Share

3. Gaun Pengantin Murahan

“Riti, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya!” kata Yuna.

Riti mengerti di mana posisinya, ia segera pulang dan menemui ibunya, setelah mendapatkan uang sebanyak dua puluh lima juta di rekeningnya. Soal bagaimana ia harus menghadapi keluarga besar ibuya, itu akan ia pikirkan nanti saja.

“Apa kamu melamun?” tanya Tama mengagetkan Riti.

“Tidak!” jawab Riti, setelah berhasil mengatasi keterkejutannya.

“Tunggu!” ujar Tama.

Riti menoleh dan melihat Tama mengeluarkan gunting kecil dari saku bagian dalam jasnya. Lalu, pria itu menggunting ujung bagian bawah gaun pengantin Riti dengan cepat.

“Apa yang kamu lakukan? Baju ini milik Yuna!” kata Riti setengah terkejut, ia hampir mengira kalau Tama akan membunuhnya.

“Yuna? Apa kamu takut dia akan meminta kamu menggantinya?”

Riti mengangguk, ia kenal Kakak perempuan yang selalu perhitungan sejak kecil. Yuna selalu meminta kompensasi atas barang yang dipakai oleh adiknya sendiri. Ia takut harga gaun itu mahal dan ia tak punya uang. Sedangkan biaya rumah sakit ibunya harus selalu ada, untuk mendapatkan perawatan selanjutnya.

Tama melihat reaksi gelisah di wajah Riti dan tersenyum tipis.

“Ini bukan baju yang mahal, aku bisa memberimu sepuluh gaun seperti ini kalau kamu mau!” katanya.

“Jadi, gaun ini tidak mahal?” Dalam hati Riti berkecamuk, ia ingat bagaimana reaksi Yuna dan ibu tirinya saat pernikahannya tadi, mereka saling melemparkan senyum meremehkan dan menertawakan dirinya.

“Tidak mahal ...,” sahut Tama.

“Aku tidak butuh sepuluh baju seperti ini, tapi kalau kamu punya uang sebanyak itu, berikan saja padaku!” kata Riti, seraya tersenyum, ia berpikir harus pandai memanfaatkan kekayaan Tama, sebab pernikahannya hanya sementara saja.

Tama menggunting baju itu dalam sekali potong dan melanjutkan langkahnya. Ia terlihat kesal, karena merasa dirinya dimanfaatkan. Ia heran, mengapa gadis itu terkesan sangat menyukai uang, padahal terlahir sebagai anak dari seorang kontraktor kaya.

Riti terlihat takjub melihat cara Tama menyelesaikan menggunting bajunya.

Hai! Apa tangannya tidak sakit menggunting lipatan setebal itu dalam sekali potong dengan gunting kecil?

Riti melihat ke bawah, betisnya yang kurus dan putih terlihat dengan jelas. Ia melepas sepatunya dan mulai mengejar Tama, kaki pria itu panjang, hingga beberapa langkah saja ia sudah jauh tertinggal.

“Hai! Hai! Tunggu, apa kamu mau meninggalkan aku sendirian di sini?” serunya.

Tama menoleh dan tersenyum, melihat Riti melepaskan sepatunya.

“Apa kakimu tidak sakit?” tanyanya sambil melihat ke arah kaki wanita yang berjalan dengan cepat untuk mendekatinya. Tama menunjukkan perhatiannya.

“Tidak, aku sudah sering olah raga tanpa alas kaki! Jangan kuatir!”

Riti memang sering melepas sepatu untuk berlari mengejar bis kota agar tidak terlambat untuk bekerja. Selain itu ia juga sering dikejar waktu demi menyelesaikan tugas rumah, tugas kuliah dan sekkaigus merawat ibunya. Terkadang ia pun harus segera menebus obat ke apotek. Ia tidak bisa bersantai setiap harinya.

“Bagus! Ayo ikuti aku, sebentar lagi kita sampai!”

Riti tidak berkomentar, ia berpikir buruk lagi tentang nasibnya yang akan dikurung dan menjadi tawanan pria buas yang berjalan di depannya. Namun, ia harus bersabar sampai hamil, itu akan sangat mengerikan.

Riti bukannya tidak tahu hubungan di atas tempat tidur itu seperti apa, hanya saja ia tak pernah menyangka kalau akan segera merasakannya malam ini juga. Namun, rasa kecewa itu datang tiba-tiba sebab yang akan bergumul dengan dirinya bukanlah Jojo atau Leri, melainkan pria yang baru dikenalnya.

“Apa kamu punya pacar sebelumnya?” tanya Tama.

“Tidak! Bagaimana denganmu, apa kamu punya pacar?” Riti balik bertanya.

“Jangan bicara kalau aku tidak bertanya padamu!”

Riti kembali diam, tidak tahan rasanya kalau tidak bicara, sebab suatu saat nanti ia akan menjadi seorang pengacara. Ia kuliah jurusan hukum dan kalau punya biaya, maka ia akan melanjutkan pendidikan strata duanya. Jadi, dilarang bicara adalah permintaan yang tidak masuk akal sebab wanita tercipta dengan nalurinya yang suka bicara.

“Kamu bisa melanggar hukum karena melarangku bicara!"

“Lalu, apa kamu mau meminta kompensasi kalau aku melarangmu?"

Mendengar pertanyaan itu, seketika Riti tertawa dan membuat Tama terheran-heran karenanya.

“Apa ada sesuatu yang lucu?” tanya pria itu setelah Riti berhenti tertawa.

“Ada! Kamu yang lucu! Jadi, jangan harap aku takut padamu!” Riti menjawab dengan tenang, ia pikir Tama memang sama sekali tidak menakutkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status