Home / Lainnya / HUMAIRA / Part 6 Keras Hati

Share

Part 6 Keras Hati

last update Last Updated: 2021-08-22 19:54:37

Wati dan Jaka sampai di halaman rumah bu Lastri. Jaka memarkir roda duanya. Habibi yang duduk di teras bersama bu Lastri langsung berlari menghampiri ibu dan bapaknya. 

"Ibu... Bapak... " Teriaknya. Jaka langsung meraih tubuh mungil Habibi. Habibi memeluk erat Jaka. 

"Bagaimana Wati?"  Tanya bu Lastri tak sabar. Wati langsung memeluk bu Lastri dan tangisnya pecah. "Semua baik-baik sajakan?" Tanya bu Lastri cemas. 

"Alhamdulillah Bu. Alhamdulillah hasilnya negatif." Ucap Wati bahagia. 

"Alhamdulillah ya Allah. Alhamdulillah." Ucap ibu dengan mata yang basah. "Alhamdulillah Allah masih melindungi kalian sekeluarga."

"Iya Bu. Wati sangat bersyukur. Tadi di Rumah Sakit Wati ditanya, apa saat hamil Wati tidak melakukan pemeriksaan untuk ibu hamil. Itu lah salah Wati. Wati hanya USG saja. Tanpa melakukan tes lain-lainnya."

"Alhamdulillah Allah masih melindungi kalian Wati." Ibu menggenggam erat tangan Wati. "Tapi..." Bu Lastri terlihat cemas. 

"Ada apa Bu?" Wati dan Jaka bingung. 

"Tadi Lintang datang." Mendengar nama Lintang Jaka langsung beranjak dari tempat duduknya. Wati menarik tangan Jaka.

"Humaira masuk Rumah Sakit."

"Humaira sakit apa Bu?" Tanya Wati terkejut. 

"Badannya panas tinggi. Dia selalu mencari Kamu Jaka." Ucap bu Lastri sambil menatap Jaka. Jaka hanya diam. 

"Bang. Mau sampai kapan hati Abang seperti batu?" Tanya Wati. 

"Wati, jangan sebut nama mereka di hadapanku!" Tegas Jaka. 

"Abang, pikirkan perasaan Humaira Bang! Apa salah dia? Dia sangat sayang pada Abang. Yang dia tau Abanglah ayahnya."

"Jaka, ma'af kalau Ibu harus ikut bicara. Bukalah hatimu Jaka! Humaira berhak mendapat kasih sayang. Jika Kamu tidak bisa menyayanginya lagi, setidaknya berpura-puralah tetap menjadi ayahnya untuk menyenangkannya sampai dia bisa mengerti keadaan yang terjadi!"

"Jaka tidak sanggup Bu."

"Abang pasti bisa Bang! Ayo lah Bang! Humaira perlu kasih sayang Abang! Dia sudah terbiasa dengan kasih sayang Abang sejak dia ada dalam kandungan. Apakah perasaan cinta Abang ke Humaira tidak tersisa sama sekali? Dimana hati nurani Abang?" 

"Abang ingin sendiri dulu Wati. Ibu, Jaka permisi. Assalammu'alaikum... " Jaka pamit. Diciumnya punggung tangan bu Lastri. Dikecupnya kening Wati. 

"Bapak mau kemana?" Tanya Habibi. 

"Habibi sama ibu ya. Bapak pergi dulu." Dikecupnya pipi anaknya kiri dan kanan kemudian Jaka berlalu bersama motornya. 

*****

Wati, bu Lastri, dan bu Ratna membesuk Humaira di rumah sakit. Humaira terbaring lemas di tempat tidur dengan selang infus. Wati mengelus rambut Humaira. 

"Ayah mana Bunda?" Tanya Humaira. 

"Ayah... " Wati bingung harus jawab apa. 

"Ayah sedang banyak kerjaan sayang. Nanti Ayah nyusul." Ucap bu Ratna. 

"Dulu kalau Humaira sakit, ayah selalu jaga Humaira, Ayah tidak mau tinggalkan Humaira. Sekarang Ayah jahat. Ayah tidak sayang lagi pada Humaira." Humaira menangis. 

