****
Hari masih pagi buta matahari bahkan belum muncul, namun Oceana sudah bangun dan membersihkan apartment. Setiap hari Oceana melakukan hal tapi karena dia sakit kemarin membuatnya di manja oleh Kenan sehingga dia tidak melakukan pekerjaan apapun.
Oceana sudah menyapu dan mengepel lantai. Dia juga sudah memasak makanan untuk sarapan. Sekarang giliran dia untuk mencuci pakaian.
Oceana sudah mengumpulkan pakaian kotor miliknya dan dia akan mengambil pakaian kotor milik Kenan. Dia membuka pintu kamar Kenan dan masuk, dia tersenyum saat melihat Kenan yang masih tertidur diatas ranjang.
Oceana berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil pakaian kotor. Dia memindahkan pakaian kotor Kenan ke dalam keranjang. Wajah Oceana terkejut saat menemukan sesuatu.
Tangan Oceana bergetar saat memegang hoodie Kenan yang penuh darah. Oceana bingung kapan Kenan melakukannya? Bukankah tadi malam saat dia tidur Kenan juga ikut tertidur?.
"Apa yang ka
****Kepala Kenan berpikir dengan keras tentang seseorang yang meneror Vanetta. Berbagai pertanyaan bersarang dikepalanya, tentang siapa yang melakukan itu dan mengapa harus Vanetta yang menjadi sasarannya.Kenan menghela napas kepalanya sangat pusing. Dia membuka pintu apartmentnya dan terkejut saat mendengar tawa perempuan.Dia melihat kearah runag tengah dimana para gadis tengah menonton film sambil memakan berbagai cemilan. Kenan tersenyum saat melihat Oceana yang begitu ceria, namun seketika senyumnya luntur saat dia menyimpan prasangka buruk kepada Oceana."Lio!!!" panggil Oceana dan langsung berlari menghampiri Kenan, kemudian memeluknya.Kenan membalas pelukan Oceana dengan ragu. Dia menatap Oceana datar namun bibirnya memaksa nya untuk tersenyum walaupun tipis."Urusan kamu udah selesai?" tanya Oceana saat Kenan tak kunjung mengeluarkan suara. Kenan tersentak dan mengangguk."Bagus deh kala
****Setelah Kenan dan Oceana sampai di dalam kamar Kenan, mereka berdua hanya diam sampai akhirnya Kenan menjambak rambut Oceana dengan kuat."Lio, sakit ...," rintih Oceana yang sudah menangis.Kenan menatap rambut panjang Oceana yang sedang dia jambak. Perkataan Vanetta kembali terulang dan dia mendengarnya dengan jelas.Kenan tidak suka ini, dia tidak mau pikirannya mengatakan kalau Oceana lah dalang dari semua ini. Dia akan menjauh Oceana dari semua bukti yang dikatakan oleh Vanetta.Kenan melepaskan jambakannya, dia menunduk memikirkan bagaimana cara untuk menjauhkan Oceana dari semua bukti yang Vanetta katakan. Lagi pula mengapa semua bukti yang Vanetta katakan mengarah kepada Oceana."Aku tanya lagi sama kamu, kemana kamu tadi malam?" tanya Kenan lirih.Oceana tidak menjawab dia malah membuang mukanya enggan menatap Kenan. Kenan mendongak saat tidak mendengar jawaban dari mulut Oceana."Kam
****Dua hari berlalu, namun wajah Oceana tetap pucat. Pandangan nya selalu kosong seperti tidak ada kebahagiaan. Zanna dan Adera bingung mengapa Oceana masih pucat?"Ana," panggil Adera dengan lirih.Oceana menoleh kearah Adera, dia tersenyum membuat Adera juga ikut tersenyum, namun senyum itu tidak pernah bertahan lama."Na, lo kenapa? Lo kok kayak lemes banget sih?" tanya Zanna khawatir. Oceana menggeleng."Bisa tinggalkan gue sendiri?" pinta Oceana pada Zanna dan Adera.Zanna dan Adera saling tatap, jika mereka meninggalkan Oceana sendiri, Kenan akan marah pada mereka dan itu tidak baik untuk mereka."Kita enggak bisa biarin lo sendiri, Na." Zanna menatap Oceana sedih.Oceana menghela napas. "Please ... Sekali aja lagian gue juga dikamar, jendela balkon juga udah dikunci kan. Handphone gue juga udah disita sama Kenan, jadi gue bisa apa? Gue cuma pengen sendiri aja. Please, tinggalkan gue sendiri."Zann
****"Oceana!"Oceana mendongak dan melihat bu Ria yang memanggilnya. Oceana berjalan menuju bu Ria. Bel istirahat sudah berbunyi dan dia tidak tahu mengapa bu Ria memanggilnya."Iya bu, ada apa?" tanya Oceana saat tiba di depan bu Ria.Bu Ria menyerahkan beberapa lembar kertas yang sepertinya adalah contoh soal tahun lalu. Oceana mengambilnya dengan bingung."Tolong kamu fotocopy kan di luar ya soalnya mesin fotocopy sekolah rusak dan sedang