Home / Romansa / Handsome CEO / thirteen; treat you better

Share

thirteen; treat you better

Author: Nrshfms
last update Last Updated: 2021-04-08 19:52:38

Nadiar sedang duduk dengan pipinya yang di simpan di permukaan meja kerjanya, membuat Nadiar harus membungkuk agar kepalanya tersimpan di atas meja. Mulutnya terus berkomat-kamit, sedangkan tangannya mengelus perut rampingnya dengan miris. Nadiar lapar. Nadiar butuh makan. Waktu sudah menunjukan pukul 12 lebih 46 menit, dan sudah seharusnya cacing-cacing di perut Nadiar diberi makan. Namun, apalah daya. Nadiar mempunyai bos yang kepekaannya amat sangat rendah. Lebih rendah dari hanya sekedar kata rendah. Jika ada kata yang lebih rendah daripada kata rendah, itulah kata yang tepat untuk kepekaan Alvis pada keadaan Nadiar.

Nadiar merasa ingin menangis sekarang juga. Kejam sekali ketidakpekaan Alvis.

Membuat Nadiar lapar adalah kejahatan.

Makanan adalah hal yang amat sangat tidak boleh alfa di hidup Nadiar. Jika harus memilih antara ditikung atau tidak di beri makan, Nadiar lebih memilih ditikung daripada tidak di beri makan. Nadiar kan cantik dan punya banyak pacar. Jadi, ditikung bukanlah hal yang besar.

Suara ketukan di pintu membuat lamunan Nadiar terhenti. Ia menegapkan duduknya dan menoleh ke arah pintu. Seorang satpam berdiri di bingkai pintu sambil tersenyum ramah pada Nadiar. Kepalanya mengangguk sekali sebagai kesopanan. "Permisi, mbak."

Nadiar langsung berdiri dari tempatnya dengan tatapan mata memincing ke satpam tersebut. "Ya," balas Nadiar setengah sadar. Karena kini, Nadiar sedang terpikirkan oleh wajah satpam tersebut yang terlihat familier.

Satpam tersebut masih muda, dan kulitnya terlihat putih dan mulus. Mungkin, umurnya sama dengan umur Nadiar. Atau bahkan lebih muda. Entahlah. Yang pasti, wajahnya amat sangat familier. Tangan satpam itu terangkat untuk menunjukan sebuah kantung plastik yang ia bawa. "Maaf. Tadi, ada yang ngirim makanan. Dan katanya, ini atas nama Pak Alvis."

Nadiar mengangguk dengan mulut yang terbuka membentuk huruf 'O'. "Oke, Pak. Sini saya kasihin," ucapnya sambil melangkah keluar dari meja, lalu mengambil kantung plastik berwarna putih itu. "Makasih, ya, mas ...," jeda, mata Nadiar melirik ke arah kartu pengenal satpam tersebut. "... Hengki."

Senyuman Hengki melebar. Lelaki itu kemudian mengangguk sopan sekilas. "Permisi, mbak."

Nadiar mengangguk pelan. "Oke."

Hengki pun berbalik, kemudian berlalu.

Nadiar masih diam ditempatnya dengan alis yang berkerut heran. Ya, sepertinya, Nadiar pernah melihat lelaki itu. Tapi ..., dimana?

Nadiar menghela napasnya karena tidak menemukan jawaban atas pertanyaan di pikirannya. Ia kemudian berbalik dan berjalan ke arah ruangan Alvis. Tangan Nadiar lalu terangkat untuk mengetuk pintu 3 kali.

"Masuk."

Seperti biasa, seruan bernada dingin itu yang di dengar Nadiar lagi. Tangan Nadiar kemudian memegang gerendel pintu, lalu membukanya lebar-lebar. Nadiar masih kesal pada Alvis. Jadi, ia hanya diam di bingkai pintu sambil mengangkat tangannya yang memegang kantung plastik. "Ini, Pak. Ada kiriman. Barusan, satpam yang anter."

Alvis sedang duduk bersidekap ditempatnya. Dan Nadiar harus menggigit bibir bawahnya agar tidak terpengaruh dengan penampilan Alvis kali ini. Kenapa 2 kancing teratas Alvis terbuka? Kenapa dasi Alvis melonggar? Kenapa juga rambut Alvis terlihat acak-acakan? Dan yang paling penting ..., KENAPA ALVIS MAKIN GANTENG??

