Beranda / Romansa / Hamil Anak Bos / BAB 5 : Salah Sangka

Share

BAB 5 : Salah Sangka

Penulis: Jesslyn Kei
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-21 18:12:00

Dewi tidak dapat memejamkan mata. Mungkin juga karena di sisi sebelah ranjangnya kosong. Ia menghela napas setelah melirik jam dinding yang tergantung. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Entah apa yang sedang di kerjakan lelaki itu hingga larut malam masih juga berada di ruang kerjanya.

"Aduh, sayang. Mama mau tidur tapi, papamu masih sibuk kerja. Sekarang kita tidur duluan saja ya," ucap Dewi sembari mengusap pelan perutnya yang sedikit menonjol.

Dewi menghembuskan napasnya kasar. Ia sangat ingin Alex ada di kamar itu, menemaninya tidur semalaman. Tapi saat melihat wajah kesal lelaki itu saat dirinya menyuguhkan secangkir kopi, Dewi malah tidak berani mengatakan keinginannya. Alhasil ia jadi tak bisa tidur sekarang. 

"Minum susu coklat enak kali ya," gumam Dewi sembari membayangkan kelezatan dari segelas susu cokelat.

Dewi yang ingin minum susu, perlahan turun dari ranjang dan berjalan menuju dapur. Namun langkahnya seketika berhenti saat matanya tak sengaja menangkap bayangan seseorang yang berdiri menghadap lemari pendingin.

"Mas Alex tidak mungkin ada di dapur. Dia 'kan lagi di ruang kerjanya. Trus ini orang siapa?" batin Dewi merasa was-was.

Dari jauh matanya memandang, Dewi merasa tak mengenali orang itu. Dari gesture badannya seperti seorang lelaki, namun terlihat lebih kecil dari suaminya. Perawakannya yang nampak berbeda dari Alex, makin membuatnya yakin kalau ada orang asing yang sudah masuk ke rumah.

Dengan cepat wanita itu kembali masuk kamar, mengambil benda apapun yang bisa di jadikan senjata. Melihat orang asing itu membuka lemari pendingin, Dewi berjalan tanpa bersuara mendekat. Saat sudah berada tepat di belakang orang itu, tangannya seketika teranyun ke atas.

Dan tepat saat itu, orang asing tadi tiba-tiba saja berbalik badan. 

Bruk...

"Argh..."

"MALING... TOLONG... Ada maling. TOLONG... ADA MALING."

Sontak Dewi pun berteriak sembari memukuli orang itu dengan tongkat yang di genggamnya.

"Aduh... Duh... Sakit, Mbak."

Tak dihiraukannya suara orang itu yang mengaduh kesakitan. 

"Sakit? Rasakan nih. Siapa suruh mau maling di rumah ini," geram Dewi memasang tampang segalak mungkin.

Suara teriakan dan keributan yang dibuat Dewi sampai juga ke telinga Alex. Lelaki yang sedang sibuk dengan tugas-tugas kantornya itu mendadak hilang konsentrasi dan bergegas keluar ruang kerjanya.  

Begitu diluar, suara gaduh yang bersumber dari arah dapur makin terdengar kencang. Telapak tangannya bergerak meraba-raba dinding agar dapat melihat dengan jelas apa yang sedang diperbuat istrinya dalam kegelapan.

Suasana dapur yang gelap seketika berubah terang begitu Alex menyalakan lampu.

"Ada apa sih, Wi? Ribut saja malam-malam seperti tak tahu aturan."

Dewi menghentikan aksinya begitu mendengar suara lantang Alex. Tongkat baseball di tangannya terlepas begitu saja. Wanita itu memandang sekilas ke arah laki-laki yang baru saja dipukulinya, sebelum beralih menghampiri suaminya.

"Mas, itu. Ada maling masuk rumah kita," ucap Dewi seraya bersembunyi dibalik lengan Alex.

"MALING? Maling dari mana? Mana malingnya?" tanya Alex sambil celingak celinguk menatap sekelilingnya.

Dewi menunjuk ke arah laki-laki yang sedang merintih kesakitan di bawah lantai.

