“Apakah itu rumahmu?” Riti bertanya setelah melihat sebuah bangunan tembok tinggi dengan satu pintu gerbang dari besi yang tertutup. Ia tidak bisa melihat apa pun yang ada di dalamnya. Rasa penasarannya pun muncul dan ia kembali bertanya.
“Apa itu tempatmu mengurung semua orang yang bersalah padamu? Soalnya rumah itu mirip sekali dengan penjara!"Kali ini Tama menoleh dan menunjukkan senyum di sudut bibirnya.“Menurutmu begitu?” katanya.“Ya!”“Sayangnya kamu salah!” kata Tama sambil meraih tangan Riti dan berjalan lebih cepat.Beberapa langkah sebelum tiba di sana, pintu gerbang itu terbuka, seolah tahu ada orang yang mau memasukinya. Tanpa sepengetahuan Riti, Tama hanya perlu menekan salah satu tombol pada jam tangannya agar para penjaga segera membukakan pintu untuknya.Riti tercengang saat memasuki pintu gerbang, ia sangat takjub melihat rumah yang sangat indah. Pikiran buruknya tentang Tama, nyaris berubah, karena keadaan di sana, sama sekali di luar dugaannya. Apa lagi Tama memegang tangannya dengan erat dan terasa begitu hangat. Ia sama sekali tidak menyeramkan.Setelah sampai di dalam, ada dua wanita yang menyambut kedatangannya dengan ramah.Tama tidak menggubris satu pun dari semua orang itu, kecuali satu wanita paruh baya yang duduk di dekat pintu kamarnya. Ia berdiri setelah Tama dan Riti tiba di depannya.“Apa dia orangnya?” tanya wanita itu pada Tama, setelah melirik wanita di sampingnya.“Ya, biarkan dia tidur malam ini di sini, dan siapkan keperluannya!"Tama memperkenalkan mereka, wanita itu menyebutkan namanya sebagai Sima.“Baiklah, itu mudah!” kata Sima seraya beranjak dan pergi.Namun, Riti tidak melihatnya, hal itu membuat Riti kembali tercengang, ia hampir tidak melihat ke tembok sebelah mana Sima menghilang.Tama membawa Riti ke kamarnya dan membanting tubuh kurus gadis itu ke atas ranjang.“Apa kamu tidak bisa pelan-pelan?” katanya sambil membenahi posisinya.Tama duduk di sisina dan menatapnya tajam dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Aku ingin dengar semua yang dikatakan Ayahmu tentang aku!” katanya, sambil membuka kancing bajunya satu persatu.“Aku sudah mengatakan semua yang aku tahu tentang kamu!” kata Riti seraya memalingkan pandangan, ketakutan mulai menyelusup di hatinya.Ia tidak tahu banyak tentang pria yang telah menjadi suaminya. Namun, ia berpikir seharusnya mereka saling mengenal lebih dalam. Dikarenakan menunggu kehadiran seorang bayi juga tidak akan terwujud dalam waktu sebulan.Tama tertegun, mengingat sejenak saat ia mencatat pernikahannha. Riti bukanlah Yuna. Jadi, mungkin tidak tahu banyak tentang dirinya, ia ingin Riti tidak berpikir buruk padanya.Namun, ia tersinggung saat Riti mengatakan jika dirinya menikah hanya untuk mendapatkan keturunan. Naif sekali hal yang dikatakan Marhen pada istrinya.Walaupun, benar keluarga Brawijaya akan memberikannya warisan jika ia berhasil memiliki keturunan, tapi ia tidak berniat untuk memutuskan hubungan pernikahannya begitu saja.Tama tidak memikirkan warisan, sebab a bisa mendapatkan harta yang senilai dengan tanah yang dijanjikan Kakek Brawijaya kepadanya.Sekali lagi Tama memikirkan tentang kebohongan ayah Riti.Prinsipnya adalah kejujuran dalam bisnis, sekali janji tetap dihitung janji. Jadi, meski ia lebih menyukai Riti, ia tetap harus membuat perhitungan dengan Marhen suatu saat nanti.“Aku bukan anak haram seperti perkataan mereka!” kata Tama, memulai obrolan di antara mereka.“Tapi itulah yang mereka katakan padaku, aku sama sekali tidak tahu!” ujar Riti malu-malu.Tama sadar bahwa isu buruk tentang dirinya sudah menyebar.Brawijaya memberikan syarat pada Tama, kalau mendapatkan warisan dan diakui keberadaannya. Dari isu yang tersebar, mereka yakin Tama tidak akan mendapatkan wanita pilihannya, untuk mendapatkan seorang putra.padahal, tanpa warisan itu pun ia bisa sukses dengan sendirinya. Ia hampir saja menganggap keluarga Brawijaya tidak pernah ada.