Seorang pria denga setelan jas rapih berwarna hitamnya terlihat sedang memandangi arloji dipergelangan tangannya untuk kesekian kalinya jika dihitung – hitung, tangannya begitu gelisah mengusap bagian wajahnya sedari tadi. Orang dengan seguang kesibukan seperti dia ini memang tidak pantas dibuat menunggu seperti ini, seperti kata pepatah waktu adalah uang. Sangat pas untuk seorang pebisnis seperti dia ini.
“Maaf yah, karena dia membuatmu menunggu seperti ini.”Pria itu menatap seorang wanita yang duduk tak jauh darinya dengan sorotan mata yang seakan mengmpat sial dengan siatuasi yang ia hadapi sekarang.“Aku baru saja menghubungi Arzano da-““Maaf membuatmu menunggu.”Tanpa mengubrisku pria bertubuh jangkung itu langsung saja berdiri dari duduknya, sikapnya itu sangat memperlihatkan jika saja ia Sudha begitu sangat kesal.“Karena dia sudah datang, jadi langsung saja perlihatkan semua yang paling terbaik disini.”Wanita kepala butik itu langsung sigap bergegas bersama dengan karyawan butik lainnya, mereka mengelukan semua dress terbaik mereka untuk kami berdua.“Jika bukan karena Queen mungkin aku sudah sejak tadi pergi dari sini, karenamu aku harus menunggu dan membuang semua waktuku yang berharga hanya untuk melihat pakaian pengantin untuk sebuah pernikahan yang tidak akan pernah ada artinya.”Aku tersenyum tipis mendengar itu pengakuan itu. “Kau pun juga bodoh karena memilih mendengarkan Queen.”“Dan kau akan melapor pada ayahku jika aku tidak pergi melihat pakaian pengantin kita atau apalah itu alasanmu.”“Itu artinya ayahmu tidak benar – benar mempercayaimu sepenuh, karena masih memilih mempercayaiku. Tahu begitu kau harus belajar dariku, belajar tentang bagaimana caranya agar bisa dipercayai oleh orang lain, belajar tentang begaimana cara mengungkapkan perasaanmu yang sesuangguh tanpa harus berbohong.”“Kau jang-““Kau tahu akan menunggu lama kenapa tidak kau lakukan saja dengan Queen, kenapa harus menungguku. Jangan kau lakukan jika kau terpaksa, toh yang seharusnya menikah dan memilih pakaian pengantin sudah jelas adalah kalian berudua. Aku sama sekali tidak masalah.”Nathaniel menatapku dengan sorot mata tajam seolah – olah akan menggoyakkan aku yang ada tepat dihadapannya ini. “Aku tidak tahu sebenarnya permainan apa yang sedang kau mainkan.”“Ehh nona Tamara ini ada beberapa pilihan gaun yang sudah dipersiapkan, nona silahkan memilih yang nona suka.”Wanita kepala butik dan beberapa karyawan butik lainnya membawa beberapa dress dan memperlihatkannya padaku, dari semua pilihan gaun indah itu tak ada satu pun yang memubuatku tertarik. Semau terliaht biasa untuk aku yang sedari dulu tidak pernah merasakan sesuatu yang aku sukai, aku terbiasa untuk tidak menyukai seuatu apa pun itu.“Menurut anda yang terbaik dan langsung saja ukur tubuhku, aku tidak bisa berlama – lama disini.” Ujarku pada kepala butik itu.Sesuai dengan perintahku tadi aku ingin semuanya secepatnya selesai, seperti saat ini aku sudah berada melihat diriku didepan cermin besar ini dengan gaun putih cantik dan elegan ini. seperti itu yang dikatakan orang – orang yang ada diruangan ini. “Cantik”“Wah nona Tamara sangat cantik dan sangat cocok dengan gaun ini.”Mereka semua berdecak kagum melihatku memakai gaun pernikahan ini, sementara aku tersenyum jahat dalam hati. Yang jika saja Queen ada disini melihat dan mendengar orang – orang ini memujiku, mungkin dia akan menjadi sangat kesal dan ingin segera mencabik – cabikku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana lucunya wajah kesalnya itu jika sedang sirik denganku, sosot matanya memerah seakan ingin menangis, nafasnya menjadi tidak teratur, wajahnya seakan emosi dan ingin meluapkan kemarahan dan ketidak terimaannya lalu kemudian dia akan menampilkan wajah sedih tidak berdaya dihadapan semua orang.“Jika sudah selesai, tolong segera lepaskan gaun ini.”“Tapi nona apa anda tidak ingin memperlihatkan ini pada tuan Damian?”“Tidak.”Jawaban singkatku membuat kepala butik itu menunduk dan segera membukakan gaun iu dari tubuhku, persetan dengan semuanya. Memangnya aku peduli, aku sama sekali tidak peduli dengan semua ini.Aku bergegas keluar dari ruang itu sekejab langkahku terhenti melihat pria bernama Damian Frendrick Diego itu, pria yang akan menikah denganku dan akan menjadi suamiku. Dia sedang memasang tuksedo yang akan ia kenakan untuk dihari pernikahan nanti.