Share

Target Selanjutnya

Drrrtd ... Drrrtd ... Drrrtd.

Albi menggeram kesal, menggerakkan tangannya meraih ponsel lalu menerima panggilan yang masuk.

"Kalian sudah menemukan kelemahan Keysa?" tanya dari seberang. 

Albi dengan malas membuka matanya mendengar pertanyaan itu. 

"Belum, Pa."

"Aish, kenapa kalian sangat lama untuk misi ini? Jangan sampai kalian mengidolakan anak sialan itu!"

Albi hanya berdeham, menggaruk pipinya dengan mata yang setengah terbuka.

"Lalu di mana Aletta?"

"Sedang bersiap ke sekolah," jawab Albi malas.

"Katakan untuk menelpon papa, papa sangat merindukan dia."

Albi berdeham lagi dan melempar ponselnya dengan malas, dia kembali memejamkan matanya.

Tok, tok, tok.

Tidak ada jawaban. 

Tok, tok, tok.

Masih tidak ada jawaban. 

Tok, tok, tok, tok, tok, tok, tok, tok, tok, tok, tok.

"ALBI MONYET! CEPAT BANGUN!"

Albi dengan kesal menyeret langkahnya untuk membuka pintu.

Dia menatap datar wajah Aletta yang nyengir kuda setelah memukul kepalanya.

"Bangun lo!"

"Hm."

Brak!

"Albi anak monyet, cepat mandi!"

"Iya, Aletta anak gorilla!"

Keysa menuruni tangga rumahnya dengan senyum, tetapi senyumnya langsung luntur melihat wanita yang berdiri di depannya.

"Kamu turun dengan senyum, huh?"

Keysa menghentikkan langkahnya, menelan ludah melihat wanita itu mendekatinya dengan buku tebal di tangan. 

"Mama."

Plak!

Keysa meringis, tetapi tetap diam menerima pukulan buku itu pada kepalanya.

Plak!

"Anak kurang ajar!"

Plak!

"Saya sudah lelah merawatmu dari kecil!"

Plak!

"Tapi kamu lebih mematuhi Tuan Jennifer daripada saya?"

Plak!

"Anak sialan!"

Plak!

"Saya sangat menyesal membeli anak tidak berguna sepertimu!"

Plak!

"Karena kamu saya kehilangan klien saya!"

Plak!

Keysa masih tetap diam bahkan saat buku itu di lempar dan membuatnya sedikit oleng.

"Katakan sesuatu, sialan!"

Bibirnya meringis, matanya terpejam dan tangannya terkepal menahan sakit pada kakinya akibat tendangan sepatu heels itu. Keysa semakin meringis merasakan jambakan pada rambutnya yang sangat kuat hingga membuat pandangannya mengabur.

"Jika kamu masih berani melewatkan jadwal yang sudah saya buat, saya tidak akan membiarkan Kayvi di sekitarmu lagi, kamu mengerti?"

Keysa mengangguk kecil.

Jambakan itu terlepas dan wanita itu langsung menghilang pergi. Keysa menggoyangkan kepalanya, berusaha untuk mengembalikan kesadarannya. Dia berjalan menuju pintu sambil memperbaiki penampilannya, lalu keluar dari rumah. Senyumnya seketika mengembang saat melihat Kayvi berdiri dengan senyum manis padanya. Kakinya berlari, membuka gerbang dengan begitu semangat.

"Selamat pagi, Keysa."

"Pagi, Kayvi."

Kayvi membukakan pintu dan Keysa langsung masuk, cepat-cepat Kayvi berlari menuju kemudi, langsung melajukan mobil.

Keysa membuka laci dashboard dan melihat ke dalam.

Kosong.

"Cari apa?"

"Hadiah hari kedua Keysa mana?"

Kayvi tertawa kecil. "Sebelum hadiah, Keysa harus jawab pertanyaan ini."

Keysa mengangguk cepat.

"Janji jawab jujur?"

Keysa mengaitkan jarinya dengan cepat dan mengangguk.

"Semalam Keysa keluar?"

Keysa langsung mematung.

"Ngapain keluar?"

"Ah, Key-Keysa cari angin."

Kayvi mengangguk-angguk, "Semalam tidur jam berapa?"

Keysa diam menundukkan kepalanya. 

"Key, aku nggak marah kalau kamu jujur dan kasih alasan yang masuk akal. Kenapa keluar nggak kasih tahu aku?"

"...."

"Key."

"Rumah ... berisik." Keysa tersenyum kecil. "Keysa pikir Kayvi udah tidur jadi Keysa cari angin sendiri."