“Keluarga kakekku mengira aku hidup miskin setelah ditinggal Ayahku pergi, tapi aku dan ibuku bisa bertahan, karena usahaku sendiri,” kata Tama menjelaskan tentang dirinya pada Riti. Hal itu penting agar wanita itu tidak berpikir buruk lagi.“Kamu tahu, ayahku meninggalkan ibuku untuk menikah dengan wanita pilihan Kakek! Tapi, tanpa mereka ketahui, Ayah memberiku sebuah tanah dengan tambang batu bara di dalamnya!" ujar Tama.“Wah, itu mengesankan dan kamu bisa memberiku pekerjaan!!” sahut Riti dengan nada girang.Mendengar ucapan Riti, Tama tidak melanjutkan ceritanya lagi dan memikirkan Riti yang begitu menyukai uang.“Ayo! Lanjutkan lagi ceritamu, tentang bagaimana kamu mendapatkan pacar?”“Aku tidak punya pacar! Aku terus memikirkan bagaimana caranya mengolah tanah itu, dan aku bekerja keras!"“Apa kamu pernah menjadi pelayan seperti aku? Aku harus bekerja keras juga untuk membiayai hidupku!”Tama mengerutkan alisnya cukup dalam tanda ia berpikir tentang, kehidupan Riti yang sebenarnya.Lalu, Tama meneruskan cerita jika ia terus berusaha mendapatkan beasiswa,, hingga memiliki ilmu dan mitra kerja untuk mendirikan perusahaannya. Ia memulai semuanya dari awal, bekerja sama dengan banyak relasi dan orang-orang kompeten, hingga bisa memiliki beberapa perusahaan atas namanya sendiri. “Oh, aku kira kamu berhasil karena dukungan seorang pacar!” kata Riti sambil tertawa.“Apa aku salah menjadi orang seperti itu?” Tama dia meski dia tidak tahan, ia hanya melirik istrinya yang tertawa geli di sampingnya. Riti menahan tawanya saat melihat ibu dan anak yang beradu argumen karena berbeda pandangan. “Riti, bagaimana pendapatmu kalau suamimu kehilangan semua kekayaannya dan kamu terpaksa hidup di desa seperti yang kemarin-kemarin kamu lakukan?” tanya Deliza dengan tatapan serius kepada menantunya. Riti tahu bahwa Tama memang kehilangan kekayaannya selama mereka bersembunyi di desa. Namun, Iya juga tahu bahwa sekarang Tama kembali memiliki semua perusahaannya. “Apa Ibu kira hidup di desa itu susah? Itu tidak sulit, lebih sulit lagi saat aku harus hidup sendiri dan mengurus ibuku!” “Oh!” gumam Deliza, “Maafkan aku soal ibumu, Riti, Aku senang bertemu denganmu, dan aku lebih senang lagi setelah tahu bahwa kamu adalah, anak dari saudaraku!” “Aku mengerti! Tapi, Bu! hidup di desa itu sangat menyenangkan dan di sana semua orang hidup seperti
Tama kembali menemui Riti dan ibunya di rumah sakit yang menjadi rumah mereka. Sementara itu Jasin sudah kembali ke perusahaan dan menenangkan semua pemegang saham. Lalu, ia menyelesaikan masalah di sana satu persatu. Tentu saja ia bekerja sama dengan semua teman dan orang-orang kepercayaan Tama, hingga keadaan Grup Unitama dan perusahaan-perusahaan Pratama, kembali seperti semula. Hando sebentar lagi akan mendapatkan jadwal sidangnya, dan sudah dipastikan hukuman seumur hidup yang akan diterimanya. Kerusakan yang dilakukannya di berbagai tempat, juga memberatkan pasal-pasal yang dituduhkan padanya. Demikian juga Sony ia mendapatkan pengadilan juga, tapi ia tidak di hukum dengan hukuman seumur hidup. Ia mendapatkan hukuman 20 tahun penjara. Wisa sangat bersedih, karenanya, secara tidak sengaja wanita itu mengucapkan kekhawatirannya, “Sony, Bagaimana kalau kamu dihukum selama itu Bagaimana jika terjadi apa-apa denganku dan anakmu Listi?” katanya sambil menangis. Dari
