Share

Bab 4 . Menuju Gerbang Neraka

Malam itu, Jenna duduk termenung. Berpikir, apakah ini keberuntungan? Sepertinya begitu. Selama hidupnya, Jenna tidak pernah memiliki keberuntungan sebesar ini. Siapa yang menyangka, ia akan menjadi Nyonya Muda Kim? Jenna yakin, perlahan Leonel Kim akan mulai mencintainya. Ya, Jenna wanita polos yang percaya akan cinta sejati atau dongeng akan kisah Cinderella. 

Namun yang tidak disadari, Jenna melangkah penuh percaya diri menuju gerbang neraka. 

***

Keesokan paginya, seorang wanita paruh baya, melangkah masuk ke dalam ruang rawat di mana Jenna berada. 

"Perkenalkan saya Yura, asisten Tuan Besar Kim. Hari ini, aku akan menemani Nona pergi ke kediaman Kim untuk melakukan pertemuan keluarga," jelas Yura sopan. 

Tuan Leonel Kim tidak mengangkat panggilan telepon dari sang ayah. Seperti dugaan, karena ini hari Minggu maka Tuan Muda masih tidur, setelah kemarin malam pulang dalam kondisi mabuk berat. Mau tidak mau, Tuan Besar Kim yang akan mengurus calon menantunya itu. 

Yura mengurus semua administrasi rumah sakit dan mengantar Jenna kembali ke apartemen mungilnya yang berada di pinggir kota. 

"Aku akan menunggu di mobil. Keluargamu dapat ikut serta, sebab kediaman besar Kim berada di daerah puncak," jelas Yura sebelum Jenna turun dari mobil mewah ini. 

"Aku tinggal sendiri," ujar Jenna dengan tangan yang berhenti menahan pintu mobil. 

"Kamu tidak memiliki keluarga?" tanya Yura kembali. 

"Ada nenek, tetapi beliau tinggal di panti jompo," jelas Jenna jujur apa adanya. 

"Baiklah, jika begitu kamu dapat pergi sendiri ke kediaman besar dan aku akan mengatur waktu agar Keluarga Kim dapat pergi menemui nenekmu," jelas Yura yang merasa iba dengan wanita itu. 

"Terima kasih."

Jenna turun dari mobil, setelah berterima kasih. 

Lalu, buru-buru mandi dan bertukar pakaian. Mengenakan gaun putih, yang merupakan pakaian paling indah yang dimilikinya. 

Tidak mampu menekan rasa senang yang membuat bibirnya selalu tersenyum. Bagaimana tidak, kemarin Jenna baru khawatir akan kehamilannya. Namun, pria itu langsung bertanggung jawab dan bersedia menikahinya. 

Apakah ini awal dari perubahan hidupnya? Jenna Ren yatim piatu, yang diasuh oleh sang nenek. Nenek sendiri, bisu dan tuli, yang cukup sulit membesarkan dirinya, tetapi nenek berhasil. Mereka saling bergantung, sebab tidak lagi memiliki anggota keluarga yang lain. 

Jenna tidak sabar ingin segera mengabarkan tentang kabar bahagia ini.

Mengenakan terusan putih, bahan brukat selutut, Jenna mengeringkan rambut panjangnya asal. Setelah kering, rambut panjang itu diikat model ekor kuda, memoleskan pelembab bibir, selesai. Penampilannya sederhana, uang yang didapat sebagian besar disisihkan untuk sang nenek. Jenna tidak dapat merawat sang nenek, karena harus bekerja mencari nafkah, maka memutuskan untuk menempatkan nenek pada panti jompo terbaik di kota ini. Jenna berharap setelah menikah, ia dapat mengajak sang nenek tinggal bersama. 

Harapan itu membuat Jenna bahagia dan buru-buru kembali ke mobil, di mana Yura berada. 

"Sangat cepat," ujar Yura apa adanya. 

Jenna hanya tersenyum menanggapi komentar wanita itu. Mereka tidak lagi berbicara dan mobil melaju pergi, meninggalkan apartemennya. 

Mobil berbelok masuk ke gerbang yang besar dan Jenna tertegun. Halaman rumah begitu luas dan ada beberapa staff keamanan yang berjaga. Seketika, Jenna merasa berkecil hati, saat sadar akan kesenjangan sosial antara dirinya dengan Leonel Kim. 

Mobil berhenti tepat di depan rumah, lebih tepatnya disebut gedung bergaya Eropa, amat indah dan megah. 

Yura turun dan Jenna mengikutinya. Beberapa pelayan membukakan pintu dan menyambut kedatangan mereka.

"Ayo," ajak Yura saat mereka tiba di depan pintu ganda kayu yang kokoh berukiran rumit. 

Tok tok tok! 

Yura mengetuk pelan, sebelum membuka pintu dan melangkah masuk, diikuti oleh Jenna Ren. 

"Selamat siang Tuan dan Nyonya Besar Kim. Selamat siang Tuan Logan," sapa Yura sopan, sebelum meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan Jenna yang berdiri kaku, di tengah ruangan. 

"S-Selamat siang, Tuan–"

Ucapan Jenna terhenti saat Nyonya Besar Kim berbicara. 

"Di mana Leonel?" tanya Nyonya Besar Kim kepada suaminya itu. Mengabaikan keberadaan Jenna. 

Nyonya Besar Kim adalah istri kedua dari Tuan Besar Kim, ibu tiri dari dua bersaudara Kim. Leonel Kim sang bungsu dan Marco Kim sang putra sulung. Marco telah menikah dan tinggal di negara tetangga sebagai seorang seniman. Hidup jauh dari kata mewah dan melepaskan semua tanggung jawab pewaris kepada sang adik. 

