memastikan kalau dia tidak salah mendengar. "Mato hidup kembali?""Benar, Kakek, Mato hidup kembali. Sekarang dia sudah dibawa ke rumah sakit karena tadi masih merasa kesakitan" jawaban yang terlontar dari pria itu, membuat sang kakek dan semua yang ada di sana ternganga untuk beberapa saat dengan wajah yang semakin menunjukan rasa terkejut yang luar biasa."Bagaimana mungkin! Mato hidup kembali?" tanya Sang nenek dengan suara yang cukup lirih dan airmata yang mulai menetes kembali. Namun ucapan wanita tua itu masih bisa didengar oleh yang lainnya."Untuk memastikannya, lebih baik kita ke rumah sakit sekarang, Nek," ajak salah satu warga yang kebetulan sedari tadi berada di rumah duka untuk menemani keluarga Mato. Tanpa pikir panjang lagi, Nenek, Kakek dan kedua cucunya yaitu adek Mato, langsung bersiap diri bersama warga menuju rumah sakit terdekat di kota kecil itu.Tangis kedua orang lanjut usia itu pecah seketika begitu mereka menyaksikan dengan kepala mata sendiri, cucunya hidup kembali. Bukan hanya mereka yang menangis, beberapa warga yang menyaksikan keajaiban tersebut juga ikut meneteskan air mata, setelah menyaksikan sendiri, keajaiban di depan mata mereka."Ini benar benar keajaiban, kita harus merayakan upacara untuk para dewa yang sudah memberi keajaiban kepada Mato," ucap salah satu warga.Mato sendiri setelah keadaanya tenang karena telah ditangani oleh dokter dan perawat, memandang penuh rasa haru kepada sepasang nenek dan kekeknya serta kedua adiknya yang lebih banyak diam, tidak seperti biasanya. "Kenapa aku dibawa ke rumah sakit? Nanti biayanya bagaimana?" tanya Mato dengan saura yang begitu lirih."Jangan memikrikan hal itu dulu, Mato," ucap sang kakek. "Urusan biaya, biar kakek yang memikirkannya."Mato tersenyum tipis. Bukan karena dia setuju dengan ucapan sang kakek, tapi karena dia tahu kalau kedua orang tua itu pasti akan sangat kesusahan mencari uang untuk biaya rumah sakit yang dipastikan jumlahnya tidak sedikit."Lebih baik kamu istirahat," ucap sang nenek dengan lembut. Mata wanita itu begitu sembab karena wanita tua itu tidak berhenti menangis sejak mendapat kabar tentang kecelakaan yang menimpa cucu tertuanya. "Kamu tdiak perlu memikirkan apapun. Urusan biaya, biar Nenek dan kakek yang memikirkannya."Mato hanya mengangguk lemah. Biar bagaimanapun saat ini dia tidak bisa melakukan apa apa meski dia tahu kesusahan seperti apa yang akan dialami keluarganya, dalam mencari uang untuk biaya rumah sakit. Agar Mato bisa lekas istirahat, semua yang ada dalam ruangan rawat Mato, memilih keluar lalu say satu persatu mereka pamit pulang.""Kira kira, berapa besarnya biaya rumah sakit yang harus kita keluarkan, Kek?" tanya si Nenek, begitu semua warga telah pergi."Biar nanti Kakek coba tanyakan ke perawatnya," ucap pria tua itu sembari bangkit dari duduknya. Langkah kakinya begitu pelan karena pikirannya saat ini terpusat pada biaya rumah sakit yang sudah pasti akan sangat besar."Permisi, Sus," ucap sang kakek dengan suara agak bergetar begitu dia sampai di tempat yang dituju."Iya, Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang suster dengan ramahnya."Saya mau menanyakan, biaya perawatan cucu saya yang baru saja masuk beberapa waktu yang lalu karena kecelakaan," ucap sang kakek lagi."Baik, cucu kakek namanya siapa?" tanya sng perawat sambil bersiap mencari data pasien."Namanya Mato Matio, usia dua puluh tahun.""Baik, ditunggu sebentar, Tuan, saya akan carikan