Me and You

Me and You

Oleh:  Channa  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
28 Peringkat
19Bab
1.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Memendam rasa memang menyiksa. Seperti itulah yang dirasakan Rian. Senyum dan suara lembut Liana mampu mengubah hidupnya. Akan tetapi, Beno, sahabat terbaiknya, pun menyukai Liana. Dilihat dari segi manapun, Beno jauh lebih unggul dalam hal memenangkan hati wanita. Mampukah Rian mengungkapkan perasaannya?

Lihat lebih banyak
Me and You Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Vieneze
Mengandung bawang. ceritanya menarik dan bikin penasaran juga baper
2021-07-15 21:12:13
0
user avatar
Maw
Wah keren nih! Emg cinta segitiga dah paling bikin galau😭
2021-07-15 21:05:05
0
user avatar
Murninulis
Team Rian nih 😂
2021-07-15 21:00:08
0
user avatar
Lucy Ang
Wah keren say. Semangat selalu y
2021-07-15 20:42:25
0
user avatar
Vieneze
Semuanya adil dalam cinta dan perang. Lanjutkan lagi thor
2021-07-01 19:11:48
1
user avatar
Pinnacullata
Maju terus jangan nyerah!
2021-07-01 19:09:31
1
user avatar
Crearuna
Demi cinta lakukan saja
2021-07-01 19:07:40
1
user avatar
Nadia
Dari awal baca aja udah seruuuu
2021-06-26 12:19:13
1
user avatar
Pinnacullata
Seru nih aku dukung kamu rian!
2021-06-26 11:35:12
0
user avatar
athena_vivian
Complicated story, triangle love story is always make dizzy....
2021-06-26 11:16:44
0
user avatar
athena_vivian
Tampaknya mengandung bawang tingkat dewi ini..
2021-06-25 21:42:23
1
user avatar
Wiselovehope
Menarik, semangat update-nya ya kak! ^_^
2021-06-25 21:39:36
2
user avatar
Blezzia
❤️❤️❤️❤️❤️
2021-06-25 21:25:39
2
user avatar
Bakasai
Satu hal pasti Ini keren dan alurnya enak diikuti Bikin nagih
2021-05-27 17:17:24
2
user avatar
Kumara
Semangaaaattt
2021-05-22 21:44:25
1
  • 1
  • 2
19 Bab
Prolog
            Seorang pejalan kaki ditatap lampu keramaian. Diteriaki klakson kendaraan. Hening dalam kalbunya tetap menembus tulang. Sakit tapi tak ada obatnya. Dia adalah alasan mengapa tenda-tenda makanan masih menjajakan jualan. Dia juga alasan mengapa malam begitu sepi. Bukan, ini sudah pukul dua dini hari. Sekarang sudah pagi, bukan lagi malam yang menusuk-nusuk.            Diam yang sembunyi, sembunyi dari balik jeruji malam. Kadang ia menusuk jiwa mana saja yang dikehendakinya. Dan selalu berhasil merenggut jiwa hingga mengubahnya jadi padam. Tanpa setitik pun terang yang tersisa.            Terbangun karena alasan yang sama. Terbangun karena mimpi yang sama. Terus menerus hingga pejalan kaki itu acapkali enggan memejamkan mata. Entah apa kesalahannya di masa lalu. Batinnya layu, bahkan sesekali men
Baca selengkapnya
Tidak Terduga
Hari pertama sekolah adalah saat bagi guru untuk berbasa basi, berbaik hati, sebelum akhirnya mereka menjelma menjadi singa atau harimau jantan dan betina yang ganas.“Selamat pagi, hari ini adalah hari pertama kalian menjadi keluarga baru di sekolah ini. Perkenalkan, nama saya Deasy Juwita. Saya akan menjadi wali kelas kalian selama satu tahun ke depan.”Bagiku, semua guru sama, berbaik-baik di hari pertama, kemudian mengganas sampai akhir kehidupan remajaku. Lulus SMA.Anak-anak di kelas sibuk berbaur. Hanya beberapa saja yang terlihat tidak mau tahu dengan suasana itu. Termasuk aku, yang semakin acuh dengan suara bising bercampur tawa. Namun, tiba-tiba dengan refleknya kepalaku menoleh ketika suara keras terucap dari bibir seorang perempuan yang tak asing, Sela, teman SMP yang kebetulan satu kelas lagi di jenjang ini.“Liana!!” teriak Sela. Sela menunjukan ekspresi yang riang. Nama  yang disebutkannya seperti m
Baca selengkapnya
Mengejar Waktu