"Enggak tahu, Mas. Itu coba mas lihat sendiri. Dewi takut mendekat." 

Alex melepas genggaman tangan Dewi di lengannya. Ia perlahan mendekat untuk melihat siapa laki-laki yang di sebut maling oleh istrinya. Begitu mendekat, wajahnya nampak tercengang dengan mata terbelalak kaget.

"LUCAS..."

Laki-laki yang di panggil Lucas oleh Alex itu hanya meringis pelan sembari memegangi pipinya yang nampak lebam.

"Kamu ngapain tiduran di lantai? bonyok begitu lagi mukanya," lanjut Alex seraya membantu Lucas berdiri.

Dewi mengejapkan mata berulang kali sembari mengaruk pelan dahinya. Wanita itu terlihat bingung melihat sikap Alex yang terlihat akrab dengan orang asing itu.

"Mas, kenal dengan orang ini?" 

"Bagaimana nggak kenal. Dia Lucas, adik saya—"

Tatapan Alex berubah tajam.

"Kamu ini tak tahu atau memang sengaja, Hah? Seenaknya main pukul adik saya sampai babak belur begini," decak Alex sambil memandang ngeri wajah Lucas.

Dewi bungkam. Wajahnya seketika menunduk, tak sanggup menatap ke arah Alex sedikitpun. Apalagi setelah melihat tangan Alex yang terkepal seperti ingin memukulnya, makin membuat Dewi tak berani bersuara sepatah katapun.

"Sudah kak. Lucas juga yang salah tadi, mengendap-endap masuk ke rumah."

Lucas berusaha menenangkan kakaknya yang nampak sangat kesal.

"Tapi kan tetap saja tak boleh asal pukul orang sembarang begitu."

"Sudahlah kak. Pasti istri kakak juga tidak sengaja memukukku. Benar bukan, Mbak?"

Dewi mengangguk kaku sembari melirik sedikit ke arah Lucas. Kini ia baru menyadari orang yang di pukulnya tadi terlihat masih sangat muda walaupun postur tubuh Lucas sudah melebihi tinggi badannya. 

"Iya, Mas. Saya tadi beneran nggak mengenali adik mas. Sungguh. Habis dapur gelap banget, jadi nggak kelihatan."

"Alasan saja kamu ini. Matamu memangnya kemana, Hah? Adik saya segede gini masih juga nggak kelihatan."

"Ya ampun kak. Nggak usah bawa-bawa badan Lucas yang gede juga kali," protes Lucas sedikit tersinggung.

"Diam kamu!"

Lucas merapatkan kembali mulutnya yang hendak terbuka begitu menyadari lirikan tajam kakaknya. Remaja laki-laki itu tak ingin Alex kembali menyemprotnya dengan kata-kata yang lebih pedas dan kasar.

Untuk beberapa saat suasana dapur itu mendadak sunyi bagai di selimuti es yang dinginnya seperti ingin meremukkan tulang. Hingga Alex mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan sambil menutup kedua matanya. 

☆☆☆

"Apes benar malam ini. Disangka maling di rumah kakak kandung sendiri," gumam Lucas berbicara sendiri.

Dewi yang tengah mengobati luka lebam di wajah Lucas, seketika mendongak. Ditatapnya remaja laki-laki itu dalam diam.

"Begini nih akibatnya kalau tinggal serumah, tapi belum pernah tegur sapa."

Dewi menghela napas pelan sembari kembali membubuhkan obat merah ke atas kapas.

"Maaf. Saya bener nggak sengaja mukul kamu tadi," lirih Dewi kembali menunduk.

Lucas tersentak. Ia tak sadar telah menyuarakan isi kepalanya di depan seorang wanita yang kini sudah menjadi kakak iparnya. Sikap Dewi yang menunjukkan rasa sesal atas kecerobohan yang tak sengaja dilakukannya, malah membuat Lucas jadi merasa tak enak hati.

"Eh?! Enggak apa-apa, Mbak. Santai saja. Namanya juga gelap. Wajarlah kalau salah sasaran."