Leonel Kim sendiri tidak keberatan, ia terlahir dengan jiwa seorang pebisnis. Namun, dibalik kesuksesannya itu ada campur tangan dari sang Paman, Logan Kim. Pria berusia 40 tahun dan seorang ayah tunggal dari seorang putri yang amat menggemaskan. Jenna beberapa kali bertemu dengan sang paman dan menyukai putri kecilnya yang baru berusia 3 tahun. 

"Aku sudah menyuruh seseorang menyeretnya kemari!" jawab Tuan Besar Kim dingin. 

"Baiklah! Aku harus mengejar pesawat dan selamat Jenna, selamat bergabung menjadi anggota Keluarga Kim," ujar Logan Kim dan tersenyum penuh simpati. Ia tahu ini semua akan sulit bagi gadis lugu itu. Logan sendiri adalah anak angkat dalam Keluarga Kim dan cukup sulit baginya untuk bertahan selama ini. Beruntung insting tajam milikinya, mampu menempatkan dirinya sebagai pengusaha tersukses. Logan memilih tinggal di negara tetangga dan mengurus perusahaan cabang itu. Ia enggan berada dalam satu cabang yang sama, sebab itu hanya akan memicu pertengkaran. 

Setahun sekali, ia akan kembali bersama dengan putrinya, untuk memperingati hari kematian orang tua angkatnya. Setelah itu, ia akan pergi lagi. 

"T-Terima kasih Tuan Logan," balas Jenna pelan, sambil mengedarkan pandangan mencari putri kecil pria itu. 

"Anastasya tidak ada di sini, dia sedang bermain di halaman belakang," jelas Logan kembali, yang tahu Jenna mencari putri kecilnya. 

Lalu, tanpa mengatakan apa pun lagi, Logan melangkah keluar, meninggalkan ruang kerja ini dan rumah besar Keluarga Kim. 

Di ruangan itu, tinggal Jenna bersama Tuan dan Nyonya Besar Kim. 

Nyonya Besar Kim, hampir seumuran dengan Logan. Wanita itu melahirkan seorang anak perempuan yang sudah berusia 12 tahun dan Jenna tidak pernah menyukai saudari tiri Leonel itu. Ibu dan anak itu amat arogan dan selalu merendahkan dirinya. 

"Di mana orang tuamu?" tanya sang Nyonya dingin, sambil berdiri dari duduknya dan mendekati Jenna. 

Wanita itu mengenakan gaun merah yang terlihat mahal dan sepatu heels yang amat tinggi. 

Jenna harus menengadah untuk menatap wanita itu. 

"Orang tuaku sudah meninggal sejak aku kecil. Hanya ada nenek dan–"

"Di mana nenekmu?" tanya sang Nyonya memotong ucapan Jenna. 

"Nenek, berada di panti jompo, beliau–"

Ha ha ha! 

"Panti jompo? Cucu seperti apa yang memasukkan neneknya ke panti jompo?" ejek sang Nyonya setelah berhenti tertawa. 

"Cukup!" tegur Tuan Besar Kim dan memajukan kursi rodanya. 

Sang Nyonya diam dan mematuhi ucapan suaminya itu, tetapi tatapan penuh hina ditujukan pada Jenna. 

"Tidak masalah, kita akan mengatur satu waktu untuk menemui nenekmu. Yura akan mengurus semuanya. Aku yakin kamu memiliki alasan melakukan hal tersebut," ujar Tuan Besar Kim. 

"Nenek berada di panti jompo Kasih. Aku harus bekerja dan tidak dapat menjaga nenek. Jadi, aku memutuskan menempatkan nenek di panti terbaik di kota ini dan rutin mengunjunginya," jelas Jenna. Ya, ia bekerja segila ini agar mampu membayar iuran yang harganya selangit itu. 

"Gadis yang baik," puji Tuan Besar Kim tulus. 

"Baik? Baik apanya? Gadis baik-baik tidak akan hamil sebelum menikah," hina sang Nyonya. 

BRAKKK! 

Tongkat kayu dihentak kuat, tanda Tuan Besar Kim marah. 

Sang Nyonya langsung diam dan memalingkan wajahnya, melihat ke arah lain. Tepat saat itu, pintu ruang kerja dibuka dan seorang pelayan senior melangkah masuk. 

"Tuan dan Nyonya, makan siang sudah tersedia," ujar sang pelayan sopan. 

"Baik, mari kita pergi ke ruang makan," ujar Tuan Besar Kim. 

Seorang staff pria melangkah masuk dan mendorong kursi roda Tuan Besar Kim. 

"Apakah Leo sudah tiba?" tanya Tuan Besar Kim kepada asistennya. 

"Sudah dalam perjalanan dan akan segera tiba, Tuan," jawab sang asisten. 

Mereka tidak lagi berbicara dan keluar dari ruang kerja, menuju ke ruang makan. 

Tuan Besar Kim berada di bagian kursi utama dengan sang istri, duduk di sisi kanannya. Jenna dipersilakan duduk di sisi kiri dan tepat berhadapan dengan sang Nyonya. 

Meja berbentuk persegi panjang dari batu alam dan begitu besar. Hidangan lezat sudah tertata rapi dan Jenna dibuat bingung, dengan begitu banyak peralatan makan yang ada di hadapannya. 

"Selamat siang, Ayah," sapa Leonel yang baru saja tiba dan langsung menuju ruang makan. 

Tuan Besar Kim hanya mengangguk dan Jenna seketika merasa sedikit tenang, apalagi saat Leonel menarik kursi dan duduk di sampingnya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status