Hampir semua siswa tidak menyukai pelajaran matematika. Penjelasan yang diberikan di papan tulis tidak mampu aku pahami. Begitu pun Beno. Selain ramah, ternyata Liana juga anak yang pintar. Beberapa anak berkerumun di mejanya dan menanyakan materi yang sangat sulit kami pahami.  Beno bangkit dari kursinya dan menghampiri Liana. “Aku tidak mengerti,” dalihnya membuatku ingin muntah. Ia pintar sekali mengambil kesempatan dalam kesempitan. Liana mengambil pensil dan menuliskan penjelasan yang mudah dimengerti pada buku Beno. “Jadi, kamu harus hafal rumusnya terlebih dahulu. Kalau kamu tidak hafal, sulit untuk mengerjakan soal ini. Masih ingat kan rumus jajar genjang sewaktu di SMP dulu?”  “Ehhhmmm..” Ia kebingungan. Wajar, mana ada siswa yang menyukai matematika. Apalagi anak laki-laki. “Susah juga ya? Kalau aku menulis jawabanmu, sepertinya akan lebih mudah.”  “Ben, kau harus mencoba. Kalau tidak bisa, baru bertanya lagi,”
Baca selengkapnya
Titik Awal
Keributan terjadi di kantin pada saat jam istirahat. Anak-anak bercakap tak beraturan. Hanya satu kata yang kudengar berulang-ulang; Beno.  Aku berlari menuju kantin. Di sana, beberapa guru sudah memisahkan Beno dan Ferdi, senior kami, anak kelas XI.Aku kehilangan momen yang berharga. Seharusnya tadi aku ada di sana saat mereka berkelahi. Pasti akan seru. Perkelahian seharusnya tak perlu dipisahkan.Dari beberapa teman yang melihat kejadian itu secara langsung. Pertikaian itu bermula ketika Ferdi berusaha menggoda Liana.Aku menghampiri Sela yang berdiri teguh di luar kantor guru. Wajahnya was-was. Beberapa kali ia menggigiti ibu jari sebelah kanannya.“Jadi,” aku mulai merangkai kata yang pas karena melihat wajahnya yang begitu cemas. “Apa yang terjadi?”“Kak Ferdi memukuli Beno tadi di kantin.”“Bukannya guru sudah memisahkan?”“Guru datang setelah lima menit Beno dipukuli.
Baca selengkapnya
Dorongan Paling Absurd
Aku terhuyung-huyung. Kurasai bibirku kebas. Aku tersungkur, jatuh, menggelinding melewati beberapa anak tangga. Semua terjadi begitu cepat. Kupikir perkelahian tak ubahnya adegan film yang bisa diperlambat. Seperti yang kukhayalkan sebelumnya. Sepertinya kerikil mengenai wajahku. Mataku terasa perih, pipiku juga, kemungkinan berdarah. Bukan karena pukulan, tapi menggelinding dengan bebas. Berguling-guling beralaskan pasir dan kerikil.“Riannn!!” Liana histeris..Aku bangkit dengan setengah nyawa masih melayang. Langkahku gontai. Meski begitu aku tetap berupaya melangkah. Kuambil tangan Liana yang masih digenggam erat olehnya. Pandanganku sedikit kabur. Menggelinding bukanlah sesuatu yang menyenangkan seperti bermain perosotan. Ini nyata. Aku berkelahi untuk pertama kalinya.“Sudah puas? Tolong lepaskan tanganmu,” kurebut tangan Liana dengan sekuat tenaga. Liana langsung menyembunyikan diri di balik punggungku.Kutatap
Baca selengkapnya
Sakit
Aku menolak ketika Ibu membangunkan untuk bersiap ke sekolah. Mataku terasa panas dan tubuhku juga menggigil. Dengan terpaksa, kuputuskan untuk tidak sekolah meski hati sangat menginginkannya.“Kalau orang tua bicara, makanya didengar! Kamu sakit, Ibu juga yang repot!” Ibu menggerutu sepanjang pagi hingga siang. Aku tak menyalahkan beliau, memang aku yang salah. Hanya saja, telinga ini punya batas dan punya hak untuk merasa bosan jika yang didengarnya adalah topik yang sama.Setelah menjemput Randy, adikku, Ibu membawaku ke klinik.“Kamu jatuh dari motor ya?” tanya dokter seraya membersihkan luka di wajahku.Niatku yang ingin menjawab pertanyaan dokter itu seketika hilang ketika Ibu langsung mengambil alih percakapan itu. “Anak saya belum diperbolehkan untuk mengendarai motor.”“Anak Ibu sudah kelas berapa?”“1 SMA.”“Sudah kelas 1 SMA belum bisa mengendarai motor?&rdqu
Baca selengkapnya
Pencak Silat
