“Jadi, kamu besok tidak bisa ke sini, karena sudah mulai bekerja?” tanya Mela setelah Riti selesai mengatakan bahwa, dirinya diterima. “Ya! Aku mungkin akan lebih merepotkan kamu, Suster!” kata Riti. “Tidak apa, sudah kubilang, dia seperti ibuku sendiri!” kata Mela sambil tersenyum manis. Ia punya rahasia soal menjaga pasien yang bernama Tina. Beberapa hari yang lalu, ada seorang pria paruh baya mendatanginya dan menanyakan informasi tentang penyakit Tina. Ia pun menyampaikan dengan jujur apa adanya. Wanita itu memiliki kesempatan hidup yang tidak lama lagi, ia menderita kanker darah stadium tiga. Lalu, pria itu memberinya sejumlah uang untuk menjaga Tina dengan lebih baik, jika Riti tidak ada. Bisa dikatakan jika Mela akan menjadi suster pribadi bagi ibunya. Namun, semua hal ini harus mereka rahasiakan, dengan alasan Riti akan menolak kebaikannya. Mela tidak tahu siapa pria itu dan ia menebak bahwa, kemungkinan dia adalah suami yang sudah menceraikan Tina. Jadi, wajar kalau Riti
Riti sangat kecewa malam itu, ia sudah menghabiskan uang, tapi sikap Leri begitu menyakitkan. Ia tidak menghargai kado darinya, tapi justru meminta tubuhnya sebagai hadiah, teman macam apa itu.“Aku mau membantu Sarah dan mencarimu di rumah kakek, juga rumah sakit, tapi kamu tidak ada, sebenarnya kamu ke mana? Apa Tuan Tama bersamamu?” “Ya! Aku pergi dengan Tama! Dari mana kamu tahu soal aku dan Tama?” tanya Riti heran. Jojo tiba-tiba menjadi gugup, tidak tahu bagaimana memulai cerita, bahwa, ia pernah ditangkap hingga ia bisa tahu tentang pernikahan Riti dan Tama. Hal yang penting dari kejadian itu adalah ia tidak boleh menyakiti wanita itu. “Aku dengar dari teman-teman ... dia datang untuk membelamu!” katanya tenang, sebenarnya ia menyesal tidak datang dan menonton pertunjukan. Rasanya puas sekali bisa melihat Leri dipukuli.“Apalagi yang mereka katakan?” tanya Riti penasaran, ia tidak bisa melihat bagaimana berita itu tersebar karena tidak punya handphone.“Kata mereka kam
Riti penasaran serta cemas dengan apa yang akan dilakukan Yuna, hingga ia pun mengikutinya. Yuna mengambil beberapa produk kosmetik dan juga kebutuhan rumah tangga lainnya—yang harganya paling mahal di sana. “Apa yang Kakak lakukan?” tanya Riti dengan gelisah.“Kenapa? Apa kamu takut karena tidak punya uang? Kamu bilang Tama mencintaimu, kan? Tapi kenapa dia tidak memberimu uang? Hah!” ketus Yuna berkata sambil berjalan ke arah kasir, kebetulan di sana tidak ada yang mengantre. “Ini dia, orang yang akan membayarnya!” kata Yuna setelah selesai belanja, ia berkata pada kasir seraya menunjuk pada Riti. Setelah itu ia melihat pada Riti dan Jojo yang bengong, demi melihat struk belanja yang ditunjukkan oleh kasir. Nominal yang tertera di sana senilai hampir lima juta. Yuna memang keterlaluan, padahal, barang yang diambilnya tidak banyak, tapi harga dari beberapa barang itu cukup tinggi. Riti tiba-tiba menjadi lemas, ia tidak punya uang sebanyak itu. Ia tahu kenapa Tama tidak mem
Jojo tahu Jasin adalah salah satu asisten Tama, yang pernah menangkapnya. Itu artinya Tama berada tak jauh dari sana. Ia pun menjauh dari Riti. “Riti, urusan kita sudah selesai, aku pulang dulu, ya!” katanya dan Riti mengangguk. Pembayaran telah selesai, lalu Riti berjalan di belakang Jasin dan ke luar dari toserba. Kini antrean kembali normal. Sementara pria bersenjata menunjukkan tangannya yang kosong, ia hanya berpura-pura dan senjatanya hanyalah mainan yang baru saja ia ambil di sana. Riti dan Jasin langsung masuk ke mobil, Tama ada di dalamnya. Tentu saja gadis itu heran, bagaimana Tama bisa tahu dirinya sedang ada di toserba dan bermasalah dengan kelakuan Yuna. Sebenarnya itu tidak disengaja, saat Tama hendak menjemput Riti di rumah sakit, mobilnya berhenti karena macet di depan toserba. Tama melihat Yuna sedang menelepon seseorang dan secara tidak sengaja ia mendengar semua yang dikatakannya. Saat bicara di telepon, Yuna begitu merendahkan diri dan istrinya. Oleh karena i
