Share

MEMELUK ERAT

El lalu menghampiri tubuh Alia yang berada di dalam pelukan umi Maria, mengambilnya lalu menggendongnya begitu saja. Dia tidak ingin gadis yang dalam gendongannya ini kenapa-napa apalagi saat melihat perut buncitnya.

“Ambil mobil, Dam!” printah El sambil terus berjalan. Suaranya sedikit bergetar, bahkan air matanyanya kini sudah mengumpul di ujung mata.

Damar berlari keluar dan ingin mengambil mobil mereka, namun saat sampai di depan pintu, dia melihat Adam yang sudah berada di dalam mobil. Damar membukakan pintu untuk El dan Alia yang berada di dalam gendongannya.

Hujan sedikit reda dan terganti dengan grimis yang masih membasahi bumi. Mereka semua pergi ke rumah sakit terdekat, meninggalkan Zahra sendirian dirumah. Umi yang duduk berada di samping kemudi, terus menengok kebelakang dengan air mata yang semakin deras. Sedangakn El memeluk tubuh tak sadarkan diri Alia yang berada dalam panguannya.

Kemejanya telah berubah memerah karena Darah yang terus mengalir dari  selakangan Alia. “Bertahan sayang .... tolong jangan tinggalkan kami.” Tangannya menyingkirkan anak rambut yang jatuh menutupi wajah cantik Alia.

“Bisakah agar cepat sedikit!” ucap El yang tidak sengaja sedikit meninggikan suaranya. Ia semakin memeluk erat tubuh lemah Alia, dia benar-benar takut jika gadis itu akan kembali meninggalkan dirinya.

Adam yang berada di balik kemudi semakin takut, tangannya mulai berkeringat dingin, padahal cuaca diluar sangat dingin. Ia semakin kencang mengemudi mobil miliknya, dia tidak ingin terjadi apa-apa kepada calon keponakannya.

Cukuplama mereka untuk sampai di rumah sakit, selain jarak yang sedikit jauh, kondisi jalan juga menjadi hambatan untuk mereka. Sambil berlari El semakin mengeratkan pegagannya pada tubuh Alia, dia tidak ingin gadis itu jatuh.

“Dokter ! Suster ! tolong !” teriak El mengundang semua perhatian orang yang ada di sana.

Suster yang melihat itu semua langsung membawa brangkar untuk menaruh tubuh tidak sadarkan diri Alia. Waniya itu langsung di bawa ke ruang UGD agar segera mendapat penanganan.

Tubuh El luruh ke lantai saat dia tidak boleh ikut masuk ke dalam. Air matanya kembali jatuh, matanya memandang kosong tanganya yang masih berlumuran darah. Damar mencoba menenangkan atasannya itu, namun tidak ada respon sama sekali.

Sedangkan Adam masih menenangkan umi Maria yang masih terus menangis di bangku tunggu. Sesekali wanita itu akan berdiri dan menengok ke dalam lewat pintu kaca. Damar pergi meninggalkan mereka semua.

“Bagaimana keadaan kak Sev, umi?” tanya Zahra yang baru datang bersama laki-laki paruh baya.

Umi Maria tidak menjawab, namun dia langsung memeluk laki-laki itu. “Tenanglah umi, serahkan semua kepada Alla, Abi yakin Sevim anak yang kuat.” Ucapnya dan terus mengelus punggung wanita itu.

Matanya tidak sengaja menangkap sosok El yang masih duduk di lantai, dan semua itu disadari oleh umi Maria.

“Dia rekan kerja Adam, Bi. Dia juga yang membantu kami membawa Sev ke rumah sakit.” Jelas Adam. Lelaki itu mengangguk, namun tidak mengalihkan pandangannya dari El.

Dia baru mengalihkan pandangannya saat Damar datang membawa baju ganti untuk El. “Gantilah pakaianmu.” Suruhnya dan meyodorkan paper beg ke depan El.

El menggelengkan kepala, menola semua itu. “Baju kau kotor, El. Al tidak akan suka itu.” bentaknya yang mendapat perhatian dari semua orang.

