“Riti, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya!” kata Yuna.
Riti mengerti di mana posisinya, ia segera pulang dan menemui ibunya, setelah mendapatkan uang sebanyak dua puluh lima juta di rekeningnya. Soal bagaimana ia harus menghadapi keluarga besar ibuya, itu akan ia pikirkan nanti saja.“Apa kamu melamun?” tanya Tama mengagetkan Riti.“Tidak!” jawab Riti, setelah berhasil mengatasi keterkejutannya.“Tunggu!” ujar Tama.Riti menoleh dan melihat Tama mengeluarkan gunting kecil dari saku bagian dalam jasnya. Lalu, pria itu menggunting ujung bagian bawah gaun pengantin Riti dengan cepat.“Apa yang kamu lakukan? Baju ini milik Yuna!” kata Riti setengah terkejut, ia hampir mengira kalau Tama akan membunuhnya.“Yuna? Apa kamu takut dia akan meminta kamu menggantinya?”Riti mengangguk, ia kenal Kakak perempuan yang selalu perhitungan sejak kecil. Yuna selalu meminta kompensasi atas barang yang dipakai oleh adiknya sendiri. Ia takut harga gaun itu mahal dan ia tak punya uang. Sedangkan biaya rumah sakit ibunya harus selalu ada, untuk mendapatkan perawatan selanjutnya.Tama melihat reaksi gelisah di wajah Riti dan tersenyum tipis.“Ini bukan baju yang mahal, aku bisa memberimu sepuluh gaun seperti ini kalau kamu mau!” katanya.“Jadi, gaun ini tidak mahal?” Dalam hati Riti berkecamuk, ia ingat bagaimana reaksi Yuna dan ibu tirinya saat pernikahannya tadi, mereka saling melemparkan senyum meremehkan dan menertawakan dirinya.“Tidak mahal ...,” sahut Tama.“Aku tidak butuh sepuluh baju seperti ini, tapi kalau kamu punya uang sebanyak itu, berikan saja padaku!” kata Riti, seraya tersenyum, ia berpikir harus pandai memanfaatkan kekayaan Tama, sebab pernikahannya hanya sementara saja.Tama menggunting baju itu dalam sekali potong dan melanjutkan langkahnya. Ia terlihat kesal, karena merasa dirinya dimanfaatkan. Ia heran, mengapa gadis itu terkesan sangat menyukai uang, padahal terlahir sebagai anak dari seorang kontraktor kaya.Riti terlihat takjub melihat cara Tama menyelesaikan menggunting bajunya.Hai! Apa tangannya tidak sakit menggunting lipatan setebal itu dalam sekali potong dengan gunting kecil?Riti melihat ke bawah, betisnya yang kurus dan putih terlihat dengan jelas. Ia melepas sepatunya dan mulai mengejar Tama, kaki pria itu panjang, hingga beberapa langkah saja ia sudah jauh tertinggal.“Hai! Hai! Tunggu, apa kamu mau meninggalkan aku sendirian di sini?” serunya.Tama menoleh dan tersenyum, melihat Riti melepaskan sepatunya.“Apa kakimu tidak sakit?” tanyanya sambil melihat ke arah kaki wanita yang berjalan dengan cepat untuk mendekatinya. Tama menunjukkan perhatiannya.“Tidak, aku sudah sering olah raga tanpa alas kaki! Jangan kuatir!”Riti memang sering melepas sepatu untuk berlari mengejar bis kota agar tidak terlambat untuk bekerja. Selain itu ia juga sering dikejar waktu demi menyelesaikan tugas rumah, tugas kuliah dan sekkaigus merawat ibunya. Terkadang ia pun harus segera menebus obat ke apotek. Ia tidak bisa bersantai setiap harinya.“Bagus! Ayo ikuti aku, sebentar lagi kita sampai!”Riti tidak berkomentar, ia berpikir buruk lagi tentang nasibnya yang akan dikurung dan menjadi tawanan pria buas yang berjalan di depannya. Namun, ia harus bersabar sampai hamil, itu akan sangat mengerikan.Riti bukannya tidak tahu hubungan di atas tempat tidur itu seperti apa, hanya saja ia tak pernah menyangka kalau akan segera merasakannya malam ini juga. Namun, rasa kecewa itu datang tiba-tiba sebab yang akan bergumul dengan dirinya bukanlah Jojo atau Leri, melainkan pria yang baru dikenalnya.