Terbangun sebelum alarm berbunyi adalah hal yang langka dalam hidupku. Pagi ini, aku sengaja berlama-lama di kamar. Ingin datang terlambat. Agar Liana menunggu dengan perasaaan was-was di dalam kelas.“Rian! Kalau kamu masih belum siap juga, pergi sekolah saja sendiri!!” teriak Ayah dari lantai bawah karena mulai naik pitam dengan kelambatanku.Sebenarnya aku sudah siap sejak dua puluh menit yang lalu. Berada di kamar hanya untuk menghitung waktu. Pukul berapa biasanya Liana datang. Dia harus datang lebih dulu.Waktunya sudah lewat. Aku segera turun ke bawah. Menyantap nasi goreng sosis buatan Ibu yang rasanya tidak pernah mengecewakan.“Kamu lambat sekali hari ini!” gerutu Ibu.“Maaf, Bu. Aku membersihkan lukaku dulu. Kata dokter kemarin harus benar-benar kering. Ibu dengar kan?”Ibu diam. Alibiku sukses.Di dalam mobil, Ayah menggerutu karena kesiangan membuka toko gara-gara kelambatanku.&
Baca selengkapnya
Jadian
Pukul lima sore, untuk pertama kalinya, aku pergi ke stadion. Seumur hidup, baru kali ini aku menginjakkan kaki di track lari yang berbahan sintetis. Baru kurasakan sensasinya berlari di sini. Saat melangkahkan kaki, seperti ada sesuatu yang melemparkan kakiku kembali ke atas.Berlari di sini tidak lebih melelahkan dibanding di lapangan biasa. Aku jadi paham mengapa banyak orang berbondong-bondong kemari meskipun hanya untuk membakar lemak di tubuh.Karena tidak pernah berlari selain di pelajaran olahraga, aku mulai berlari santai di lima menit pertama. Belum lagi limah menit, nafasku tersengal-sengal. Aku memang buruk dalam olahraga. Waktu SMP, pengambilan nilai lariku pun tidak sebaik yang lain.Dada berdebar hebat. Degupnya terasa sampai menggetarkan tubuh bagian atas. Nafas terasa berada di ujung. Paru-paru seperti menjauh sehingga aku merasa engap ketika menghirup dan menghembuskan.Aku berhenti di tepi. Memegang kedua lutut berupay
Baca selengkapnya
Kosong
Sakit dikhianati teman sendiri baru kurasakan. Meski memang Beno tidak bersalah, karena aku pun tidak mengungkapkan perasaanku yang sesungguhnya pada Liana, hanya saja kupikir ini semua terlalu cepat. Tidak ada satu manusia pun yang bisa menerima secara lapang dada atas kejadian yang kualami saat ini.Pikiran menyedihkan menguasai diri. Aku terlalu pengecut sebagai seorang laki-laki. Bertukar pesan dengannya pun aku segan. Menatap matanya pun aku tak mampu. Apalagi mengobrol dengannya seperti Beno yang sering kali kulihat saat jam sekolah. Tidak mungkin aku bisa melakukannya, aku terlalu pengecut.Riki sudah berbaur dengan anak-anak. Sementara itu, aku mengurungkan niat dan sesegara mungkin meninggalkan ruangan ini tanpa meninggalkan jejak kesedihan yang mungkin bisa terbaca dari tatapan mata atau ekspresiku.Tidak ada lagi alasan yang membuatku semangat untuk datang pagi ke sekolah. Aku menyesal karena tidak membaca pesan dari Beno. Tetapi, jika aku membacanya,
Baca selengkapnya
Bus Terakhir
Wajah pertama yang tertangkap bola mata saat masuk ke kelas adalah Liana. Ia tersenyum lebar. Aku membalasnya dengan senyum lebar pula, meski pedih di hati. “Apa kau bahagia?”Hatiku meraung sangat kencang. Di dalam dada ini, ada sesak yang melekat dan menancap kemudian. Tubuhku seolah tertimpa benda paling berat yang pernah ada.Seandainya saja mental pada tubuh ini lebih berani untuk mendekatinya. Seandainya saja mulut pada tubuh ini berani mengutarakan perasaannya. Seandainya saja jemari pada tubuh ini mampu mengetik obrolan sederhana seperti yang Beno lakukan setiap malam. Seandainya saja tubuh ini tidak terlalu dimanja. Mungkin dia akan memilihku.Kebisingan kelas sama halnya seperti lagu elegi. Aku tidak bisa membedakan mana suara obrolan, mana suara bising, dan mana suara erangan juga amarah di hati. Di kepala, semuanya terasa sama.“Yan,” panggil Beno seketika. Aku terpaksa menoleh, meski jika boleh jujur,
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status