“Apa dia akan meninggalkan aku lagi?” tanyanya dengan nada penuh keputus asaan. “Aku laki-laki brengsek, Dam.” Dia kembali melihat tangannya yang kotor dengan darah yang mulai mengering.

“Bersikan tangan dan tubuhmu, baru kau bisa bertemu dengan Al. Jika tidak, jangan berharap.” Ancam Damar yang langsung mendapat tatapan tajam dari El.

Damar tidak takut dengan tatapan itu, sebaliknya dia lalu menarik tangan El dan menyeretnya kekamar mandi. Jika tidak seperti itu, dia tidak akan pergi atau pun pindah posisi dari dia duduk.

“Apa dia ayah dari anak-anak, Sevim?” abi menatap Adam mencari jawaban. Namun Adam pun juga tidak mengerti dengan dua rekan kerjanya itu.

Yang dia tahu, rekan kerjanya ini hanyalah seorang pemuda sukses di dunia properti di usianya yang tergolong masih muda. Dan yang dia dengar atasannya itu belum menikah, ataupun mempuya kekasih, alias jomblo.

“Adam juga tidak tau, Bi. Yang mas tau, dia hanyalah salah satu pengusaha yang sukses di usia muda.”

Tidak lama setelah itu bertepatan dengan dokter yang keluar dari ruangan, El lalu berlari menghampiri Dokter dan keluarga Adam.

“Bagimana keadaan anak saya dok?” tanya Umi Maria dengan wajah cemas.

“Kami bisa menghentika pendarahan anak ibu, tapi kami terpaksa harus mengoprasinya, jika tidak nyawa mereka bertiga tidak akan tertolong.” Jelas dokter itu dengan wajah sedih.

“Tiga?” gumam El begitu pelan. Namun masih dapat terdengar oleh mereka semua.

“Ap ...”

“Lakukan dok, selamatkan mereka semua. Saya mohon.” Sela umi sebelum El meneruskan ucapannya.

“Saya akan mengurus semua nya dok, jadi lakukan yang terbaik untuk putri kami.” Imbuh abi, lalu berlalu iku dokter itu untuk menyelesaikan administrasi.

“Apa maksudnya tiga tante?” tanya El setelah dokte berlalu dari hadapan mereka. Dia butuh penjelasan untuk semua ini.

“Siapa kamu?”

“Saya tanya, apa maksudnya tiga?”

“Kamu tidak ada hubunannya dengan putri saya, jadi saya tidak perlu menjelaskannya.” Umi menatap tajam pemuda di hadapannya itu.

Umi Maria kembali melihat ke dalam ruangan yang tidak terlihat apa-apa, “Duduk lah, Umi.” Zahra menuntun tubuh renta itu untuk kembali duduk di kursi tunggu.

“Tolong jelaskan kepada saya.” Pinta El sambil berlutut di hadapan umi Maria.

“Memangnya kamu siapa?” tanyanya masih dengan nada sinis. Tidak biasanya umi akan bersikap sini seperti itu.

“Umi ...” panggil Adam seolah mengingatkan agar tidak bersikap seperti itu.

“Apa salah umi bertanya, mas. ini privasi anak umi, kenapa orang lain ingin tau.”

“Saya, ayah dari anak yang di kandung Alia.” Ucap tegas El yang mendapat tamparan dari Umi Maria.

“Apa kata mu.” Bentaknya, wajah terkejutnya tidak bisa di tutupi. Dia begitu marah dan tidak terkendali, bahkan dia sekarang telah berdiri angkuh di depan laki-laki yang masih berlutut di depannya.

Adam menarik kerah baju milik El lalu memberikan bogeman mentah untuknya. El tidak melawan ataupun menghindar, pukulan demi pukulan terus ia terima, hingga wajahnya kini penuh lebam.

Damar berusaha keras ingin menghentikan perkelahian itu, namun tenaganya kalah besar dari yang di miliki Adam. Laki-laki yang dia sangka kalem dan ramah, ternyata memiliki kekuatan yang begitu besar saat marah.