“Apa kamu punya pacar sebelumnya?” tanya Tama.“Tidak! Bagaimana denganmu, apa kamu punya pacar?” Riti balik bertanya.“Jangan bicara kalau aku tidak bertanya padamu!”Riti kembali diam, tidak tahan rasanya kalau tidak bicara, sebab suatu saat nanti ia akan menjadi seorang pengacara. Ia kuliah jurusan hukum dan kalau punya biaya, maka ia akan melanjutkan pendidikan strata duanya. Jadi, dilarang bicara adalah permintaan yang tidak masuk akal sebab wanita tercipta dengan nalurinya yang suka bicara.“Kamu bisa melanggar hukum karena melarangku bicara!"“Lalu, apa kamu mau meminta kompensasi kalau aku melarangmu?"Mendengar pertanyaan itu, seketika Riti tertawa dan membuat Tama terheran-heran karenanya.“Apa ada sesuatu yang lucu?” tanya pria itu setelah Riti berhenti tertawa.“Ada! Kamu yang lucu! Jadi, jangan harap aku takut padamu!” Riti menjawab dengan tenang, ia pikir Tama memang sama sekali tidak menakutkan.“Apa aku salah menjadi orang seperti itu?” Tama dia meski dia tidak tahan, ia hanya melirik istrinya yang tertawa geli di sampingnya. Riti menahan tawanya saat melihat ibu dan anak yang beradu argumen karena berbeda pandangan. “Riti, bagaimana pendapatmu kalau suamimu kehilangan semua kekayaannya dan kamu terpaksa hidup di desa seperti yang kemarin-kemarin kamu lakukan?” tanya Deliza dengan tatapan serius kepada menantunya. Riti tahu bahwa Tama memang kehilangan kekayaannya selama mereka bersembunyi di desa. Namun, Iya juga tahu bahwa sekarang Tama kembali memiliki semua perusahaannya. “Apa Ibu kira hidup di desa itu susah? Itu tidak sulit, lebih sulit lagi saat aku harus hidup sendiri dan mengurus ibuku!” “Oh!” gumam Deliza, “Maafkan aku soal ibumu, Riti, Aku senang bertemu denganmu, dan aku lebih senang lagi setelah tahu bahwa kamu adalah, anak dari saudaraku!” “Aku mengerti! Tapi, Bu! hidup di desa itu sangat menyenangkan dan di sana semua orang hidup seperti
Tama kembali menemui Riti dan ibunya di rumah sakit yang menjadi rumah mereka. Sementara itu Jasin sudah kembali ke perusahaan dan menenangkan semua pemegang saham. Lalu, ia menyelesaikan masalah di sana satu persatu. Tentu saja ia bekerja sama dengan semua teman dan orang-orang kepercayaan Tama, hingga keadaan Grup Unitama dan perusahaan-perusahaan Pratama, kembali seperti semula. Hando sebentar lagi akan mendapatkan jadwal sidangnya, dan sudah dipastikan hukuman seumur hidup yang akan diterimanya. Kerusakan yang dilakukannya di berbagai tempat, juga memberatkan pasal-pasal yang dituduhkan padanya. Demikian juga Sony ia mendapatkan pengadilan juga, tapi ia tidak di hukum dengan hukuman seumur hidup. Ia mendapatkan hukuman 20 tahun penjara. Wisa sangat bersedih, karenanya, secara tidak sengaja wanita itu mengucapkan kekhawatirannya, “Sony, Bagaimana kalau kamu dihukum selama itu Bagaimana jika terjadi apa-apa denganku dan anakmu Listi?” katanya sambil menangis. Dari
“Kalau begitu, aku tarik kata-kataku kalau dia baik!” kata Riti dan Tama tertawa.“Tidak boleh bilang laki-laki lain itu baik, kecuali aku, oke?” kata Tama sambil mencium istrinya.Setelah itu Tama mengajak Dion pergi ke tempat yang pernah ia gunakan untuk menyekap Sony. Mereka pergi diiringi dengan beberapa pengawal Tama. Tentu saja Jasin ikut bersama dengan mereka. Sony terlihat kurus dan luka-lukanya belum sembuh sempurna, masih banyak bekas luka yang diakibatkan oleh pukulan dari Tama. Pria itu hanya diam dan pasrah akan dibawa ke mana pun juga.Tama langsung membawa Sony ke lokasi yang sudah dibagikan, oleh orang tak di kenal yang menghubunginya. Ternyata ia adalah seorang pria bertubuh kurus yang mengaku sebagai adik sepupu ibunya.Di tempat itu mereka merekam pengakuan Sony dan mengirimkannya pada Brawijaya. Tentu saja disertai ancaman.Mereka ingin agar Hando, anak bungsunya itu, mau mengaku dan mengembalikan semua aset milik Tama yang sudah diambilnya. Jika tidak, maka
