Didalam Sebuah Rumah berlantai dua bergaya modern dengan cat berwarna putih dipadukan coklat serta cream menambah kesan mewah meski tidak masuk kategori rumah mewah pada umumnya. Seorang wanita paruh baya tampak cemas ketika sang Suami dan Putri Bungsunya belum juga pulang kerumah, padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Tidak seperti biasanya mereka pulang terlambat dan tidak memberikan kabar sama sekali, bahkan ponsel milik sang Suami dan Putri bungsunya tidak dapat dihubungi. Lebih tepatnya tidak memberikan jawaban pada panggilannya.
Saat ini wanita paruh baya tersebut tengah berada di Rumah hanya bersama dua Asisten Rumah Tangga dan Sopir merangkap tukang kebun di Rumah tersebut. Sedangkan Mafaza beserta Suami dan Anak semata wayangnya berada di Cabang Restaurant yang belum lama mereka dirikan.Ponsel berdering nyaring, tertulis nama "ERAN" pada layar ponsel tersebut. Sedikit kecewa rasanya ketika membaca nama Putra sulungnya, bukan Eran yang ia harapkan untuk menghubunginya. Tapi Sang suami dan Putri bungsunya, karena ia merasa ada perasaan gelisah pada hatinya.[Farida : Assalamu'alaikum Mas.][Eran : Wa'alaikum salam, Bunda dimana?[Farida : Di Rumah Mas, kamu mau mampir kerumah sama Istri dan Anak kamu?][Eran : Rencananya gitu Bun, tapi --] Sang Putra sulung ragu melanjutkan perkataannya.[Farida : Ada apa Mas?][Eran : Ada sedikit kecelakaan di Lapangan Tenis tadi Bun.][Farida : Apa maksudnya Mas? Siapa yang kecelakaan? Jangan buat Bunda khawatir karena Ayah dan Zaya belum pulang dan gak bisa dihubungi.][Eran : Zaya Bun, dia jatoh waktu main Tenis. Sekarang ada di Rumah Sakit, kakinya bengkak karena terkilir.][Farida : Astaghfirullah Hal'adzim, di Rumah Sakit mana? Bunda kesana sekarang.][Eran : Rumah Sakit Bakti Wiyata, sekarang masih dilakukan tindakan. Bilang Pak Kamim buat gak ngebut ya Bun, Hhhh.. percuma bilang gitu pasti Bunda minta Pak Kamim buat ngebut.][Farida : Iya Mas, Bunda langsung kesana sekarang. Assalamu'alaikum.][Eran : Wa'alaikum salam.]"Pak Kamim.. Pak... Pak Kamim..Antar saya ke Rumah Sakit Bakti Wiyata, sekarang gak pake lama.""Mau jenguk siapa Bu?""Zaya dibawa ke Rumah Sakit itu. Ayo cepat.""O njih Bu njih, saya ambil kunci mobil dulu."***Didalam Rumah Sakit, Mazaya masih melakukan tindakan di Unit Gawat Darurat dengan ditemani Daffa. Hanya Daffa yang diperbolehkan masuk, karena ia salah satu Dokter di Rumah Sakit tersebut. Sengaja ia membawa Mazaya kesini, selain dekat dengan tempat kejadian. Alasan lainnya agar ia dengan mudah memantau kondisi Mazaya saat ini, dosa memang ketika ia menemani Istri seseorang seperti ini. Namun sedari tadi ia tidak melihat sang suami wanita itu datang kesini. Hanya ada Burhan, Zafir, dan satu lagi seorang pria berwajah mirip dengan Mazaya. Kemungkinan pria itu adalah Kakak kandungnya."Dengan Ibu --" Seorang Dokter wanita tidak melanjutkan perkataannya karena ia tidak mengetahui nama pasien tersebut."Emm saya Eli, ya panggil saya dengan nama Eli." Kata wanita itu sembari melirik kearah Daffa."Ah baik Bu Eli, untung saja Dokter Daffa sudah lebih dahulu melakukan pertolongan pertama. Jadi anda tidak perlu khawatir dengan kesembuhan kaki Ibu, tidak membutuhkan waktu lama untuk sembuh. Asal Ibu dengan rutin minum obat yang saya resepkan dan jangan pernah diurut ya Bu." Saran Dokter tersebut."Baik, Terima kasih Dok.""Udah selesai?" Tanya Daffa pada Dokter wanita itu."Sudah Dok, bisa bayar administrasi dan tebus obat terlebih dahulu baru bisa pulang.""Baik Terima kasih Dokter Melia." Daffa menganggukkan kepala dan Dokter itu pergi meninggalkan mereka berdua."Bu Eli, saya