"Cari angin ke mana?"

"Ke taman."

"Pulang jam berapa?"

"Du-dua."

Kayvi mengangguk lagi. "Nanti tidur di rumah aku aja, ya."

Keysa mengangguk dengan semangat. 

"Mana?"

"Masih ingat ternyata." Kayvi merogoh kantongnya dan memberikannya pada Keysa.

"Clip hair!"

Kayvi tertawa melihat semangat Keysa yang memakai clip hair yang ia berikan.

"Wah, Keysa makin cantik, 'kan?"

Kayvi mengangguk.

Cup.

Kayvi terdiam sebentar mendapat ciuman tiba-tiba dari Keysa, sedetik kemudian ia tertawa.

"Kayvi, pinjam hp, ya."

Kayvi mengangguk saja membiarkan Keysa selfie dengan ponselnya. Sesekali ia tertawa melihat Keysa yang tertawa entah karena apa. Kayvi membelokkan mobilnya ketika sudah masuk ke kawasan sekolah. Dia memarkirkan mobilnya, lalu keluar berlari membukakan pintu untuk Keysa.

"Terima kasih." Keysa keluar dengan senyum manis.

"Key."

Keysa melambai dan langsung berlari menghampiri Aletta dan yang lain.

Kayvi berdecak, berlari mengejar Keysa, tetapi langkahnya berhenti melihat Ester berjalan sendiri. Ia meraih tangan gadis itu dan membawanya bergabung dengan yang lain. 

"Key, kamu jangan lari-lari. Nanti kalau jatuh gimana?"

Keysa mencebikkan bibirnya. "Kayvi cerewet kayak ibu-ibu." Ia merangkul Anetta dan Aletta, menarik keduanya menuju kelas.

Kayvi kembali menarik tangan Ester, tetapi gadis itu malah berlari mengejar Keysa dan yang lain. Ia tertawa, gemas melihat tingkah kekasihnya itu. 

"Tingkahnya minta dinikahin!"

"Kayvi!"

Kayvi tak mendengar, ia sibuk menopang kepala menatap Ester yang sedang serius memperhatikan guru. Berulang kali namanya dipanggil, tetap ia tidak hiraukan, semakin tersenyum lebar setiap kali Ester mengerut dan mengeluarkan ekspresi lucu.

"Kayvi!" 

Kesal, Keysa mendorong tangan yang menopang kepalanya membuat Kayvi langsung tersadar. Kayvi langsung melotot pada Keysa yang semakin kesal mengangkat tangan kecil-kecil.

"Cepat angkat tangan!" Keysa memaksa tangan Kayvi agar terangkat.

"Ya, Kayvi. Silakan."

"Ah, i-iya, Bu?" tanya Kayvi gelagapan. 

"Ayo maju!"

"Ngapain, Bu?"

"Kerjakan soal di depan ini, kamu mengangkat tangan, 'kan?"

Kayvi menggeleng, tetapi guru itu menunjuk tangannya yang masih terangkat.

"Ayo, maju sekarang!"

"T-tapi bu ...—"

"Maju, saya katakan maju!"

Kayvi menghela napas pasrah, mendengus melihat Keysa yang tertawa memberikan semangat padanya.

"Cepat-cepat, masih banyak yang harus kita bahas."

Keysa mengusirnya, membuat Kayvi semakin kesal dan tentu saja ia semakin tertawa senang. Matanya berubah tajam saat melihat Ester ikut menertawakan Kayvi lalu ia tersenyum sinis. "Lo akan jadi target gue selanjutnya."

"Kamu bisa atau tidak?"

Kayvi menggaruk tengkuknya dan menggeleng.

"Kamu tidak mendengar penjelasan saya tadi?"

Kayvi menggeleng membuat sekelas tertawa melihat wajah polos itu.

"Bagus, berdiri di situ sampai Albi pintar."

Albi mengangkat kepalanya dengan polos pula. "Kenapa dengan saya, Bu?"

Guru itu hanya menggeleng. "Ada yang bisa menggantikan Kayvi?"

Albi mengangkat tangannya membuat Aletta tertawa keras. "Lo mau jawab?" tanya Aletta semakin tertawa membuat Albi mengerutkan keningnya.

"Albi, kamu ingin menggantikan Kayvi?"

"Gantikan ngapain, Bu?"

"Lalu kenapa kamu mengangkat tangan?"

"Saya mau buang sampah, Bu." Albi menunjukkan sampahnya, berjalan menuju tempat sampah dan kembali duduk di tempatnya.

"Yang lain?"

"Saya, Bu." 

