Langit biru sudah bergantikan senja. Jarum jam sudah bertengger di angka 6 petang. Gadis berambut sebahu itu masih setia berjalan sendiri menelusuri trotoar jalanan yang dilalui para pejalan kaki. Sejumlah mobil, motor dan sebagainya berlalu lalang di arealnya masing-masing. Tapi hal itu tidak membuat Hanna tertarik sama sekali, dia justru sedang terlarut dalam lamunannya.
Namun rupanya, keakraban yang terjalin di antara keduanya malah membuat sang partner menyalahartikan kedekatan mereka saat itu. Dalam sekejap, hubungan persahabatan keduanya pun tercerai berai karena tindakan sang partner yang kelewat batas. Dan karena hal itu, Hanna pun menjadi ben
Dev Pov Gue cuma berusaha buat pasang muka biasa saja di depan Hanna. Setelah insiden gue cium dia di depan warung tadi dan berujung dengan sorakan menggoda dari sebagian pengunjung warung angkringan ini, gue akhirnya berhasil juga bikin Hanna jadi cewek penurut. Paling enggak, dia gak berani menentang perkataan gue lagi kayak di awal. Muehehe.Dengan tundukan kepala dan muka merah padamnya yang menahan malu bercampur emosi, dia pun gak menolak lagi pas gue ajak dia buat tetep makan di warung angkringan ini. Gak ada pilihan lain. Karena sebelumnya, gue sudah buat sedikit kehebohan di lahan orang. Jadi, mana mungkin kalau kita langsung pergi gitu aja, kan?And then, saat ini gue lagi memandang cewek mungil bermuka galak itu yang lagi melahap makanannya penuh napsu. Gue rasa, dia membayangkan makanan itu dengan wujud gue deh. Soalnya, pandangan tajam bercampur sorot pembunuh yang ia tujukan gak p
Author Pov Kota kembang, Bandung.Pagi itu terlihat dua anak manusia tengah berboncengan di atas motor matic sang lelaki yang berperan sebagai pengendara. Sementara seorang gadis berambut panjang sebahu berada di belakangnya sebagai penumpang setia di setiap paginya.Selain hari Sabtu dan Minggu, setiap pagi sebelum jarum jam bertengger ke angka 7, dua insan manusia berseragam putih biru itu selalu bersama-sama menaiki matic hitam-putih milik sang lelaki. Berangkat bersama menuju sekolah swasta elite menengah pertama yang terletak di pusat kota Bandung."Han, sepulang sekolah nanti kamu ada acara gak?" Teriak lelaki bernama belakang Abraham itu pada gadis yang duduk di belakangnya."Kayaknya enggak deh, emang kenapa?" Tanya balik Hanna, gadis berambut lebat sebahu itu.Devano Abraham, dia mengulas senyum kecil di balik helm yang membungku
AUTHOR POV"ARGHTT!!" Panca mengerang kesakitan ketika rusuknya diinjak kasar oleh cowok berambut spike yang berseragam berbeda dengan dirinya.Setelah melewati perkelahian sengit yang membuat dirinya harus kalah, kini Panca pun terkapar tak berdaya di bawah kaki si penyerang."Kenapa? Sakit, eh?" Tanya cowok berambut spike itu semakin menekan rusuknya dengan ujung sepatu sport yang ia pakai, sehingga membuat Panca kembali menjerit tertahan tak bisa melawan."Uhuk uhuk," dia terbatuk, sakitnya bukan main ia rasakan.Sungguh! Dia memerlukan bantuan seseorang saat ini. Setidaknya Dev, ya Panca membutuhkan Dev di saat seperti ini."Cih! Ini bahkan gak ada apa-apanya dibanding sama penghianatan lo terhadap gue," ujarnya seraya membungkuk dan kembali mencengkeram kerah seragam Panca yang sudah dinodai bercak darah.