urus administrasi dan tebus obat dulu.""Pak Ustad, jangan. Biar Ayah saja yang bayar administrasinya, sebentar saya hubu--" Seketika ia menepuk keningnya, Mazaya lupa jika tas miliknya tertinggal didalam mobil Daffa."Tas kamu ada di Mobil saya.""Ah iya,tapi Pak Ustad bisa --""Nduk, gimana keadaan kamu?" Farida datang dan memeluk putri bungsunya."Bunda... Gak bisa nafas Bun.""Maaf.. maaf. Masmu tadi hubungi Bunda katanya kamu jatoh.""Iya gak apa - apa Bunda, cuma terkilir aja kok.""Cuma kata kamu?" Farida mencolek kaki kirinya hingga membuat putri bungsunya mengaduh.Eran, Zafir dan Burhan sudah berada di Unit Gawat Darurat saat mendapat kabar dari Dokter yang menangani bahwa Mazaya sudah bisa pulang."Tolong urus administrasi ya Yah, sama tebus obat biar a -- aku bisa pulang." Entah, rasanya ia tidak ingin menyebutkan nama panggilannya didepan Daffa. Meski ia tau jika suatu saat pria itu pasti akan tau siapa nama dia yang sebenarnya."Iya nduk. Oh iya Bun, ini teman Zafir namanya nak Daffa. Nak Daffa perkenalkan suami saya, Farida.""Tadi pagi kami bertemu dengan Ibu Farida Pak." Kata Daffa. Farida merasa namanya terpanggil, ia menoleh kearah samping. Dan pria muda itu memang benar bertemu dengannya di Pasar Segar tadi pagi."Maa shaa Allah kita ketemu lagi. Maaf saya terlalu panik sampai gak ngenalin Nak Daffa. Nak Daffa ini putra sulunf Ustadzah Maryam Yah, Ustadzah yang pernah Bunda ceritakan ke Ayah.""Maa shaa Allah, ternyata dunia memang sempit ya." Kata Burhan, sedangkan Daffa hanya tersenyum."Bunda, mau pulang." Rengek Mazaya."Iya iya ayo kita pulang. Ayah buruan ih urusin Administrasi sama tebus obatnya.""Iya Bunda bos, sabar.""Saya antar Om, biar Bu Eli cepat pulang.""Bu Eli?" Semua orang kompak."Ayo Ayah buruan." Mazaya tidak ingin ketahuan sekarang, sehingga ia meminta sang Ayah segera menyelesaikan urusan di Rumah Sakit.Burhan dan Daffa berjalan untuk menyelesaikan administrasi dan tebus obat sesuai perintah Dokter. Sedangkan Farida, Eran dan Zafir tengah melipat kedua tangannya didepan dada serta menatap kearah Mazaya guna meminta penjelasan."Iya iya dijelasin, gak usah kayak juri mastechep gitu.""Zaya gak mau orang yang notabene nya gak kenal tau nama panggilan asli Zaya. Meskipun Eli juga masih bagian nama Zaya kan? Coba pikir - pikir lagi, Eiliyah disingkat Eli. Salahnya dimana?""Hhh.." ketiganya mendesah dan ingin sekali mengacak² rambut wanita muda itu."Awas ya Bang Zafir harus tutup mulut tentang Zaya.""Harus ada penjelasannya dulu.""Rumit. Kapan - kapan aja dijelasin.""Pantes gak nikah - nikah, ceweknya aja serumit ini." Celetuk Eran dan mendapat tatapan tajam dari Adik bungsunya."Gini - gini juga Adekmu Mas.""Hhh.. mau gak diakui tapi memang Adekku. Kenapa sih Bunda ngelahirin adek cewek yang serumit dia? Belum lagi kalo kembarannya bersatu, makin rumit.""Hus, kamu ini ngawur kalo ngomong. Tapi kamu sendiri sayang kan sama adekmu.""Ya mau gimana lagi, uda terlanjur juga punya adek modelan begini." Eran mengapit kepala Mazaya dengan keteknya hingga membuat wanita muda itu memberontak.2 Hari kemudian..Acara pernikahan mewah nan megah dengan dekorasi serba putih menghiasi Ballroom Hotel bintang lima. Banyaknya tamu undangan berlalu lalang, memberi ucapan, hingga menyantap hidangann yang telah disediakan. Tertulis pada papan berhias bunga segar "Welcome To Our Wedding Wibisana Dan Sahila" Kedua mempelai saling bertukar senyum menawan, bahkan pengantin wanita sangat anggun dengan Ball Gown berwarna putih yang ia kenakan."Om.. Tante.. Terima kasih sudah bersedia hadir di Acara pernikahan kami. Maafkan saya jika banyak salah sama kalian dan Zaya.""Kami yang seharusnya berterima kasih karena bersedia mengajak kami menikmati moment bahagia kalian. Semoga jadi Keluarga Sakinah Mawaddah dan Warahmah, serta memberikan keberkahan pada ibadah terpanjang kalian." Ujar Burhan, yang saat ini tengah hadir ke acara pernikahan mantan dari putri bungsunya."Aamiin.. Terima kasih banyak atas do'a yang diberikan." Kemudian menjawab anggukan pelan dari kedua pasangan paruh baya itu
