Jantung Audy berdebar tak karuan. Setelah merevisi tanpa mengenal lelah akhirnya kini dia bisa sidang. Beruntung ada tomi yang setia mendampinginya.
"Aku yakin kamu pasti lulus." Ucap Tomi tulus membesarkan hati Audy. Pasca putus dengan Gerald, Tomi semakin gencar mendekati Audy. Air mata Audy tempo lalu menggugah hatinya. Dia berjanji akan membahagiakan Audy selalu. "Aku harap juga begitu." Gumam Audy lirih. Telapak tangannya kini sudah sedingin es. Berulangkali dia mengelus dada untuk menetralkan detak jantungnya. "Masih kurang lima belas menit lagi Audy. Bersiaplah. Tenangkan batinmu. Kamu harus bisa tampil maksimal." Peringat Tomy penuh perhatian.Audy mengangguk pelan. Ia menarik nafas panjang berulangkali, mencoba menghilangkan kegugupannya."Kenapa menatapku seperti itu?" Tanya Audy yang salah tinggkah diperhatikan Tomi sedemikian rupa.Tomi tersenyum simpul. Lantas menggeleng singkat. "Memangnya tiHendra samar-samar mendengar gumaman Audy. Rasa keingintahuannya seketika muncul. Tidak biasanya Audy mengumpat, hal apakah yang membuat anak gadisnya berbicara seperti itu?."Audy! Apa ada yang kamu bicarakan tadi?" Tanya Hendra, membuat dua wanita itu seketika mematung ditempatnya.Langkah kaki Audy terhenti, ia memutar badannya menghadap sang ayah. Diliriknya pula Della yang juga ikut terdiam.Audy tampak menimbang dalam hati. Apakah ini waktu yang tepat untuk memberi tahu ayahnya tentang kelakuan busuk Della?."Ayah, mungkin Audy sedang menghafalkan lantunan lagu." Ujar Della saat Audy tak kunjung bersuara yang semakin membuat Hendra curiga."Uhh ... Dasar wanita rubah. Sampai kapan kamu akan berakting." Desah Audy dalam hati, lidahnya terasa kaku untuk mengungkapkan kebenaran."Bunda, ayah tanya pada Audy." Kesal Hendra yang tak kunjung mendapat jawaban.Della menatap Audy dengan seksama. Terpancar jelas dari
The Forest by Wyl’s, kafe yang terletak di Jakarta Selatan dengan nuansa begitu romantis semua sudutnya begitu cantik.Setelah berdebat dengan Audy, Della melajukan mobilnya untuk bertemu dengan Gerald di kafe. Della merasa senang katanya Gerald akan memberikan kejutan untuknya."Del,"panggil Gerald saat Della sudah sampai, Gerald sengaja menunggu Della di parkiran. Karen ingin menutup mata indah milik Della."Ger, kamu sudah sampai. Kejutan apa yang ingin kamu berikan?" Tanpa menjawab pertanyaan Della Gerlad langsung menutup mata Della dengan kain berwana hitam.Gerald menuntun Della masuk kedalam kafe. Disana sudah ada tim sukses Gerald. Satu ruangan indoor disewa Gerald, ruangan itu disulap begitu indahnya. Bunga segar menghiasi ruangan itu terlihat juga gambar love yang dibentuk dari bunga mawar merah.Perlahan-lahan Gerald membuka kain yang menutupi mata Della. Della tercengang saat melihat pemandan
Gerald dan Della meninggalkan kediaman purnama.Menyisakan mommy Mika dan juga Audy. Mereka tidak menyangka jika Gerald lebih memilih wanita itu."Mom," panggil Audy sembari memberikan sentuhan hangat pada mommy Mika."Audy, maafkan anak mommy.""Mom, tidak usah merasa bersalah. Aku sudah ikhlas dari dulu dan aku juga tidak ingin menikah dengan Gerald, Mom. Hatiku sudah tidak bisa menerima luka yang dia torehkan." Audy berucap dengan berlinang air mata. "Terimakasih sudah menerima Audy.""Audy," panggil mommy Mika lirih, dia tak sanggup melihat calon menantunya itu menangis. "Kenapa kamu harus berbohong, kenapa tidak cerita pada mommy.""Maaf, mom. Audy egois! Audy hanya tidak ingin kehilangan kasih sayang yang mommy berikan. Audy menginginkan itu."Mommy Mika memeluk erat tubuh Audy. "Menikahlah dengan Gerald. Mommy akan membantu mu." Bujuk mommy Mika."Tidak, mom. Ak
Hendra, Della dan Audy pergi ke ruangan dokter obgyn untuk memastikan apakah diagnosa yang dikatakan dokter di IGD tadi benar atau tidak.Ruangan yang bertulis nama dokter Marta, SpOG. Della Memeriksakan perutnya. Jari lincah dokter Marta memegang alat USG disana juga ada layar kaca seperti televisi yang langsung melihatkan kondisi didalam perut Della."Baik pak, disini terlihat seperti gumpalan darah ini disebut juga dengan embrio. Kandungan ibu Della juga baik. Usia kandungannya sudah 4 Minggu atau dengan kata lain 1 bulan." Jelas dokter Marta sambil menunjuk ke layar televisi.Hendra takjub dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan dokter Marta dengan penjelasan nya."Terimakasih Dok," ucap Hendra. Ia lalu mendekati Della, menciumi kening Della. Sebagai tanda ungkapan rasa syukur.Della tersenyum kikuk, matanya tertuju pada Audy. Disana Della melihat betapa Audy bersorak penuh kemenangan."Jan