“Aku selesai.” Ucapku yang kemudian berlalu pergi meninggalkannya.Damian menatap Tamara melenggang pergi dengan tatapan yang tak dapat diartikan, namun jelasnya saat ini ia begitu sangat marah dan tidak terima dengan sikap calon pengantinnya itu. bagaimana tidak, ia datang dengan begitu sangat terlambat lalu pergi dengan cepat tanpa kejelasan seperti ini. ia benar – benar tidak mengerti dengan apa yang pikirkan wanita itu.Jika saja buka karena malam dimana semuanya terjadi Damiam tidak akan pernah membuang – buang tenaganya untuk merasakan emosi karena wanita yang telah mejebaknya itu. justru hari ini adalah hari yang spesial untuk dia dan juga Queen karena akan memilih gaun pernikahan yang cocok untuknya.Cahaya matahari dimusim semi pagi itu perlahan mulai memasuki ruang kamar lewat celah – celah dan jendela kaca yang terbuka lebar tirainya, suasana pagi itu sangat damai sekali bunga- bunga mulai bermekaran karena mendapat energi dari cahaya matahari serta burung – burung kecil berkicauan seakan tengah beryanyi gembira untuk menyambut pagi.Sangat nyaman untuk semua orang bersantai sambil menikmati secangkir kopi atau teh hangat untuk memulai hari, tapi berbeda dengan suasana yang terjadi di Villa keluarga Noa ada saat itu. begitu sibuk mengurus segala persiapan dari acara sakral yang beberapa menit lagi akan segera dimulai.Tamara menatap datar pantulan dirinya dicermin meja rias itu dengan beberapa penata rias dibelakang yang begitu sibuk untuk mempercantik dirinya. Sedari tadi para penata rias itu tiada hentinya berdecak kagum melihat dirinya dan mengatakan bahwa Tamara begitu sangat cantik, seperti layaknya seorang putri.Tamara sangat tidak suka mendengar mereka berkata seperti i
Memang sudah tidak ada yang bisa Tamara lakukan untuk ia bisa terlepas dari semua ini, karena kenyataanya sekarang ia tengah berdiri tapt didepan altar dengan mengenggam sebuket bunga putih yang akan menjadi simbol dari suci dan sakralnya acara pernikahannya ini, dibelakang sana sudah dihadiri banyaknya tamu undangan dari pihak keluarga Noa dan keluarga Diego juga dari kalangan kolage bisnis keluarga mereka.Seperti yang dikatakan neneknya tadi Tamara harus bisa tersenyum dihadapan semua orang, sama halnya dengan anggota keluarga lain yang terlihat tersenyum bahagia namun sebenarnya dibalik senyum bahagia mereka itu terdapat rasa marah dan tidak suka yang sangat besar. Karena bagaimana pun yang merea inginkan adalah Queen, adiknya yang seharusnya di posisi Tamara.Tamara berjalan menuju altar dengan didampingin oleh ayahnya, bisa ia lihat bagaimana tampannya Damian di sana yang sudah menunggunya. Sekejab Tamara terpukau dengan ketampanan calon suaminya itu, memang sudah momen inilah y
Pagi hari itu seorang waita sudah begitu sibuk bergulat dengan berbagai peralatan dapur, ikut bebaur dengan beberapa pelayan disana. “Nona tidak perlu repot – repot seperti ini, biar saya saja yang menyiapkan sarapan pagi.” Ujar Harry pada sang majikan.“Jika bibi tidak keberatan bibi bisa membantu saya atau pun menyuruh pelayan lain, karena saya tidak dapat berhenti dari pekerjaan yang sedang saya lakukan.” Balas Tamara dengan begitu fokusnya menyusun beberapa toping di atas lapisan roti itu.”“Tapi bagaimana jika tuan muda keberatan.” “Pria itu tidak akan pernah peduli denga napa yang aku lakukan, jadi tidak perlu khawatir.” Ucap Tamara dengan melempar senyuman pada Harry.Melihat majikannya itu yang tetap kekeuh dengan pendiriannya, Harry tidak dapat berbuat apa pun selain dengan ikut membantu sang majikan seperti apa yang diperintahkan. Namun siapa sangka jika jika majikannya itu begitu telaten memotong segala bahan yang dibutuhkan dan menyusunnya dengan rapih. Seperti jika hal
Ditengah suasana hangatnya kebersamaan keluarga yang tengah menikmati sarapan pagi di meja makan mereka, seketika berubah saat melihat putri pertama dari keluarga itu datang dan tengah menyaksikan betapa bahagianya mereka.Beberapa menit setelah Damian pergi ke kantor, aku sendiri memutuskan untuk kerumah orang tuaku berniat mengambil beberapa barang – barangku yang bagiku sangatlah penting. Namun nyatanya disana tak ada sambutan hangat melainkan hanya sebuah tatapan risih, ntah bagaimana lagi harus menjelaskan seperti apa yang aku rasakan melihat keluarganya itu seakan terganggu dengan kehadirannya, haruskah mereka menatap aku seperti orang asing yang tiba – tiba datang, layaknya seorang tamu yang tak di undang. Mereka semua menatapku dengan tatapan yang tak layak, pribadi siapa yang tak sakit hati dengan perlakuan yang seperti itu.“Ada apa, pagi – pagi ke kesini?” Tanya tuan Arzano setelah ia meneguk habis kopi hangatnya.“Aku datang untuk mengambil beberapa barang saja, maaf jika