Hari ini Mazaya hanya diantar oleh Sopir pribadi sang Ayah untuk melakukan kontrol di Rumah Sakit. Ia menggunakan kursi roda yang disediakan oleh pihak Rumah Sakit dan didorong oleh Pak Kamim. Sesampainya di Loby, ia bertemu dengan Daffa. Jelas saja mereka bertemu, karena pria itu ada praktek hari ini. Daffa menghampiri Mazaya yang tengah mendaftar untuk pemeriksaan. Ia menawarkan diri untuk membantu melakukan pendaftaran dan pengambilan nomor."Apa Pak Dokter sibuk?" Tanya Pak Kamim."Tidak, saya hanya perlu menunggu satu pasien lagi. Ada apa Pak?""Bisa tolong temani Si Non dulu Pak? Perut saya mules." Katanya kemudian."Ah iya, toilet disebelah sana. Saya akan bantu melakukan pendaftaran dulu.""Baik Pak Dokter, Terima kasih.""Ada data diri atau apapun?""Saya pakai Asuransi, dan ini identitas saya." Katanya ditengah bergelutnya pemikiran Mazaya mengenai identitas."Ah ya Rumah Sakit ini milik Peru
Daffa menatap kearah jalan raya, ia menemukan sosok yang tidak asing baginya. Seorang wanita dewasa tengah membantu anak Anak laki - laki berusia empat tahun untuk turun dari Kendaraan roda empat.Wanita itu berjalan beriringan dengan anak laki - laki yang bersamanya, ia hanya menyapa Daffa sekedarnya. Meski hal itu membuat pria tersebut tampak sedikit terkejut, pasalnya wanita dewasa yang ia kenal dengan nama Mazaya bersikap seolah mereka tidak saling kenal. Dan ah ia baru saja ingat, bahwa Mazaya memiliki saudara kembar."Apa dia saudara kembar Zaya? Sepertinya memang benar wanita itu saudara Zaya." Batinnya sembari menatap Wanita tersebut."Istri orang lho Daf." Suara itu sontak memecahkan pikiran yang tengah berperang."Assalamu'alaikum Umi. Kenapa gak salam sih Mi?""Wa'alaikum salam.. Umi sudah salam tapi kamu asik merhatiin Istri orang, dosa lho Daf.""Bukan yang itu Mi, tapi saudara kembarnya.""Saudara kembarnya
Setelah menyelesaikan Pertemuan Tim dan mengemukakan keinginan atasannya, Mazaya saat ini tengah berada didepan Restaurant milik saudara kembarnya diantar oleh Pak Kamim."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikum salam, Bu Faza ada diatas Ruang VIP Bu." Kata salah satu waiters di Restaurant tersebut."Terima kasih Jia." "Sama - sama Bu."Mazaya memasuki elevator kapsul di Restaurant itu, memang Restaurant di Pusat terdiri tiga lantai dengan rooftop dilantai paling atas."Menyusahkan, kenapa lantai dua sih." Gerutunya."Kan bisa pakai elevator." Kata seorang pria disebelahnya. Sontak membuatnya terjingkat kaget saat mendengar suara yang pernah ia kenali."Pak Ustad?""Assalamu'alaikum..""Wa'alaikum salam.""Silahkan masuk." Katanya saat pintu elevator terbuka."Lantai?""Oh saya dua.""Sama kalau begitu.""Hmmm.." "Bagaimana keadaan kaki kamu?""Seperti yang Pak Ustad lihat.""Sudah tidak bengkak lagi, jangan terlalu sering buat jalan dulu. Takutnya bengkak lagi." Sarannya."Terima kasih, saya