Bel jam istirahat berdering nyaring. Selepas BuAnke mengakhiri pembahasan fisikanya selama dua jam penuh, beliau pun kini mengemasi peralatan mengajarnya dan melenggang meninggalkan kelas 11 IPA 1. Seketika, semua murid pun ikut berhamburan keluar kelas. Ada juga beberapa orang yang hanya duduk diam di bangku masing-masing. Entah karena malas kemana-mana atau bisa jadi mereka sedang bokek.“Hanna, kamu mau ke kantin?” tanya Bintang seusai mengemasi alat tulisnya ke dalam laci meja.Hanna lantas mengangguk, ia pun baru saja selesai merapikan buku dan bolpoinnya ke dalam laci meja juga, “Mau dong. Lo gimana? Kalo mau ke kantin juga, kita bareng aja sekalian....” ajak Hanna semangat.
Jreng~Aku di siniDi atas awanAku tertawan paras cantik rupawanTak jemu-jemu, aku memandangIngin ku merayu dengarkan aku berlagu....Dev melantunkan sebuah lagu dengan petikan gitar di tangan. Saat ini dia sedang duduk di atas kursi tepat di tengah lapangan yang sepertinya memang sudah dipersiapkan secara matang sebelum memanggil semua penonton yang masih sesama penghuni SMA BIMANTARA juga.Pekikan tertahan dari para siswi penggemar pentolan Bimantara itu tak dapat disembunyikan lagi. Mereka semua bahkan merasa kalau saat ini Dev sedang menyan
"Hanna pulang!" seru Hanna riang kala memasuki rumahnya yang sepi seperti biasa.Meskipun Hanna tahu tidak akan ada yang menyahut seruannya, tapi Hanna melakukannya seolah sudah terbiasa dengan hal itu. Hanna mengempaskan bokong ke atas sofa ruangan tengah, lalu ia merebahkan kepalanya ke kepala sofa.Wajahnya terlihat sedikit semringah, itu disebabkan oleh percakapannya dengan si pentolan Bimantara yang berlangsung di hadapan semua rekan sekolah dari berbagai angkatan.Ya, Hanna tidak sabar menantikan hari esok. Cowok resek bin tengil itu pasti akan menyerah sebelum berperang. Hanna yakin itu, karena menurutnya, menjadi sosok seorang pentolan yang tangguh dan bandelnya tiada tobat akan jauh lebih menyenangkan daripada apapun bagi seorang Devano Abraham. Te
Koridor sekolah tampak lenggang, padahal saat ini sedang jam istirahat. Mungkin, penghuni BIMANTARA sedang bergerombol di kantin sekolah. Maka, tidak heran jika di koridor terlihat kosong hingga tampak leluasa.Hanna dan Bintang tengah berjalan bersisian. Rencananya, mereka juga mau pergi ke kantin. Setelah menyelesaikan dua mata pelajaran yang lumayan menguras otak, kini kedua gadis itu membutuhkan asupan yang bergizi. Setidaknya, dengan begitu, otak mereka akan kembali segar ketika menempuh tiga pelajaran lainnya yang akan berlangsung sehabis istirahat nanti."Eh, Han, sebentar deh!" tahan Bintang menghentikan langkah Hanna tiba-tiba.Sontak, yang ditahan pun menoleh ke sisi kirinya, "Apaan sih, Bin?""Itu...." Telunjuk Bintang mengarah lurus ke satu titik, "Itu Kak Dev, kan?" lirik Bintang tanpa menurunkan telunjuknya.Lantas, pandangan Hanna pun ikut tertarik pada fokus yang Bint
Dev bersembunyi di balik tembok putih, perhatiannya tidak dapat dialihkan sedikit pun dari dua orang yang kini tengah bercanda tawa tak kenal tempat. Sudah hampir setengah jam, ia merelakan kakinya kesemutan saking lamanya berdiri terus di tempat persembunyiannya hanya demi agar ia bisa mengintip apa-apa saja yang Hanna dan sosok cowok asing itu lakukan di kedai bakmie sana. "Bos!" panggil Panca sekaligus menepuk pundak Dev yang langsung terkejut.Si pemilik pundak pun lantas menoleh sambil menatap kesal, "Lo ini, bisa gak sih gak sambil kagetin gue kayak gitu?" omel Dev tanpa ragu.Panca pun hanya tercengir sembari menggumamkan kata 'maaf' di tengah kegiatan ia mengusap tengkuknya asal."Gimana? Lo dapet info apa dari tukang bakmie di sana?""Gak dapat info apapun, Bos. Dia malah bilang, kalo berani ya datengin aja langsung orangnya. Jangan malah nanya-nanya kayak wartawan, gak tau apa