Gerald mempercepat langkahnya keluar ruangan. Pikirannya kini hanya terfokus pada Della. Dirogohnya kantong saku celananya, lalu dia mengambil benda pipih yang terselip disana."Aku tak akan mempercayai kata-katamu gadis ceroboh."Gerald menggeleng tegas. Segera dia membuka kunci ponsel lalu mencari nomor Della disela langkahnya menuju halaman kantor dan memanggil taxi.Berulang kali Gerald melakukan panggilan. Namun, sayang tetap tak ada jawaban. "Kemana kamu sayang." ucap Gerald lirih."Maaf pak, kita akan kemana?" Tanya supir taxi yang belum mendapatkan perintah.Gerald menimbang-nimbang kemana dia akan pergi sekali lagi dia mencoba untuk menelpon Della. "Angkat Della!" gumam Gerald sambil mengetuk-ngetukkan jari tangan ke pahanya."Kita ke jalan kenangan." Perintah Gerald yang mendapatkan anggukan dari sopir taxi.Gerald beruntun mengirim pesan untuk Della. Dia berharap ada jawaban disana. Se
Prok... prok...prokSuara tepukan tangan riuh terdengar dari beranda rumah. Seorang gadis tampak sedikit mempercepat langkahnya untuk menahan kepergian Gerald yabg hampir mencapai batas pagar."Ah, aku tak menyangka. Selain brengsek kau juga tidak punya hati rupanya!" Suara serak khas menahan tangis terdengar menggelegar, memecahkan kesunyian di siang hari hari yang terik.Gerald tersentak kaget Suara yang sangat familiar di gendang telingan nya. Membuat ia urung hendak pergi."Apa maksudmu, Audy?"Iya, suara itu adalah suara milik Audy stepani. Seorang gadis yang berusaha untuk tegar agar tak menetesakan air mata saat tau ada seseorang yang tega akan membunuh janin calon adiknya.Usai mendapatkan telepon dari mbok Ani yang tak sengaja mendengar percakapan Gerald dan Della, Audy lantas bergegas untuk pulang dan berniat menemui Gerald."Jangan pura puran bodoh Gerald. Tentu saja kau yang sangat paham dengan maksud ku.
Hari demi hari telah terlewati. Gerald yang menunggu kabar dari Della tak kunjung ada berita. Pekerjaan yang kemarin dilamar pun tak ada kabar."Astaga Della. Kamu benar benar menguji kesabaranku." Seru Gerald yang kini tengah berjalan tak tentu arah. Dirinya sekarang sudah persis seperti gelandangan.Uang ditabungan yang dimilikinya pun sudah habis. Ha cukup untuk makan sehari hari. Mommy mika tak main main dengan ancamannya. Dia tak hanya mengusir Gerals dari rumah maupun memecatnya untuk bekerja diperusahaan. Tapi dia juga mencabut semua fasilitas yang dimiliki Gerald.Terik matahari semakin membakar kulit, Gerald semakin melebarkan jangkah kakinya mencari tempat berteduh."Mau cari kerja dimana lagi ya?" keluh Gerald pada dirinya sendiri. Sudah puluhan perusahaan yang telah dimasukinya, dan puluhan kali pula dirinya ditolak.Satu-satunya harapan ada pada Della. Dia berharap Della segera menghubunginya dan mau me
Gerald menatap pantulan dirinya di cermin. Kedua sudut bibirnya mengembangkan senyuman. Hari ini adalah hari pertamanya kembali ke kantor, sudah sejak pukul enam pagi Gerald berdandan rapi.Gerald menyisir rambutnya dengan tangan. Setelah yakin dengan penampilannya, Ia pun melangkah menuju meja makan untuk sarapan."Sepi," Gerald menyapukan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, mencari keberadaan Mommy dan daddy nya."Aden cari Tuan dan Nyonya?" tanya mbok Irna yang paham gelagat tuan mudanya."Iya. Mereka kemana Mbok?" balas Gerald disela dirinya yang menunggu mbok Irna menyiapkan sarapan."Nyonya sudah pergi sejak pagi. Dia bilang sedang ada urusan mendadak sedangkan Tuan, sepertinya masih di kamar."Gerald menaikan satu alisnya. Merasa heran dengan sikap mommynya. Tak biasanya dia pergi sepagi ini, apa lagi tanpa memberi tahunya.Kedua alis Gerald bertautan. "Urusan apa?""Emm, maaf