"Ayah sayang Humaira. Ayah sangat sayang Humaira." Ucap Wati menahan tangis. "Sebentar ya Bunda keluar dulu." Ucap Wati.  Wati keluar ruangan, air matanya jatuh. 

"Apa mas Jaka sama sekali tidak mau melihat Humaira?" Tanya Lintang yang menyusul Wati ke luar. Wati mengangguk. "Apa yang harus Aku lakukan Wati?" 

"Aku sudah berusaha membujuknya, tapi hatinya masih keras. Sebentar Aku coba kirim WA ke bang Jaka." Wati mengirim foto Humaira yang terbaring lemas ke Jaka. Jaka membuka pesan dari Wati tapi tidak meresponnya. 

"Bagaimana?" Tanya Lintang. Wati menggeleng. 

"Humaira sakit apa?"

"Aku belum dapat hasil tesnya. Aku harap cuma demam biasa. Bisakah bantu Aku membujuk mas Jaka? Aku mohon Wati, Aku mohon!" Lintang menggenggam erat tangan Wati. 

"Tanpa Kamu minta pun Aku pasti melakukannya. Humaira sudah Aku anggap seperti anakku sendiri."

"Terima kasih banyak Wati." Lintang memeluk Wati. 

"Aku tidak menyangka bang Jaka akan setega ini terhadap Humaira." 

"Semua salahku Wati. Semua salahku." Lintang menangis terisak. 

*****

Wati dan anak-anaknya pulang ke rumah. Dilihatnya Jaka  sedang duduk di ruang tengah menatap ke layar ponselnya. Wati menyuruh Adit membawa Habibi ke kamar. 

"Bang... " Wati duduk di samping Jaka. Jaka mengusap air matanya. "Abang menangis?" Jaka langsung memeluk Wati. Dilihat Wati ponsel Jaka. Ternyata Jaka sedang menatap foto Humaira yang dikirimkannya. "Abang masih sayang Humaira kan Bang?" Tanya Wati. Jaka hanya diam. "Jujurlah pada hati Abang!" 

"Iya Wati, iya... Abang masih sangat menyayangi gadis kecil itu." Jawab Jaka sambil terisak. 

"Lalu kenapa Abang tidak mau melihat Humaira?"

"Abang tidak sanggup Wati. Abang belum bisa menerima kenyataan kalau Humaira bukan darah daging Abang."

"Abang... Tidak harus memiliki hubungan darah untuk memberikan kasih sayang Abang. Bukankah Abang bisa menyayangi Adit anak Wati seperti anak Abang. Lakukanlah juga pada Humaira Bang!"

"Dulu, tiap kali mendengar Humaira sakit, Abang langsung panik. Abang selalu di sampingnya. Humaira memang sangat dekat pada Abang."

"Tetaplah seperti itu Bang! Humaira belum siap kehilangan kasih sayang Abang."

"Hati Abang sangat berat Wati. Sangat berat."

"Bang, pikirkanlah perasaan Humaira. Kita orang dewasa pasti bisa mengabaikan perasaan kita. Tapi Humaira masih anak-anak Bang. Semua akan berdampak untuk masa depannya kelak. Pikirkanlah itu Bang! Jangan rusak masa kecil Humaira karena keegoisan Abang. Wati mohon Bang!" Jaka hanya terdiam. Wati kemudian beranjak meninggalkan Jaka sendiri. 

"Aku masih bingung Wati." Gumam Jaka. "Sungguh Aku sangat mencintai gadis kecilku itu. Tapi Aku masi tidak bisa terima perbuatan Lintang yang membohongiku bertahun-tahun. Menyembunyikan jati diri Humaira. Aku menumpahkan kasih sayangku sepenuhnya untuk gadis kecil itu, gadis kecil yang Aku pikir darah dagingku, ternyata darah daging laki-laki bajingan." Kesal Jaka. 