Lucas memaksakan senyum di bibirnya. Ia tak ingin wanita dihadapannya ini terus menerus meminta maaf. Namun tatapan Dewi malah semakin sendu saat memandang wajahnya. 

"Pasti sakit ya, kena pukul tongkat tadi. Sekali lagi maaf ya, De."

"Lucas, Mbak." 

"Hah?"

Lucas mengoreksi perkataan Dewi dengan cepat. Saking cepatnya hingga Dewi tak dapat menangkap maksud ucapannya.

"Namaku Lucas, Mbak. Bukan Dede," ulang Lucas sambil nyengir.

Dewi mendongak, menatap Lucas untuk beberapa saat. Lalu tertawa pelan. 

Tawa Dewi mengundang perhatian sepasang mata yang sedari tadi mengamati mereka berdua dari jauh.

BERSAMBUNG...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hamil Anak Bos   Bab 37 : Tak Sekadar Reuni

    Suara gemericik kopi yang dituangkan ke dalam cangkir memenuhi ruang tamu kecil di rumah Alex. Pagi itu terasa biasa saja bagi Dewi, yang sedang menyusun beberapa piring camilan untuk tamunya. Namun tidak bagi Fabio, momen ini adalah reuni yang sudah lama yang dinantikannya. Bukan hanya karena nostalgia, tapi karena ada sesuatu yang mengusik pikirannya sejak pertemuan mereka sebelumnya.“Sudah berapa lama ya kita enggak ketemu, Dewi? Sejak SMA, mungkin?” Fabio menyesap kopinya dengan santai, tapi matanya meneliti sekeliling ruangan dengan seksama.“Kurang lebih, ya. Aku bahkan hampir lupa wajahmu, sampai lihat fotomu di grup alumni,” Dewi tertawa kecil. “Oh iya, kenalin, ini suamiku, Alex.”Alex, yang sejak tadi berdiri di dekat pintu dengan sikap tenang, melangkah maju dan menjabat tangan Fabio dengan sopan. Cengkeramannya kokoh—tidak terlalu erat, tapi juga tidak longgar.

  • Hamil Anak Bos   Bab 36 : Jejak yang Tak Terlihat

    Pikirannya penuh dengan pertimbangan. Alex kini sudah duduk di sofa di seberangnya, sibuk dengan ponselnya, sementara suara televisi hanya menjadi latar tanpa ada yang benar-benar menyimak.Dewi menarik napas pelan sebelum akhirnya membuka suara. "Mas..."Alex mengangkat wajahnya, alisnya sedikit terangkat karena nada suara Dewi terdengar ragu. "Hmm?"Dewi menggigit bibirnya sejenak sebelum melanjutkan, "Aku mau cerita sesuatu. Tadi aku nggak sengaja ketemu seseorang."Alex menyandarkan punggungnya, kini memberikan perhatian penuh. "Siapa?""Fabio," jawab Dewi pelan. Ia memperhatikan ekspresi Alex yang awalnya tenang, kini tampak sedikit berubah, meski sulit diartikan."Fabio?" Alex mengulang nama itu dengan nada datar.Dewi mengangguk. "Dia teman lama. Kami kenal sejak SMA. Dulu... Fabio itu seperti kutu buku, nggak banyak omong, tapi kalau bicara selalu berbobot

  • Hamil Anak Bos   BAB 35 : Kepulangan yang Dinantikan

    Dewi mengerutkan kening, melihat Lucas berlarian menghampirinya. Remaja itu merentangkan tangan dengan telunjuk teracung, entah sedang menunjuk ke arah mana."Ada apa sih? Mbak lagi tanggung nih.""Sebentar aja, Mbak. Ayo! Sini dulu," kata Lucas sambil menarik-narik tangan Dewi.Dewi mendesah pelan, menaruh pisau yang sedang dipegangnya, lalu mengikuti Lucas yang tampak bersemangat. Saat mereka melangkah keluar, hawa dingin pagi menyambut, disertai sinar matahari yang masih lembut memantul di daun-daun basah."Lihat siapa yang datang, Mbak!" ujar Lucas dengan mata berbinar, menunjuk ke arah halaman depan.Dewi mengintip sekilas dari balik pintu, dan langkahnya seketika berhenti. Mata bulatnya terpaku pada sosok lelaki yang berdiri di sana— Alex. Meski hanya semalam tidak bersama, kerinduan itu terasa begitu menyesakkan. Ia menatap Alex lama, mengabaikan dingin di ujung jemarinya, seo