Adam baru menghentika pukulannya saat Abinya yang memisahkan mereka. Jika tidak, bisa jadi El akan masuk ruang ICU saat ini juga. Umi dan Zahra menangis saling berpelukan, mereka begitu takut jika Adam telah marah seperti ini.

“Apa yang kamu lakukan, Dam.” Bentak Abi Abdullah menyadarkan putranya dari amarah.

“Bajingan itu pantas menerimanya, Bi.” Teriaknya dan ingin kembali menyerang El yang masih terkapar di lantai.

“Apa maksudmu?”

“Dia ....” tunjuknya ke arah El dengan senyum mengejek. “Dia ayah dari janin yang di kandung Sevim, Bi. Bajingan yang telah membuang Sev, dan membuatnya menderita selama ini.” Damar membantu El untuk duduk di kursi tunggu.

Abi mengusap wajahnya dengan kasar, apa yang dia fikirkan sejak tadi nyatanya benar. Dia pernah tidak sengaja melihat foto laki-laki itu di dalam dompet Alia, bahkan dia pernah memergoki putrinya itu menangis sambil mendekap foto lelaki itu di taman belakang.

“Apa semua itu benar?” El tidak ingn mengelak atau membantah semua itu. Lelaki itu mengangguk, dan menundukkan kepalanya lebih dalam.

Bukan karena takut, namun karena dirinya yang begitu kejam selama ini dengan Alia. Bayangan gadi itu yang meminta pertanggung jawaban, dan dengan angkuhnya dia menolak semua itu, dan menuduhnya seorang janga. Semua itu terus berputar di dalam otaknya.

Hingga suara tangis seorang bayi, membuat mereka semua menoleh ke sumber suara. Dia bangun dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. Menatap lama ke dalam, yang belum memperlihatkan apa-apa.

Hingga suara tangis ke dua, semakin membuat El bertanya-tanya. Benarkah dia menjadi seorang ayah dengan anak kembar. Dia menatap denan sendu ke arah Umi yang juga menatapnya. Walaupun dia marah, dia juga tidak tega saat melihat wajah lebam dan tatapan memohon dari lelaki itu.

“Dia hamil anak kembar, usianya baru tuju bulan.” Jelas umi yang berhasil membuat air mata El kembali luruh.

Dia benar-benar menyesal atas semua sikapnya, namun dai juga bahagia saat mengetahui fakta itu. dia lebih bahagia saat mengetahui wanitanya tidak menggugurkan buah hati mereka.

Dokter keluar dengan di ikuti dua suster yang masing-masing membawa seorang bayi. Mereka semua lalu mendekat ke dokter itu, “Ada dua kabar untuk kalian semua, satu kabar baik dan satunya kabar buruk.” Lanjut dokter itu dengan wajah sedih.

“Apa kabar buruknya dok?” tanya Abi tidak sabar.

“Kabar buruknya, Ibu Sevim Azalia kemungkinan besar akan koma, karena mengalami pendarahan yang sangat parah. Tapi kita harus menunggu selama 24 jam, apakah ibu Sevim akan bagun atau tidak.” Abi memeluk tubuh Umi yang hampir jatuh karena mendengar berita itu.

“Anda jangan main-main, dok.” Bentak El dan menarik jas dokter itu.

“Tenanglah, El. Kontrol emosimu.” Damar menarik tubuh El agar melepaskan dokter itu.

“Apa kabar baiknya, Dok?” tanya Adam yang memecah keheningan.

“Ibu Sevim berhasil melahirkan anak kembar berbeda jenis kelamin dengan selamat. Namun mereka haris berada di ingkubator untuk beberapa hari, karena mereka lahir secara prematur.” Kedua suster itu maju ke depan memperlihatkan malaikat yang akan merubah segalanya.

El begitu terpaku melihat makhluk mungil di depannya, tangannya bergetar ingin menyetuh mereka. Lagi-lahi air mata kembali luruh membasahi pipinya.

“Dia benar-benar tidak adil.” Ucap adam menatap El dan makhluk mungil itu bergantian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status