Nadiar membuang napas, lalu menelan ludahnya dengan susah payah.

"... Nadiar? Kamu dengar apa yang saya bilang?"

Suara dingin Alvis membuat Nadiar mengedip cepat, lalu menatap Alvis dengan linglung. "A-apa tadi, Bos?"

Alvis terlihat menghela napas panjang. "Saya bilang, tolong simpen pizzanya di ruangan sofa saya."

"O-oke," Nadiar lagi-lagi menjawab gugup. Ia harus berdeham dan mulai melangkahkan kakinya ke arah ruangan lain di dalam ruangan Alvis. Sebuah ruangan yang terdapat 2 sofa panjang, 1 sofa untuk seorang dan satu meja panjang yang terdapat di tengah. Disanalah Naidar menyimpan kantung plastik yang berisi pizza.

Eh? Pizza? Satu kenyataan bahwa di dalam sana terdapat makanan, membuat sesuatu terasa bergejolak di perut Nadiar. Setelah itu, disusul dengan suara aneh yang membuat Nadiar harus menelan ludahnya susah payah.

Apakah terdengar? Suara keroncongan perut Nadiar ..., apa di dengar Alvis?

Dengan menggigit  bibir bawahnya dengan gugup, Nadiar menolehkan sedikit kepalanya ke belakang. Melihat Alvis yang sudah berada dekat dengannya, membuat Nadiar melotot dan berjengit kaget. "B-bos ...," jeda, Nadiar kembali menelan ludahnya. "Tadi ..., kedengeran?"

Alvis menyorot datar, lalu mengangguk sekali. Hal itu, dapat membuat Nadiar hampir pingsan di tempat, sedangkan Alvis biasa-biasa saja dan meneruskan langkahnya berjalan ke sofa, lalu duduk di sofa panjang. Suara dehaman dari Alvis lalu terdengar bersahtuan dengan suara kantung plastik yang diturunkan. "Kamu lapar?"

Nadiar hanya menjilat bibirnya dengan gugup, lalu menunduk dalam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari Alvis. Kalau Nadiar menjawab jujur, Nadiar malu. Kalau Nadiar menjawab bohong, sama saja dosa. Jadi, jawaban terbaik adalah diam.

"Lapar tidak?" Alvis kembali bertanya. Dan Nadiar tidak bisa untuk menahan anggukan pelan kepalanya. Alvis ikut mengangguk, mengerti. "Yasudah. Kamu ikut saya makan saja."

"APA?!" Nadiar berteriak tanpa sadar, dan sukses membuat Alvis yang sedang mengeluarkan kotak pizza itu tersentak kaget. Nadiar menutup mulutnya yang menganga, lalu menggigit bibir bawahnya agar tidak tersenyum lebar akibat ajakan Alvis tadi. "Bos tadi nawarin saya?"

Alvis terlihat menenangkan dirinya, lalu mengangguk. "Iya, saya nawarin kamu makan bareng. Itupun kalo kamu mau makan—"

"Mau, Bos! Mau banget!!" Nadiar menjawab cepat dengan semangat. Hampir saja ia melompat kesenangan karena mendapatkan makanan di saat-saat terlaparnya.

Alvis terdengar mendengus. Sebuah dengusan yang terselip kegelian didalamnya. Itu dugaan awal Nadiar. Namun, melihat Alvis yang malah kembali mengangkat 1 kotak pizza dan mengabaikan Nadiar, membuat Nadiar sadar jika tadi hanya khayalannya saja.

Ya, tidak mungkin juga si dingin-judes-yang-cerewet Alvis bisa mendengus geli atas kelakuan Nadiar. Diberikan kelucuan lawakan Sule saja, mungkin Alvis tetap tidak akan tertawa. Alvis benar-benar bukan tipe Nadiar banget!

"Kamu mau makan sambil berdiri?" pertanyaan dari Alvis membuat lamunan Nadiar yang sekejap itu buyar.

"Ya enggak, lah! Dosa, Bos," jawab Nadiar, lalu mendekat pada Alvis. "Geser dong, Bos!"

Alvis mengangkat wajahnya, lalu mengedip cepat pada Nadiar.