Keesokan harinya, Tama memuaskan istrinya hingga seharian penuh, dengan berbelanja di kota. Ia membeli apa pun yang diinginkannya. Terakhir mereka menyewa sebuah salon dan memanjakan tubuh hanya berdua dengan pelayanan VIP yang pernah ada.Riti sangat bahagia dan bersyukur dengan kemanjaan yang diberikan Tama. Sungguh, menghabiskan sepanjang sore dengan dipijat, itu hal yang luar biasa. Apalagi ia melakukannya berdua dengan suami tercinta.Mereka selesai dipijat dan melakukan rangkaian pelayanan di salon sampai puas. Baik Tama dan Riti kini terlihat segar kembali, dan acara di akhiri dengan makan malam. Setelah itu, mereka memutuskan untuk menginap di hotel karena besok akan melanjutkan perjalanan menengok Delizah.Keesokan harinya, saat sepasang suami istri itu tiba di kamar Delisa, yang terdapat di sebuah rumah sakit swasta, mereka melihat wanita paruh baya itu, dalam keadaan baik-baik saja. Riti ingin menghabiskan beberapa hari bersama ibu mertuanya dan sang suami pun setuj
“Bukannya kamu mau berhenti peduli? Atau sebenarnya kamu ini terlalu cerdik, sengaja membuat syarat-syarat itu, karena kamu tahu Hando akan membuat kekacauan?” Jasin balik bertanya.“Jas, aku hanya penasaran! Awalnya aku hanya tidak mau keuntungan proyek kita berada di tangannya semuanya! Enak saja dia!”Jasin pergi dari rumah itu dan kembali ke kota seorang diri, demi memuaskan keinginan Tama untuk mencari informasi. Ia juga untuk sementara tidak mengaktifkan ponselnya. Oleh karena itu ia menemui beberapa orang secara langsung. Dari pertemuan dengan mereka, ia tahu bahwa ada beberapa investor yang ternyata akrab dengan anggota keluarga Prapanca. Mereka ini yang memiliki ide untuk menarik uangnya dan mereka tahu bersamaan dengan kejadian Hando yang pergi ke kantor pusat grup Pratama.Mengetahui hal itu, Jasin senagaja makan malam sambil mengikuti salah satu anggota keluarga Prapanca yang mengadakan pertemuan dengan para pemegang saham ini.Jasin mendengar sendiri strategi mereka
“Ibuku itu sama seperti aku! Jadi untuk apa aku berharap pada keluarga itu?”Tiba-tiba perang kesedihan di hati Tama, dirinya dan istrinya tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama dikucilkan dari keluarganya.“Tapi, Tama! Apa kira-kira yang dilakukan oleh ibu dan Dion, saat kalian bertemu sebulan yang lalu?” Jasin berusaha menginformasikan dugaannya tentang, sikap Dion dan Delizah saat mereka bertemu dikuburan Tina.“Memangnya apa yang bisa dilakukan dua orang itu? Baru kemarin kamu bilang kalau Dion itu bekerja menjadi satpam!”“Ya, dia itu bukan satpam biasa, dia seorang informan juga!”“Kenapa baru bilang sekarang?”“Aku pikir itu tidak penting!” kata Jasin sambil mengingat kembali informasi tentang Dion. Tidak banyak yang ia dapatkan, selain informasi tentang tanggal lahir, orang tua, tempat tinggal dan pekerjaannya. Namun, setelah menyelidiki lebih lanjut, ternyata Dion orang yang hampir sama dengan dirinya. Dahulu, mereka juga pernah bekerja sama, tapi kemudian Dion membat