  • Hamil Anak Bos   BAB 34 : Keputusan Terberat

    Dewi duduk di seberang Arman, sementara Lucas berdiri di dekat meja, bersandar dengan tangan terlipat. Wajahnya tetap menunjukkan rasa curiga yang tak disembunyikan. Arman membuka map cokelat dan meletakkannya di atas meja. Beberapa lembar dokumen terlihat, beberapa di antaranya penuh dengan angka-angka dan tabel yang sulit dipahami.Saat Arman bersiap berbicara, Lucas berbisik pelan ke telinga Dewi."Mbak, yakin kita harus percaya orang ini? Kita bahkan nggak kenal dia."Dewi menegang sejenak. Keraguan itu sejujurnya juga ada dalam benaknya. Namun, ia tidak punya pilihan lain. Ia menatap Lucas, memberikan isyarat agar tetap waspada.Arman mengamati mereka sebentar, seolah menyadari bisikan Lucas, sebelum akhirnya membuka suara. Sekilas, ada keraguan di wajahnya. Ia menatap Dewi, sorot matanya lebih tajam dari sebelumnya.“Sebelum saya jelaskan lebih jauh, saya harus bertanya,” Arman memul

  • Hamil Anak Bos   BAB 33 : Tamu Tak Diundang

    Dewi berdiri di ambang dapur, menatap pintu depan dengan hati berdebar kencang. Ketukan keras itu terus terdengar, seolah memukul setiap sudut rumah kecil mereka. menuntut perhatian, memukul setiap sudut rumah mereka yang sunyi. Ia bisa mendengar napasnya sendiri yang mulai tidak beraturan, berusaha keras melawan rasa takut yang merayap naik. Lucas yang biasanya santai kini berdiri kaku, wajahnya penuh tanya.“Mbak Dewi, itu bukan polisi lagi, kan?” bisik Lucas, matanya tak lepas dari pintu. Suaranya bergetar, mencoba terdengar tenang meski ketegangan jelas terpancar dari gerak tubuhnya.Dewi menggenggam kain celemek di tangannya lebih erat, jari-jarinya yang dingin terasa gemetar. Ia menelan ludah, memaksa dirinya tetap tenang. Tidak mungkin polisi kembali pagi-pagi begini tanpa pemberitahuan. Tapi… siapa lagi yang datang dengan cara seperti ini? Pagi yang seharusnya menjadi awal hari, kini terasa seperti akhir dunia.

  • Hamil Anak Bos   BAB 32 : Mangga Muda

    Dewi duduk sendirian di ruang makan. Pagi itu terasa berat, meski cahaya matahari yang masuk melalui tirai menciptakan pola hangat di dinding. Dapur di belakangnya masih rapi setelah ia membersihkan piring dan gelas tadi malam. Bau sabun cuci yang samar bercampur dengan aroma kayu lemari membuat suasana semakin sunyi.Matanya memandang keluar jendela, tetapi pikirannya melayang jauh. Ia teringat jelas suatu pagi di dapur—saat Alex dengan nada perintah yang tegas, hampir tanpa senyum, mengarahkan setiap langkahnya."Dulu, ketika aku salah melakukan sesuatu, Alex langsung mengoreksi dengan cara yang dingin. Namun, di balik itu semua, aku tahu ia hanya ingin segalanya sempurna demi kebaikan bersama. Meski terkesan bossy, namun setiap perintahnya adalah cerminan dari tanggung jawab besar yang selalu ia emban," pikir Dewi dalam hati. Kenapa semua ini harus terjadi? gumam Dewi dalam hati. Pertanyaan itu terus menghantui, ter

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status