“Aku dengar kau pulang kerumah dan membuat masalah lagi disana.”Aktifitasku yang sedang menata makanan di atas meja terhenti saat mendengar suara dari atensi itu, seperti suamiku ini memang sangatlah peduli dengan keluargaku.“Masalah?.... Masalah apa yah?”Damian yang baru saja pulang kantor itu tak langsung mengistirahatkan dirinya melainkan langsung menghampiri sang istri yang sedang sibuk di dapur bersama dengan pelayan – pelayan disana.“Kau mengatakan sesuatu yang buruk pada Queen.”Tamara tersenyum simpul mendengar itu, memangnya pria mana yang tidak keberatan jika kekasih tercintanya diperlakukan tidak baik oleh orang lain, tapi Tamara tidak melakukan hal seperti yang apa yang tuduhkan.“Sesuatu yang buruk, seperti apa yah aku tidak merasa melakukan itu. memang benar aku pulag kerumah orang tuaku dan hanya mengambil beberapa barangku yang ketinggalan saja.”“Tapi Queen tidak mungkin berbohong.”Tamara menyunggingkan senyumanm, tentu Damian akan lebih memilih percaya dengan ke
“Tamara, untuk kali ini kau harus mengalah dengan adikmu.”“Ibu aku ingin gaun ulang tahunku jelek, aku gaun milik kak Tamara.”“Tapi ibu, gaun ini Tamara yang pilih Tamara suka dengan gaun ini bu.”“Tamara, gaunnya untuk Queen saja yah, nanti kamu pakai gaun punya Queen. Kasihan Queen.”....“Ibu ayah, Queen juga mau jadi juara satu disekolah.”“Kalau begitu belajar yang rajin yah seperti kak Tamara.”“Tapi Queen tidak bisa seperti kak Tamara.”“Tamara, mulai sekarang kamu yang harus mengerjakan tugas sekolah Queen. Kasihan Queen dia tidak bisa terus – terus belajar karena takutnya kelelahan.”“Tapi ayah, Tamara juga ada banyak tugas sekolah.”“Tugas sekoalh Queen lebih penting, pokoknya ayah tidak mau tahu mulai sekarang tugas sekolah Queen kamu yang kerja sama juga kamu harus bantu Queen saat ujian. Kasihan Queen ingin dapat juara satu di sekolah.”....“Tamara, kamu itu adalah kakak. Jadi kamu harus mengalah pada Queen.”“Kak Tamara jahat ayah, dia tidak mau mengalah padaku.
Seperti biasa di hari pagi – pagi sebelumnya Tamara sudah akan memulai aktifitasnya di dapur membuat sarapan dibantu dengan beberapa pelayan lain. Kehidupanya terus berjalan sebagai seorang istri yang tak pernah di anggap oleh suaminya, tepatnya hari ini pernikahan mereka sudah berjalan empat bulan. Namun tiada yang berubah sama sekali, yang ada hanya keduanya semakin mengacuhkan satu sama lain. Kedua suami istri itu seakan memiliki kehidupan mereka masing – masing, apa lagi sekarang Tamara resmi bekerja sebagai seorang guru di taman kanak- kanak yang tak jauh dari rumah. Tamara menyajikan nasi goreng buatannya di atas kedua piring lalu kemudian meletakkan di atas meja makan, juga disana Damian sudah duduk dan menunggu sarapannya. Pelayan yang menyaksikan interaksi mereka berdua hanya bisa diam dan menatap miris kedua majikannya ini yang bersikap seperti orang asing. Makan berdua di meja makan namun tak ada sedikit pun pembicaraan yang dapat menjembatangi terjadi sebuah interaksi kec
“Kandungan anda baik – baik saja, dia sehat.”Tamara menatap haru gambaran bayinya di layar monitor sana, setiap kali ia melihatnya hatinya seakan menerima sebuah sentuhan. Sentuhan yang begitu tulus sampai Tamara tak mampu untuk menahan rasa bahagia campur haru dalam hatinya.Tamara dengan cepat menghapus air matanya setelah dokter itu berbalik padanya dan berpura – pura tampak terlihat biasa saja, padahal raut wajah bahagia tiada tara diwajahnya itu terlihat begitu jelas percuma saja ia sembunyikan seperti itu.“Anda tidak perlu malu – malu seperti itu, justru ini adalah hal yang wajar. Lagi pula wanita mana yang tidak akan bahagia jika mengetahui bayi dalam kandungannya tumbuh dengan baik dan sehat. Saya malah senang jika anda terlihat menjaganya dengan baik.” Ujar dokter itu sambil tersenyum melihat Tamara.Tamara mulai beranjak dan kembali merapikan penampilannya. “Suami anda tidak pernah datang menemani anda yah, padahal saya berharapnya suami anda juga bisa datang dan melihat