Nadiar yang di tatap begitu, mengedikan kepalanya ke arah ruang kosong di samping Alvis. "Geser dikit ke sana."

"O-oh ..., oke." Alvis kemudian menggeser duduknya, dan memberi ruang untuk Nadiar.

Nadiar nyengir lebar, lalu duduk di samping Alvis sambil menatap lapar pada 2 kotak pizza di hadapan keduanya. "Bos ..."

"Hm?"

"Gak akan mesen lagi gitu, Bos? Porsi segini masih kurang buat mengisi kekosongan di perut saya," ujar Nadiar sambil menatap bosnya yang juga menatap pada Naidar.

"Kamu ...," jeda, Alvis berdeham sebentar, lalu mengalihkan tatapannya pada pizza lagi. "Kamu mau nambah makan apa?"

Nadiar nyengir lebar. "Dikit, sih."

"Apa aja?"

"Spageti, gorengan, ciken, sama bakso aja. Udah. Segitu aja."

Alvis menoleh pada Nadiar dengan matanya yang agak membelalak. Namun setelah itu, Alvis berdeham dan mengangguk mengerti. "Oke, kalo gitu. Tar saya suruh satpam depan beliin."

"Uow!! Bos baik banget!!" puji Nadiar, lalu tertawa dan bertepuk tangan dengan antusias.

Kali ini, Nadiar mengetahui fakta lain tentang Alvis. Alvis ini, orang yang bisa dengan mudah membuatnya kesal, sekaligus orang yang juga dapat membuat Nadiar lebih baik dalam sekejap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Handsome CEO   thirty four; bad things

    Langit sudah gelap saat mobil yang Nadiar tumpangi kini berhenti di depan rumah milik Nadiar. Sisa tawa akibat celotehan Nadiar yang direspon menyebalkan oleh Alvis pun, perlahan terhenti. Nadiar tersenyum lebar pada Alvis. "Bye honey, sampai ketemu di kantor!"Baru saja tangan Nadiar menyentuh gagang pintu mobil, suara Alvis yang berseru, "Tunggu!" membuat Nadiar membatalkan niatnya dan menoleh pada Alvis."Kenapa?" tanya Nadiar dengan alis yang terangkat sebelah.Alvis melepaskan sabuk pengamannya, lalu tersenyum miring pada Nadiar. Dan sial, ketampanan Alvis berlipat-lipat! "Aku yang bukain pintunya," ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.BUNUH GUE!! Nadiar tidak bisa merespon kelakuan Alvis sedikitpun. Ia hanya diam saat Alvis keluar dan mengelilingi mobil. Sifat Alvis yang amat sangat jarang Nadiar lihat kini seketika membuat darah Nadiar berdesir. Dan harus Nadiar akui. Untu

  • Handsome CEO   thirty three; always be my baby

    Mulut Nadiar menganga lebar, sedangkan matanya mengedip cepat. Apa tadi? Apakah Alvis baru saja ..., menembak Nadiar? Be my baby, katanya? Nadiar melotot pada Alvis. "Bos ..., tadi, Bos nembak saya?"Alvis tersenyum, lalu menjauhkan wajahnya dari wajah Nadiar. Ia mengangguk mantap. "Ya, saya ingin kamu jadi pacar saya. Kenapa? Kamu menolak?"Nadiar tertawa hambar. "Saya bego kalo saya nolak Bos. Tapi ...," jeda, Nadiar mengubah raut wajahnya menjadi ekspresi tidak mengerti. "Kayaknya, Bos yang bego deh, mau-maunya sama saya. Kenapa? Terpukau sama teori penjahat berhak bahagia, ya? Wah, kalo emang itu penyebabnya, saya udah ngomong kayak gitu di depan Justin Bibier.""Kamu meledek saya?"Nadiar menggeleng cepat sambil menggoyakan tangannya di depan tubuh. "Bukan! Bukan gitu, Bos! Tapi, aneh aja. Kok, Bos bisa-bisanya nembak saya? Kalo saya yang suka Bos rasanya gak aneh. Tapi, saya gak nyangka