“Kalau begitu, aku tarik kata-kataku kalau dia baik!” kata Riti dan Tama tertawa.“Tidak boleh bilang laki-laki lain itu baik, kecuali aku, oke?” kata Tama sambil mencium istrinya.Setelah itu Tama mengajak Dion pergi ke tempat yang pernah ia gunakan untuk menyekap Sony. Mereka pergi diiringi dengan beberapa pengawal Tama. Tentu saja Jasin ikut bersama dengan mereka. Sony terlihat kurus dan luka-lukanya belum sembuh sempurna, masih banyak bekas luka yang diakibatkan oleh pukulan dari Tama. Pria itu hanya diam dan pasrah akan dibawa ke mana pun juga.Tama langsung membawa Sony ke lokasi yang sudah dibagikan, oleh orang tak di kenal yang menghubunginya. Ternyata ia adalah seorang pria bertubuh kurus yang mengaku sebagai adik sepupu ibunya.Di tempat itu mereka merekam pengakuan Sony dan mengirimkannya pada Brawijaya. Tentu saja disertai ancaman.Mereka ingin agar Hando, anak bungsunya itu, mau mengaku dan mengembalikan semua aset milik Tama yang sudah diambilnya. Jika tidak, maka
Keesokan harinya, Tama memuaskan istrinya hingga seharian penuh, dengan berbelanja di kota. Ia membeli apa pun yang diinginkannya. Terakhir mereka menyewa sebuah salon dan memanjakan tubuh hanya berdua dengan pelayanan VIP yang pernah ada.Riti sangat bahagia dan bersyukur dengan kemanjaan yang diberikan Tama. Sungguh, menghabiskan sepanjang sore dengan dipijat, itu hal yang luar biasa. Apalagi ia melakukannya berdua dengan suami tercinta.Mereka selesai dipijat dan melakukan rangkaian pelayanan di salon sampai puas. Baik Tama dan Riti kini terlihat segar kembali, dan acara di akhiri dengan makan malam. Setelah itu, mereka memutuskan untuk menginap di hotel karena besok akan melanjutkan perjalanan menengok Delizah.Keesokan harinya, saat sepasang suami istri itu tiba di kamar Delisa, yang terdapat di sebuah rumah sakit swasta, mereka melihat wanita paruh baya itu, dalam keadaan baik-baik saja. Riti ingin menghabiskan beberapa hari bersama ibu mertuanya dan sang suami pun setuj
“Bukannya kamu mau berhenti peduli? Atau sebenarnya kamu ini terlalu cerdik, sengaja membuat syarat-syarat itu, karena kamu tahu Hando akan membuat kekacauan?” Jasin balik bertanya.“Jas, aku hanya penasaran! Awalnya aku hanya tidak mau keuntungan proyek kita berada di tangannya semuanya! Enak saja dia!”Jasin pergi dari rumah itu dan kembali ke kota seorang diri, demi memuaskan keinginan Tama untuk mencari informasi. Ia juga untuk sementara tidak mengaktifkan ponselnya. Oleh karena itu ia menemui beberapa orang secara langsung. Dari pertemuan dengan mereka, ia tahu bahwa ada beberapa investor yang ternyata akrab dengan anggota keluarga Prapanca. Mereka ini yang memiliki ide untuk menarik uangnya dan mereka tahu bersamaan dengan kejadian Hando yang pergi ke kantor pusat grup Pratama.Mengetahui hal itu, Jasin senagaja makan malam sambil mengikuti salah satu anggota keluarga Prapanca yang mengadakan pertemuan dengan para pemegang saham ini.Jasin mendengar sendiri strategi mereka
“Ibuku itu sama seperti aku! Jadi untuk apa aku berharap pada keluarga itu?”Tiba-tiba perang kesedihan di hati Tama, dirinya dan istrinya tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama dikucilkan dari keluarganya.“Tapi, Tama! Apa kira-kira yang dilakukan oleh ibu dan Dion, saat kalian bertemu sebulan yang lalu?” Jasin berusaha menginformasikan dugaannya tentang, sikap Dion dan Delizah saat mereka bertemu dikuburan Tina.“Memangnya apa yang bisa dilakukan dua orang itu? Baru kemarin kamu bilang kalau Dion itu bekerja menjadi satpam!”“Ya, dia itu bukan satpam biasa, dia seorang informan juga!”“Kenapa baru bilang sekarang?”“Aku pikir itu tidak penting!” kata Jasin sambil mengingat kembali informasi tentang Dion. Tidak banyak yang ia dapatkan, selain informasi tentang tanggal lahir, orang tua, tempat tinggal dan pekerjaannya. Namun, setelah menyelidiki lebih lanjut, ternyata Dion orang yang hampir sama dengan dirinya. Dahulu, mereka juga pernah bekerja sama, tapi kemudian Dion membat