****

Mohon votenya ya readers

Mohon kritik dan sarannya

Terima kasih sdh mau mampir untuk membaca

Happy reading

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • HUMAIRA   Part 30. Ikhlas (END)

    "Humaira, nenek mohon bertahanlah!" Bu Gita sesenggukan sambil membersihkan darah segar yang tak henti-henti mengalir dari hidung Humaira. Beliau meraih phonsel di atas meja. "Ada apa Bu?" Tanya Jaka di seberang. "Cepat ke kamar Humaira! Cepatlah!!!""Kenapa Bu?" Jaka terdengar panik. Bergegas dia bangunkan Wati. "Humaira... Humaira..." Ucap Jaka gemetar. "Kenapa Bang? Ada apa?" Tanya Wati terkejut. Jaka mondar mandir tidak jelas di depan tempat tidur. "Bang, ayolah Bang!""Otakku ngga bisa berpikir."Phonsel Wati kini yang berbunyi. Telpon dari bu Gita. Buru-buru diraihnya phonselnya yang ada di atas meja. "Apa? Baik Bu." Telpon ditutup, Wati langsung berlari sambil menarik tangan Jaka menuju lantai bawah, ke kamar Humaira. Wati dan Jaka sampai di depan pintu kamar Humaira, perlahan mereka membuka pintu. Jaka dan Wati terpaku melihat keadaan Humaira. Darah segar mengalir dari hidung Humaira. Wajahnya begitu pucat. Nafasnya mulai berat. Hidungnya kembang kempis. Bu Gita tak henti

  • HUMAIRA   Part 29. Lelah

    Enam bulan berlalu, Humaira sudah tidak memiliki rambut lagi. Setiap dia menatap kaca, dia menangis. Dia rindu rambutnya yang panjang, yang selalu disisir lembut oleh bunda Wati. Ada semangat yang mulai mengendur dalam diri Humaira. Ada rasa lelah karena harus terus kemo. "Sayang, jangan menangis!" Ucap Wati yang ada di sampingnya. Wati mencoba menahan air matanya untuk tidak jatuh. Ya, matanya basah melihat pantulan bayangan Humaira di cermin. "Humaira lelah bunda." Ucap Humaira dengan suara lemah. "Tidak sayang. Humaira harus semangat! Banyak yang sayang Humaira." Wati langsung memeluk Humaira. Wati tidak bisa lagi membendung air matanya. "Sampai kapan Bunda? Sampai kapan Humaira harus seperti ini?" Humaira sesenggukan. "Rasanya sakit sekali Bunda. Humaira lelah Bunda. Lelah.""Maafkan Bunda dan ayah yang belum bisa memberikan pengobatan maksimal untuk Humaira. Untuk operasi tulang sum sum mencari donor yang cocok susah karena Humaira tidak punya saudara kandung.""Bunda. Humair

  • HUMAIRA   Part 28. Tidak Boleh Pergi

    Humaira berjalan perlahan di tepi pantai bersama Dito. Dito berjalan di samping Humaira sambil menggenggam erat tangan Humaira. Semilir angin pantai yang bertiup melambai-lambaikan rambut Humaira yang panjang. Kaki Humaira yang tanpa alas membuat pasir pantai yang dijajakinya mencetak telapak kakinya. Humaira tersenyum riang menatap ke arah lautan. "Ayah, terima kasih." Ucapnya. "Aku yang harus berterima kasih Humaira." "Tidak Ayah. Humaira sangat senang bisa bersama Ayah, melihat pantai yang indah ini." Humaira tersenyum menatap ayahnya dari samping. Dito menghentikan langkahnya. Dia pindah ke hadapan Humaira. Humaira meraih tangan Dito yang satunya. "Ayah, apa Ayah mencintaiku?" Dito tersenyum mendengar pertanyaan Humaira. "Cinta? Apa Aku mengerti apa itu cinta?" Batin Dito. "Ayah..." Humaira menggoyang-goyang kedua tangan Dito, tanda menunggu jawaban. Dito mengangguk. "Ayah, bungkukkan badan Ayah!" Pinta Humaira. Dito pun menuruti. Humaira langsung mengecup pipi kanan Dito. Di