  • Handsome CEO   thirty two; versace on the floor

    "Bos, kita sebenernya, mau kemana, sih?"Pertanyaan itu membuat Alvis melirik sejenak ke arah Nadiar yang tengah duduk di kursi samping pengemudi. Matanya berkedip heran, dan bibirnya mengerut akibat penasaran. Ya, setelah mereka menghabiskan makanan dan saling bertukar sapaan selamat tinggal pada Devan-Dizi, Alvis dan Nadiar langsung pergi ke tempat yang ingin dikunjungi oleh Alvis. Dan disinilah mereka. Dalam perjalanan menggunakan mobil untuk sampai ke pantai."Bos, kok perasaan, gak nyampe-nyampe, ya?" Nadiar kembali bertanya, namun, belum juga Alvis menjawab, Nadiar kembali membuka suara. "Bos, saya pengen dengerin lagu lewat radio mobil ini, boleh? Biar gak terlalu sepi, hehe.""Hm," balas Alvis sambil mengangguk pelan. Alvis melihat Nadiar yang mengaduk tasnya, lalu mengeluarkan ponsel dan kabel data.Nadiar langsung menghubungkan radio mobil dan ponselnya dengan menggunakan kabel data. "Mobil Bos bagus

  • Handsome CEO   thirty one; stitches

    "Mana coba mulutnya? Sini ..., am nyam, nyam, nyam. Enak?"Lelaki itu menelan makanannya, lalu nyengir lebar. "Enak!"Mereka tertawa lalu kembali melanjutkan makan.Alvis dan Nadiar kompak menggeleng melihat kelakuan mereka. Sesuai keputusan, Alvis dan Nadiar meluangkan waktu mereka untuk makan sebentar. Namun ternyata, walaupun mereka mengajak Alvis dan Nadiar makan bersama, dunia seolah milik mereka berdua. Sedari tadi, mereka saling suap, lalu saling menghapus remah di bibir pasangannya tanpa mempedulikan orang lain yang menjadi obat nyamuk keduanya.Nadiar menghela napas panjang. "Plis, deh, Dizi, gue yang banyak mantan aja gak pernah, tuh, yang namanya suap-suapan di depan lo."Dizi seolah tersentak. Matanya melotot, sedangkan mulutnya terbuka lebar. "Ya ampyun, gue lupa ada lo di sini! Omaygat! Maaf, ya, sayang."Nadiar ha

  • Handsome CEO   thirty; that's what i like

    Baga$kara : sayangBaga$kara : kita putus aja yaBaga$kara : aku gak tahan pacaran sama kamu 😿🙏😘😘Nadiar GP : serah lu, nyetNadiar GP : waktu putus aja lu manggil aku-kamuNadiar GP : waktu masih pacaran, lu sering banget nistain gueBaga$kara : dihBaga$kara : lu emang nista, kaliBaga$kara : jadi, kita putus nih, yang?😘😘😘Nadiar GP : itu tolong panggilan dan emotnya di kondisikanNadiar GP : yaiyalah, kita putusNadiar GP : mana tahan gue pacaran ama loNadiar GP : ini adalah awal menuju kebahagiaanNadiar GP : BUAHAHAHAHHABaga$kara : kamu emang mantan teranjingBaga$kara : mantan ternista

  • Handsome CEO   twenty nine; sorry

    Basah, dan berat. Nadiar merasa tidak mampu membuka matanya. Ia merasa dirinya sudah bangun dari tidur, namun matanya sulit untuk di buka. Perlahan, Nadiar membuka kelopak matanya sedikit, lalu kembali menutup matanya saat cahaya menyerobot masuk memenuhi penglihatannya. Sekali lagi, Nadiar berusaha membuka matanya saat ada panggilan dari sana sini. Nadiar penasaran, suara siapa dan berapa banyak orang yang memanggilnya. Mengapa terdengar banyak? Ada berapa kira-kira?Mata Nadiar akhirnya sepenuhnya terbuka. Awalnya, penglihatan Nadiar buram, namun setelah berkedip beberapa kali dan melihat siluet yang menutupi cahaya, pandangan Nadiar menjadi jelas dan ia dapat melihat wajah khawatir Bundanya yang berlinang air mata."Nadiar! Syukurlah ..." ucap sang Bunda, lalu memeluk Nadiar dengan erat, hingga Nadiar merasa tubuh bagian atasnya sedikit terangkat. Bunda lalu melepaskan pelukannya, kemudian mengelus pipi Nadiar penuh haru. "Kamu tidak apa-

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status