"Saya, Bu."

Dua orang mengangkat tangan bersamaan dan langsung menarik perhatian sekelas.

"Keysa, Ester, siapa diantara kalian yang ingin maju?"

Ester tersenyum dan mengangguk pada Keysa.

"Baiklah, Keysa kamu yang maju."

Keysa mengangguk dan mengambil spidol dengan sedikit membungkuk. Tersenyum pada Kayvi yang sudah benar-benar kesal.

"Perhatikan, Kayvi!"

Kayvi dengan malas menatap papan tulis yang mulai penuh dengan coretan.

"Bagus, kamu sudah mengerti Kayvi?"

Kayvi mengangguk.

"Ya sudah, kalian boleh duduk."

Keysa memberikan spidol itu dan kembali ke tempat duduknya. Sesekali ia mendorong Kayvi yang sudah menggeram kesal.

"Awas saja kamu!"

Keysa memeletkan lidahnya, lalu duduk di kursinya, senyumnya tertahan melihat Kayvi masih memasang wajah kesal. "Lain kali kalau guru lagi menjelaskan didengar Kayvi, jangan lihat Ester terus."

"Ya, ya, aku mengerti, Bu Keysa."

Keysa tertawa dan mengedipkan matanya lalu kembali fokus pada penjelasan sang guru.

"Mau pesan apa, guys?"

"Biasa."

"Samain."

"Siomay!" Keysa menjawab saat Albi meliriknya dengan senyum lebar.

"Keysa nggak boleh makan siomay."

Keysa memayunkan bibirnya. 

"Bisa, kok, Siomay enak pake banget. Kamu pasti belum pernah coba. Albi, Kayvi juga pesan siomay."

"Oke, Ester lo pesan apa?"

"Manis dingin."

"Nggak makan?"

Ester menggeleng. "Masih kenyang."

"Tenang aja, gue traktir"

Ester tersenyum kecil. "Siomay, makasih."

Albi mengedipkan matanya lalu menarik Aletta yang langsung memasang wajah protes, tetapi tetap mengikut.

Kayvi melirik Ester dari ujung matanya, tersenyum kecil melihat kekasihnya itu sedang membaca buku. "Helen, kamu mau makan atau belajar?"

"Makan sambil belajar."

Kayvi gemas sendiri menyentil kening Ester yang langsung menatapnya tajam. "Apa?"

Ester berdecak, mendorong tangan Kayvi dengan kasar membuat tangan itu melayang dan ...

Plak.

"Auw!" Keysa yang awalnya menopang dagu langsung meringis merasakan pukulan pada pipinya.

"Key, lo nggak papa?" Anetta bertanya dengan khawatir melihat pipi Keysa yang sudah memerah.

Kayvi yang terkejut langsung memegang pipi Keysa dengan wajah menyesal.

"Keysa, ma-maaf gue nggak sengaja," lirih Ester menyesal. 

"Keysa nggak papa?"

Keysa tersenyum dan menggeleng kecil. "Keysa nggak papa, cuma nyut-nyut dikit."

Kayvi mengusap pipi itu masih dengan wajah khawatir. "Beneran nggak papa? Sakit kah?"

"Keysa nggak papa, Kayvi." Dengan pelan Keysa menepis tangan itu "Banyak yang lihat."

"Key—"

"Nggak papa. Aku tahu kamu nggak sengaja."

Ester tersenyum canggung.

"Makanan datang!"

Suara itu meramaikan suasana, Keysa langsung menarik piringnya dan memakan siomay tanpa pikir panjang.

"Astaga, Key, pelan-pelan woy. Nggak ada yang mau ngambil makanan lo juga!"

Keysa tak mendengar, mulutnya sibuk mengunyah siomay dengan semangat, sesekali ia bergoyang karena siomaynya terlalu enak.

"Kayvi."

"Iya, kenapa? Apa yang sakit?"

"Keysa minta telurnya boleh, ya."

Kayvi tanpa pikir panjang langsung memindahkan telurnya ke piring Keysa. "Siomaynya mau juga?"

"Nggak, telurnya aja."

"Mau aku ambil telur lagi?"

"Kayvi, tadi cuma tamparan kecil nggak sampai buat aku masuk rumah sakit. Don't worry, okay?"

Kayvi mengangguk kecil, sadar khawatirnya terlalu berlebihan.

"Gue ke toilet bentar." Ester berdiri dan langsung pergi.

Mata Kayvi mengikuti langkah Ester yang terburu-buru, keningnya sedikit mengerut.

"Awas leher lo patah, Kay."

"Tahu, lihat Ester sampai segitunya."