datanya terlebih dahulu," sang kakek sontak mengiyakan dan tetap berada di tempatnya dengan perasaan yang campur aduk. "Maaf, Tuan, setelah saya cek, biaya perawatan atas nama Mato sudah dibayarkan lunas, Tuan.""Apa!" pekik sang kakek. "Itu nggak salah, Sus?" sang kakek menatap tak percaya ke arah suster yang melayaninya."Tidak, Tuan, semua sudah tercantum di dalam data kami, dan semua biaya sudah terbayar lunas sampai nanti pasien sembuh total.""Apa!"Tak jauh dari tempat keberadaan kakek tersebut ada tiga sosok jelmaan dari dewa yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik kakek itu."Jasuke, kenapa kamu malah menolong orang itu? Ini kan bukan tugas kita," tanya salah satu dari sosok jelmaan dewa tersebut."Aku tahu," jawab Jasuke dengan mata terus menatap kearah si kakek. "Tapi, ada sesuatu yang harus aku lakukan kepada keluarga itu," sambung Jasuke sembari menyeringai.Setelah terjadi percakapan yang cukup panjang dengan kedua rekan dewanya, saat ini Jasuke memilih duduk menyendiri, merenungi semua nasehat yang menghampiri dirinya. Saran dan nasehat dari dua dewa berwajah kembar, cukup membantunya untuk merenung agar Jasuke bisa mengambil pilihan yang tepat.Jasuke duduk termenung sembari menatap langit. Pikirannya menerawang pada semua hal yang telah dia lalui. Jasuke membandingkan dirinya sendiri, kala dirinya masih bertugas menjadi dewa dengan saat dia menjalani kehidupan layaknya manusia.Cukup lama sosok dewa itu merenung di halaman rumahnya. Bahkan dia merasa bosan kala jalan pikirannya terasa buntu karena sama sekali tidak menemukan solusi yang tepat menurutnya. Jasuke pun kembali berpikir untuk mengalihkan dilema yang bergelayut dalam benaknya."Apa sebaiknya aku pergi ke rumah Lavena saja ya?" gumamnya kala teringat satu nama wanita yang akan menjadi tempat terakhir Jasuke untuk menanam benih. "Benar, sebaiknya aku ke sana. Mungkin saja
Dick terduduk dengan perasaan yang sangat kacau. Matanya menatap nanar ke arah cahaya merah yang mengandung kekuatan besar, yang baru saja dia miliki. Dick tidak menyangka, kekuatan yang sangat dia harapkan, hanya sekejap bersarang pada tubuhnya. Marah dan menyesal kini berbaur dalam benak sosok dewa itu. Dick menyesal bukan karena kesalahannya yang telah berbuat curang kepada rekan sesama dewa, tapi Dick menyesal, karena dia memilih terlebih dahulu datang ke markas naga merah demi menguasai kelompok tersebut.Dick berandai-andai, jika dia memilih untuk langsung menyerang dunia para dewa, mungkin nasibnya tidak seburuk ini. Dick masih memiliki kesempatan besar untuk membalaskan dendamnya. Bahkan, bisa saja dia berhasil mewujudkan keinginannya itu berkat kekuatan besar yang dia miliki.Namun sayang, harapan tinggal harapan. Dick sudah tidak bisa berkutik lagi karena saat ini dia sudah tidak berdaya sama sekali. Dick bahkan merasa kekuatan lain yang dia miliki juga ikutan lenyap bersam
"Apa yang terjadi? Kenapa ruangan menjadi gelap begini?" tanya Nano disela-sela dirinya sedang mencari keberadaan Mato. Sosok dewa itu nampak terkejut dengan perubahan keadaan yang berlangsung mendadak di depan matanya. Ruangan yang tadinya nampak cerah karena cahaya matahari yang menembus dari atap kaca, tiba-tiba menjadi gelap dengan keadaan langit yang sangat mendung. Perubahan cuaca secara signifikan tersebut tentu saja membuat dua dewa yang ada dalam satu ruangan merasa heran."Apa mungkin, ini pengaruah dari kekuatan jahat yang ada dalam tubuh Dick?" tanya Zano menyimpulkan segala yang dia pikirkan sejak perubahan susana itu terjadi."Wah, bisa jadi itu! Jangan-jangan saat ini, Dick sedang mengeluarkan kekuatannya?" Nano mendadak panik kala mengungkapkan dugaannya yang tidak sengaja terbesit dalam pikirannya. "Bagaimana ini? Kita lanjutkan mencari Mato apa membantu Jasuke terlebih dahulu?"Zano menggeleng. "Aku tidak tahu. Saat ini keduanya sangat penting," jawabnya. Nano pun