diperbaiki," ucap bu Ria meminta tolong.Oceana mengangguk. "Berapa rangkap bu?" tanya Oceana."Masing-masing rangkap dua puluh," jawab bu Ria. Oceana mengangguk."Nih uang nya!" Bu ria menyerahkan beberapa lembar uang kepada Oceana. Oceana mengambilnya dan menyimpannya di saku seragam nya."Saya tunggu di kantor ya," ujar bu Ria dan langsung pergi.Oceana membalikkan tubuhnya menuju tempat duduk nya. "Di suruh ngapain?" tanya Zanna saat Oceana sudah tiba
****Erlan berjalan di koridor rumahnya dengan membawa sebuah nampan berisikan roti sandwich dan segelas susu. Erlan berjalan menuju kamar Oceana.Dia membuka pintu kamar Oceana dan masuk ke dalam. Dia tersenyum saat melihat Oceana yang masih tertidur diatas ranjang. Dia berjalan menuju meja yang terletak tak jauh dari ranjang, Erlan menaruh nampan itu diatas meja.Setelah menaruh nampan berisi makanan, Erlan berjalan menuju horden dan membuka horden itu membuat cahaya masuk ke dalam kamar. Erlan membuka pintu balkon yang sangat besar itu.Erlan berjalan menuju ranjang untuk membangunkan Oceana. Erlan mengguncang tubuh Oceana agar dia cepat bangun.Terlihat Oceana menggeliat diatas ranjang dan tak lama ia membuka matanya dan menatap Erlan dengan kesal. Oceana menarik kembali selimutnya dan membelakangi Erlan, dia kembali tertidur tanpa memperdulikan Erlan.Erlan menghela napas. "Oceana, ayo bangun!" titah Erlan sambil
****Oceana berjalan di belakang Kenan, dia sangat senang karena Kenan mengajak nya untuk pulang bersama. Mereka sudah tiba di dekat motor Kenan.Kenan berniat untuk memakaikan helm kepada Oceana, namun handphonenya bergetar. Jantung Oceana Berdetak dengan cepat saat kejadian ini kembali terulang."Sebentar," ucap Kenan mengambil handphonenya dan melihat siapa yang menelepon.Oceana mengintip layar handphone Kenan dan terkejut saat melihat kontak bernama 'Dear'. Oceana dapat melihat Kenan yang dengan cepat mengangkat panggilan itu.Mata Oceana berkaca-kaca saat melihat Kenan menjauh dari nya. Oceana langsung menghapus air matanya saat Kenan sudah kembali berjalan ke arah nya.Oceana tersenyum menatap Kenan. "Kenapa? Kamu ada urusan lagi ya? Enggak bisa pulang bareng aku?" tanya Oceana membuat Kenan terkejut."Honey, enggak kayak gitu ....""Terus apa? Kalau emang enggak bisa pulang bareng ... Enggak papa kok aku
****Kenan masuk ke dalam kelas nya. Dia sedang memikirkan Oceana, beberapa hari ini Oceana tidak ada di apartment bahkan Oceana berhenti menghubungi nya.Kenan menghampiri Bryan untuk menanyakan apakah Oceana ada mengirim dia pesan. "Bryan!" panggil Kenan membuat Bryan yang memainkan handphonenya menoleh."Apa?" tanya Bryan sambil menaikkan satu alis nya."Gue mau ngomong berdua sama lo," kata Kenan dan langsung pergi.Bryan mengerutkan dahinya bingung, lalu menatap kedua sahabatnya. "Kenapa tuh?" tanya Galan.Bryan mengedikkan bahunya. "Entahlah," jawab Bryan dan langsung pergi mengejar Kenan.Kenan dan Bryan sampai di rooftop, mereka berdiri di dekat pembatas. Bryan menatap Kenan penasaran sedangkan Kenan menatap lurus ke depan."Lo mau ngomongin apa?" tanya Bryan yang sudah mulai bosan."Apa Oceana ada hubungi lo?" tanya Kenan pelan.Bryan mengerutkan dahinya bingung, dia tengah berpikir da
****Sinar matahari yang masuk dari celah jendela menyoroti wajah Kenan yang tengah tertidur diatas ranjang empuk nya. Sinar matahari itu seperti sengaja ingin bermain dengan Kenan.Kenan dengan terpaksa membuka matanya lalu membalikkan tubuhnya membelakangi jendela dan dia kembali memejamkan matanya. Tangan kekar Kenan meraba sesuatu disampingnya. Matanya terbuka saat menyadari kalau Oceana tidak ada disampingnya.Kenan duduk diatas ranjang dan melihat sekeliling kamar, Oceana tidak ada di sini. Kenan terdiam saat mengingat segalanya. Dia menjambak rmabutnya dengan kuat dan menangis."Lo bodoh Ken! Lo bener-bener bodoh!!" maki Kenan kepada dirinya sendiri.Kenan menangis dalam diam, dia menyandarkan tubuh polos nya pada kepala ranjang. Kenan sadar kalau dia telah melakukan kesalahan, dia telah melewati batasan nya.Tangan Kenna mencengkram selimut dengan kuat. Kenan marah, Kenan marah terhadap dirinya sendiri. Rasanya dia ingin