Kayvi menatap tajam Albi dan Aletta, melirik sekali lagi dan Ester sudah menghilang.

"Ester cuma ke toilet Kayvi, nggak usah takut Esternya hilang."

Albi menepuk bahu Kayvi dengan wajah miris membuat Aletta dan Keysa tertawa sementara Anetta diam saja, tetapi matanya menatap Keysa dengan lekat sedari tadi.

***

"Key, Ester bisa ikut pulang bareng kita lagi, 'kan?"

"Boleh-boleh." 

Keysa dengan senyum manis menarik Ester masuk ke mobil dan duduk di jok belakang kemudi.

"Nggak ada yang mau duduk di depan, nih?"

Keduanya menggeleng bersamaan.

"Keysa duduk di depan deh, ya."

Keysa menggeleng tegas. 

"Aku mau duduk di sini sama Ester. Kayvi cepetan masuk deh, jangan bawel!"

Kayvi mencebikkan bibirnya, duduk di kemudi dan langsung melajukan mobil.

TIT ... TIT!

"Kita duluan!"

Keysa melambai melihat mobil Albi yang melintas. Matanya membulat saat mobil melaju dengan sangat cepat. 

"Kayvi, coba balap kayak Albi."

"Nggak, bahaya Keysa!"

Keysa memayunkan bibirnya. 

"Bilang aja Kayvi nggak tahu bawa mobil kencang-kencang."

"Nanti kalau kita tabrakan terus kamu luka gimana? Yang ada aku dituntut sama Tuan dan Nyonya Jennifer."

Keysa semakin mencebikkan bibirnya, mendekat pada Ester yang terkejut. "Kayvi cerewet, 'kan?"

Ester mengangguk.

"Kayvi emang gitu, Keysa salah dikit aja udah dikasih ceramah tujuh hari tujuh malam."

"Hm, bisik-bisik aja terus," sindir Kayvi melirik dari spion. 

Keysa malah semakin berbisik pada Ester yang hanya bisa tertawa dan mengangguk mengiyakan bisikan Keysa.

"Keysa, aku antar Ester sebentar nanti langsung balik lagi ke sini."

"Oke. Nanti Keysa yang telepon kalau udah selesai, Kayvi main sama Ester aja dulu."

"Tapi—"

"Bye!"

Ester melambai pada Keysa.

"Helen, pindah ke depan dong."

"Tutup mata dulu."

"Ngapain?"

"Tutup aja."

Kayvi menutup matanya.

"Jangan ngintip."

Kayvi enganggukkan kepalanya dengan senyum lebar. Ester mendengus melihat senyum itu, dia berpindah ke depan dan memperbaiki roknya sebelum duduk. 

"Udah."

"Udah?"

Ester berdehem dan Kayvi membuka matanya dengan cepat, melirik Ester dengan mata yang memicing. "Kirain tadi mau di kiss."

"Kiss matamu!"

Kayvi mencebikkan bibirnya, mulai melaju dengan kecepatan sedang. "Helen."

"Hm?"

"Aku mau temu kangen anak-anak."

Ester langsung mendelik dan memukul perut Kayvi. "Kok, dipukul?"

"Tahu!"

Kayvi mengusap dadanya dengan helaan napas. "Nasib punya pacar galak."

"Aku denger."

"Iyalah, kamu, 'kan, punya telinga."

Ester langsung memberikan tatapan tajam dan seketika Kayvi menciut menunjukkan giginya dengan dua jari yang terangkat.

"Damai ...."

***

"Kayvi pergi."

"Gue tahu."

Albi dan Aletta menurunkan teropong yang mereka gunakan. "Kita masuk sekarang?"

"Perubahan rencana."

Keduanya langsung menoleh ke belakang, menatap Anetta dengan wajah protes.

"Gue dapat informasi kalau Keysa selesai jam 16.00, gue yakin Kayvi sama Ester jalan dan Kayvi akan menjemput Keysa setelah Keysa menelepon. Kita tunggu sampai Keysa pulang dan bawa dia ke arena skateboard."

"Maksud lo, kita di sini sampe jamuran?"

"Cuma dua jam, Let."

"Tapi, Net—"

"Aletta, kita bisa jadikan ini skandal baru buat Keysa. Albi akan mengajarinya bermain skateboa—"

"Lo jadiin gue—"

"Papa nggak bakal tinggal diam, lo bebas. Kita menghilang, kita mainkan permainan dari belakang dan ...."

Aletta mengangguk-angguk, mulai mengerti rencana Anetta.

"Keysa akan hancur!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status