Jasuke menyeringai. Sosok dewa itu sama sekali tidak merasa gentar kala matanya menangkap sosok Dick, yang penampilannya jelas sangat berbeda. Bahkan dalam benak Jasuke, dia sudah tidak sabar untuk menaklukan dewa yang dia buru, sejak beberapa waktu yang lalu.Sebenarnya Jasuke bukan baru datang ke tempat itu. Dia sudah sejak beberapa waktu yang lalu, sampai di markas Naga merah. Jasuke dan dua dewa berwajah kembar memilih fokus mencari keberadaan Mato, yang kemungkinan berada di salah satu ruangan, setelah tadi mereka mendapat surat ancaman.Namun, kala mereka memasuki ruang utama markas tersebut, Jasuke dikejutkan dengan suara perdebatan. Jasuke pun penasaran dengan apa yang terjadi di sana. Dia dan dewa berwajah kembar, memilih mendekat ke ruang yang nampak ramai dengan persebut. Namun Betapa terkejutnya Jasuke kala dia mengetahui, siapa yang sedang berdebat di sana.Jasuke sempat terperangah melihat keadaan Dick yang jauh berbeda. Bahkan, dari penampilannya saja, Jasuke sudah me
Empat sosok dewa masih berbincang sampai detik ini. Mereka membahas sesuatu yang menurut mereka penting sangat penting.Mereka berbagi pendapat dalam persiapan menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi jika sosok dewa yang menjadi buruan mereka, datang dan mengusik ketenangan dunia dewa.Pyar!Tiba-tiba sebuah suara keras, terdengar dari arah halaman depan rumah. Keempat dewa tentu saja kaget mendengar suara tersebut. Tanpa pikir panjang salah satu dari mereka, bangkit dan beranjak keluar untuk mengecek keadaan."Apa ini?" gumam salah satu sosok dewa sembari memungut sesuatu yang tergeletak di atas rumput. Di sana, sosok dewa itu juga menyaksikan salah satu tempat tanaman hias yang terbuat dari tanah liat, nampak pecah dan tanahnya berserakan.Setelah memungut sesuatu yang dia temukan, Sosok dewa itu kembali beranjak masuk untuk menunjukan benda yang dia bawa. "Apa yang pecah, Zano?" tanya Nano begitu melihat Zano menghambiri ketiga dewa lainnya."Tempat tanaman yang ada di at
"Orang rumah pada kemana? Kok sepi?" Jasuke nampak terkejut begitu dirinya sudah sampai di kediamannya dan rumah terlihat sepi.Mata Jasuke mengedar ke segala penjuru ruangan, tapi hanya hening yang dia dapatkan. Jasuke pun berteriak memanggil dua nama dewa. Sekian detik dia berteriak, sama sekali tidak ada sahutan."Apa mereka sedang pergi?" gumam Jasuke sembari mendaratkan pantatnya di atas sofa. Dia merogoh kantung jubah yang dia kenakan dan mengeluarkan ponsel miliknya. "Astaga! Ponselnya mati," keluhnya baru sadar. Entah ponsel miliknya mati sejak kapan, Jasuke sama sekali tidak mengetahuinya. Namun bukannya segera menambah daya, Jasuke malah meletakan ponsel tersebut di atas meja dan dia merebahkan tubuhnya."Mungkin mereka sedang pergi, biarin aja lah," Jasuke kembali bergumam dan dia memilih bengong di sana. Namun, tak lama setelah itu, Jasuke malah dkejutkan dengan kedatangan sosok yang dia kenal secara tiba-tiba dan sudah berdiri di hadapannya."Mahedewa!" pekiknya. Jasuke