Satu Minggu kemudianPekerjaan menumpuk karena ia sempat tidak masuk satu minggu lamanya. Bahkan sekarang ia harus memilih kandidat yang tepat untuk program training setiap tiga tahun sekali yang diadakan oleh Perusahaan tempat ia bekerja. Sebagai Manajer Personalia ia harus extra membantu para timnya dalam melakukan perekrutan. Meski Mazaya berjalan dengan bantuan tongkat, hal itu tidak menyulitkan pekerjaannya."Sudah ditentukan hasilnya?" Tanya Mazaya pada salah seorang dibagian rekrutmen.."Sudah Bu, ada dua puluh lima kandidat. Dan pihak manajemen minta sepuluh diantaranya.""Kita lakukan tes uji kelayakan dan segera diskualifikasi yang tidak mematuhi aturan kita.""Baik Bu. Maaf Bu, apa Ibu juga akan melakukan Uji kelayakan bersama kami?""Ya, saya akan turun langsung. Dan jangan lupakan Interview terakhir dengan para petinggi, saya juga akan andil dalam interview tersebut.""Baik, bisa kita mulai sekarang Bu?""Ya, jangan buang waktu."Tim perekrutan bersiap untuk melakukan Tes
Ada bahagia..Ada Kepedihan..Itu yang dinamakan kehidupan, tidak melulu tentang kebahagiaan atau kesedihan. Keduanya akan seimbang seiring berjalannya waktu, layaknya sepasang kekasih yang saling melengkapi.Meski langit terlihat gelap karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun cahaya dan kerlip lampu kota dibawah sana tampak cantik.Empat puluh lima menit Pesawat berwarna hijau putih mendarat di Juanda International Airport yang terletak di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Setelah mengurus ini dan itu, Keluarga Burhan berjalan tergesa - gesa dan menuju ke Kendaraan roda empat yang telah disediakan oleh pihak Keluarga Farida.Kendaraan yang mereka tumpangi melaju pesat menembus gelapnya malam, jarak tempuh Juanda ke Kota Kediri hanya memakan waktu kurang lebih dua jam lamanya hingga akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan. Tepatnya disalah satu Rumah Sakit terbaik di Kota Tahu tersebut.Diluar Ruang ICU mereka telah disambut oleh beberapa Keluarga, tangis kepedihan berh
Manusia lekat dengan peristiwa Kehidupan dan KematianKeduanya tidak akan pernah terpisahkan meski bertolak belakang..Tapi apakah ada cinta abadi yang dibawa sampai mati?Ada..Yaitu Cinta kepada Sang Pencipta, Kepada Orang Tua, serta Keluarga..Pagi menjelang, para pelayat mulai berdatangan. Karangan bunga bela sungkawa memenuhi pekarangan dan jalanan Kediaman Kedua orang tua Farida. Panca - Ayah Farida dengan setia duduk disamping Sang Istri yang telah terbujur kaku berbungkuskan kain kafan berwarna putih. Wajah cantik dan seulas senyum dibibir pucat Padma - Ibu Farida menjadi saksi bisu semasa hidup wanita senja berusia delapan puluh dua tahun tersebut.Sedangkan Mazaya, wanita muda berpakaian serba putih itu tengah membaca surat yasin untuk sang Nenek sembari mengusap kaki Padma. Beberapa kali ia mengusap air matanya, hingga ia tak sadar ada Zafir yang tengah memotretnya dalam diam dan mengirimkan pada seseorang."Sudah saatnya Bu Padma diantar ke Rumah terakhirnya." Ucap salah s
Masih dengan pikiran yang dipenuhi oleh wanita muda itu, selama perjalanan hingga berada di Yayasan pria itu hanya merenung. Bahkan saat disapa oleh para staf, ia hanya diam dan terkesan tidak fokus dengan sekitar.[Daffa : Wa'alaikum salam. Fir, kenapa elo gak pernah cerita sebelumnya kalau Zaya pernah mengidap Prolonged Grief Disorder?][Zafir : What? Elo tau darimana hal itu?][Daffa : Ceritanya panjang, kalau sudah di Jakarta bakal gue ceritain. Terus sekarang gimana keadaan Zaya?][Zafir : Dia cuma bisa diem, mungkin masih syok sama kejadian ini.][Daffa : Belum ada tanda - tanda mengarah ke arah situ?][Zafir : Belum Daf, mudah - mudahan enggak sampai kearah itu.][Daffa : Dia butuh support dari orang - orang sekitar, sering - sering ajak ngobrol dan jangan ninggalin dia sendirian. Gue takutnya ada gejala yang semakin memburuk.][Zafir : Gejala yang semakin memburuk? Contohnya apa Daf?][Daffa : B