“Apa ada orang di luar?” Riti bertanya lagi, sambil berjalan mendekati pintu kamar. Sementara di luar kamar, Tama hanya berdiri di depan pintu dan menunggu apa yang akan dilakukan Riti. Ia baru saja mengambil baju tidur dan sempat membelai pipi istrinya dengan penuh kasih sayang. Riti penasaran dan membuka pintu, seketika ia terkejut mendapatkan Tama berdiri di sana. Pria itu memakai piama tidur dengan warna merah marun yang membuat pria itu terkesan lembut dan menggoda. “Apa kamu yang kamu lakukan di sini? Kamu yang masuk ke kamarku tadi?” tanya Riti sambil mengucek matanya. “Itu kamarku, sejak kapan itu jadi kamarmu?” “Kalau itu kamarmu, kenapa kamu tidak tidur di sana?” Itu seperti sebuah jebakan bagi Tama, biar bagaimanapun juga, ia pria dewasa yang normal. Ia pasti akan pusing bila semalaman tidur dengan seorang gadis tapi tidak bisa disentuhnya. “Tidak sekarang!” jawab Tama dan ia melangkahkan kakinya untuk menjauh dari sana. “Kamu mau tidur di mana?” Riti bicara sambil
Akhirnya Riti tertidur dengan mimpi buruk. Ia dikejar oleh kelinci yang, menjadi raksasa. Telinganya merah dan matanya menjadi biru tua. Itu kelinci paling menakutkan yang pernah hadir dalam tidurnya. “Kamu mencari cinta? Lalu, cinta seperti apa yang kamu inginkan, bila kebaikan seorang pria tidak berarti cinta? Bagaimana kalau ibumu tiada? Pada siapa kamu akan melabuhkan hatimu?” kata kelinci dalam mimpi.Sementara itu di tempat yang berbeda, di kamar sebuah rumah sakit besar di tengah kota. Leri sedang memegang handphone dengan tangannya yang gemetar. Ada memar di sekujur tubuhnya dan kepalanya dibalut perban. Leri akhirnya menyadari perbuatannya kali ini sangat fatal, ia sudah berurusan dengan perempuan yang salah. Ia tidak menggubris ucapan Jojo yang memperingatkan dirinya soal Riti. Ia menggunakan satu tangan yang tidak terluka untuk memegang handphone dan melihat tayangan sebuah video yang sedang viral. Ia heran dengan Yuna yang tahu tentang pernikahan adiknya, tapi masih
Keesokan harinya, Riti bingung saat hendak mengenakan pakaian kerja. Semua baju yang disediakan Tama tidak ada yang cocok dengan dirinya. Ia lebih senang memakai setelan sederhana yang berwarna lembut untuk bekerja. Namun, di lemari itu semua baju terlalu bagus untuk aktivitasnya.Akhirnya ia keluar kamar setalah rambut dan riasan wajahnya rapi. Pilihan fashionnya jatuh pada baju atasan warna pink dengan kerah berenda, lengan panjang menggembung. Ada celah di tengahnya hingga kulit tangannya terlihat. Sedangkan bawahannya ia memakai rok hitam berkerut lembut. Semuanya rancangan Balotelli, yang terdapat pita putih bertuliskan huruf B pada ujungnya, itu ciri khas yang tidak dapat ditutupi. Riti sarapan dengan cepat dan tanpa bertanya soal Tama ada di mana, ia bekerja atau tidak, apa sudah sarapan atau belum, ia sama sekali tidak peduli. Ia yakin Sima sudah mengurusnya. Dirinya sendiri kuga sibuk, setelah sarapan, ia pergi ke rumah sakit untuk mengunjungi ibunya, menitipkannya pad
“Dion! Aku tidak lupa padamu, tapi jangan macam-macam di sini ....kumohon!” Riti berkata sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Ia menyadari akan adanya bahaya, jika kehadiran Dion dilihat oleh Jasin atau Tama. Laki-laki itu sepupunya yang sudah lama tidak bertemu, tepatnya sejak perceraian kedua orang tuanya. Orang yang dipanggil Dion itu tertawa, tidak biasanya Riti—anak perempuan yang ia anggap keras kepala itu—memohon padanya. “Kenapa? Apa sekarang kamu takut padaku? Atau ada yang mau menjemputmu di sini? Jangan bilang kalau kamu sudah punya pacar!” katanya setelah berhenti tertawa. “Apa pedulimu, ini urusanku!” “Tentu saja aku peduli agar nasibmu tidak sama seperti ibumu!” Dion berkata seperti itu, karena ia tahu sejarah hubungan Tina dan Marhen, dari cerita kedua orang tuanya. Ia menyayangi Riti dan Yuna hingga ia tidak ingin nasib kedua wanita itu seperti ibunya. “Ya aku tahu itu! Eh, tapi ... tunggu dulu .... apa kamu bekerja di Haruna juga?” “Apa pedulimu? I