  • HUMAIRA   Part 27. Kikuk

    Wati menemui Dito bersama Jaka. Jaka sempat menolak ajakan Wati karena takut tidak bisa mengontrol emosinya. Dito hanya menunduk di hadapan Jaka dan Wati. "Aku minta maaf atas sikapku selama ini." Ucap Dito. Jaka terkejut mendengar ucapan Dito. "Apa Aku tidak salah dengar Sayang?" Tanya Jaka pada Wati. "Tidak Bang." Ucap Wati. "Anak itu, anak itu dalam hitungan menit membuatku merasa hancur. Aku bersungguh-sungguh meminta maaf pada kalian. Terima kasih sudah mau datang menjengukku. Terima kasih sudah menjaga anak itu. Anak yang tidak pernah Aku anggap.""Alhamdulillah kalau Kamu sadar Dito. Kami kesini atas permintaan Humaira." Ucap Jaka. "Maksudnya?""Lusa Humaira jadwal kemo. Dia ingin Kamu menemaninya Dito.""Tapi..." Dito terkejut dengan ucapan Jaka. Dia menatap ke arah Jaka. "Aku..." Dito bingung harus berkata apa. "Kami sudah memintakan izin untukmu agar bisa datang ke rumah sakit. Dia darah dagingmu Dito. Dia ingin Kamu menemaninya. Menamaninya sebagai ayahnya." Ucap Jaka

  • HUMAIRA   Part 26. Luluh

    "Apa kata Dito?" Tanya Rini di dalam mobil. "Dia bernegosiasi denganku. Minta Aku rutin menjenguknya dan membawakan uang untuknya." Jawab Wati. "Dasar laki-laki brengsek." Kesal Beni. "Lalu, apa Kamu mau menurutinya Wati?" Tanya Rini lagi."Tidak Rin. Tidak akan. Bang Jaka bakalan marah besar kalau Aku masih mau bernegosiasi dengan Dito.""Syukurlah otakmu sudah waras." Ucap Rini lega. "Sialan Kamu Rin." Wati mendorong badan Rini yang duduk di depannya. "Hahahaha... Ya kali Kamu mau lagi di kerjain sama bajingan tengik itu.""Jangan cerita ke Bang Jaka ya soal sikap Dito tadi!" Pinta Wati. "Aku saja rasanya mendidih, apa lagi Jaka." Ucap Beni kesal. "Laki-laki itu benar-benar bajingan." Kesal Rini. "Kasian Humaira. Apa dia siap menerima ayah kandungnya adalah Dito?""Ya, mau bagaimana lagi Wati."Mobil mereka memasuki halaman rumah Wati. Jaka ternyata sudah menunggu mereka di teras. "Liat tuh lakimu Wati. Sampai nongkrong di teras. Kayanya nungguin Kamu." Ledek Rini. Mereka k

  • HUMAIRA   Part 25. Tidak Punya Hati Nurani

    Aditya dan Habibi bermain bola di halaman rumah. Humaira yang duduk di kursi roda hanya bisa menonton. Humaira sangat ingin ikut permainan mereka. Ikut berlari-larian tanpa kenal lelah. Humaira mencoba menggerakkan kakinya, tapi tidak ada hasil. Tiba-tiba Humaira menangis. Aditya langsung berlari mendekati Humaira. "Mba Humaira kenapa?" Tanya Aditya. Humaira menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa ada yang sakit Mba?" Humaira kembali menggelengkan kepalanya. "Adit panggil mamah ya mba." Humaira langsung mencekal tangan Aditya yang ingin beranjak meninggalkannya. "Mba jangan menangis." Aditya mengusap air mata Humaira. Humaira berusaha tersenyum. Habibi yang sedari tadi hanya memperhatikannya tiba-tiba memeluknya. "Habibi sayang Mba." Ucap Habibi. "Aditya juga." Aditya turut memeluk Humaira. Air mata Humaira kembali mengalir. "Mba harus sembuh!!!""Terima kasih." Ucap Humaira sambil mengusap air matanya. "Mba jangan nangis!" Pinta Aditya. "Kita sayang Mba.""Mba juga sayang Adit dan H

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status