Share

Bab 239

Author: Rina Safitri
Cakra terkejut bagaikan kuda yang tersentak cambuk. Ia buru-buru tundukkan kepala, nggak berani ngelirik sedikit pun, bahkan segera naikkan sekat pemisah.

Indra buka mulut, suaranya rendah dan dingin, "Kamu wanita pertama yang berani pukul aku."

Ini adalah tamparan kedua.

Puspa hanya menoleh, menatap kosong ke luar jendela, abaikan dia.

Indra benci diperlakukan dengan sikap dingin. Ia menjepit pinggang Puspa, lalu dengan paksa angkat tubuhnya, dudukan dia di pangkuannya.

Jari-jarinya mengusap lembut pinggang ramping itu. “Besok hari ulang tahun Lukman. Aku akan bawa kamu ke sana.”

Puspa menolak dalam diam.

Seketika cengkeraman di pinggangnya mengencang, mencubit hingga sakit. “Ayo bicara.”

“Aku nggak mau pergi!” Suara Puspa pecah, tegas penuh perlawanan.

Indra menatapnya lekat. “Bukannya dulu kamu suka datang ke pesta semacam itu?”

Ia nggak pernah suka. Dulu ia datang bukan karena ia suka, tapi biar ia paham selera Indra, demi senangkan teman-temannya, demi bisa masuk ke dalam lin
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 240

    Pintu kamar yang sudah terkunci dari dalam tetap saja terbuka. Puspa sama sekali nggak kaget.Indra masuk dan taruh sebuah salep di hadapannya. “Lukaku di punggung harus diganti obatnya.” Wajah Puspa datar, nggak ada sedikit pun rasa kasih sayang atau perhatian seperti dulu. Suaranya dingin menusuk. “Apa urusannya denganku?”Indra menatapnya lekat. “Kalau nggak karena kamu sengaja bocorkan kabar perselingkuhan palsuku ke media, Kakek nggak akan hukum aku.”Sudut bibir Puspa terangkat tipis, matanya menyala dengan ejekan. “Kamu bukannya nggak mau selingkuh, tapi orang yang kamu mau sudah nggak ada lagi.”Setelah itu, ia sendiri tambahkan, seolah mengoreksi. “Nggak, kalau dia masih hidup, kamu nggak akan mungkin biarkan dia nanggung reputasi buruk seperti itu. Begitu kamu sadar setelah kecelakaan mobil itu, kamu pasti nggak akan ragu untuk ceraikan aku.”Mata Indra bergetar samar, tapi ia nggak mengiyakan maupun membantah. “Ingat satu hal, sekarang dan selamanya kamu itu istriku.”Meski

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 239

    Cakra terkejut bagaikan kuda yang tersentak cambuk. Ia buru-buru tundukkan kepala, nggak berani ngelirik sedikit pun, bahkan segera naikkan sekat pemisah. Indra buka mulut, suaranya rendah dan dingin, "Kamu wanita pertama yang berani pukul aku."Ini adalah tamparan kedua. Puspa hanya menoleh, menatap kosong ke luar jendela, abaikan dia. Indra benci diperlakukan dengan sikap dingin. Ia menjepit pinggang Puspa, lalu dengan paksa angkat tubuhnya, dudukan dia di pangkuannya. Jari-jarinya mengusap lembut pinggang ramping itu. “Besok hari ulang tahun Lukman. Aku akan bawa kamu ke sana.”Puspa menolak dalam diam. Seketika cengkeraman di pinggangnya mengencang, mencubit hingga sakit. “Ayo bicara.”“Aku nggak mau pergi!” Suara Puspa pecah, tegas penuh perlawanan.Indra menatapnya lekat. “Bukannya dulu kamu suka datang ke pesta semacam itu?”Ia nggak pernah suka. Dulu ia datang bukan karena ia suka, tapi biar ia paham selera Indra, demi senangkan teman-temannya, demi bisa masuk ke dalam lin

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 238

    Puspa mengerahkan segenap tenaganya untuk tamparan itu. Pipi Indra seketika memerah, jelas terlihat dengan mata telanjang. Lidahnya menekan sisi wajah yang berdenyut mati rasa, lalu ia menoleh. Anehnya, di wajahnya nggak tampak amarah sedikit pun. Suaranya tetap datar. “Sudah puas tampar aku?”Puspa menatapnya dengan mata membara, seluruh tubuh bergetar hebat. Indra meraih tangannya, buka jemari yang mengepal erat, menatap telapak tangan yang merah menyala. “Kenapa harus sekeras itu? Sakit nggak?”Menghadapi kepura-puraan itu, Puspa hanya merasa jijik. Ia mendadak tarik tangannya, suaranya penuh amarah. “Indra, kamu benar-benar buat aku muak!”Orang lain mungkin kira ia pria yang penuh cinta dan kesetiaan. Nyatanya, semua itu cuma dalih untuk kendalikan hidupnya, permainkan nasibnya. Ia persis seperti penguasa yang gemar lihat rakyat jelata bersusah payah, meski tahu usaha mereka akan sia-sia. Indra menatapnya tenang, seolah menikmati gejolak emosinya. Ia tersenyum tipis. “Kamu cu

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 237

    Di dalam video itu, terlihat wartawan yang pernah Puspa hubungi untuk buka aib Keluarga Wijaya. Namun, orang itu justru dipukuli oleh anak buah Indra. Kamera hancur berantakan, kedua lengannya dipatahkan, darah mengalir deras hingga seketika basahi seluruh pakaiannya. Puspa menatap Indra seakan lihat iblis. Seluruh otot wajahnya bergetar hebat. Indra sendiri tetap tenang, ekspresinya ringan seolah pelaku kejadian itu bukan dia. Ucapannya keluar perlahan, suaranya terdengar lembut namun buat hati membeku. “Coba kamu pikir, urusan keluarga sendiri ngapain harus bawa-bawa orang luar? Masalah kita cukup diselesaikan di dalam rumah saja.”Dingin merayap di sepanjang punggung. Puspa, ia merasa tulangnya bergetar. Ia tahu, Indra bukanlah orang yang berhati lembut. Ia punya perhitungan, punya strategi. Tetapi ketika ia lihat kekejamannya secara langsung, itu benar-benar buat Puspa merasa bergidik. Puspa sadar selama ini ia terlalu remehkan kebengisan Indra terhadapnya. Indra alihkan pand

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 236

    Begitu lihat Indra melangkah masuk, Puspa baru benar-benar rasakan arti dari kata bayangan yang nggak pernah pergi. Nenek Zoraya segera coba menengahi. “Indra, dalam rumah tangga yang terpenting saling pengertian. Kalau kalian berdua memang sudah nggak bisa bersama lagi, yah sudah nggak usah maksa.”Indra jawab dengan cepat, suaranya datar namun menusuk. “Nenek, waktu aku nikah, kalian nggak pernah bilang gitu. Kenapa sekarang waktu bicara perceraian, kalian berubah pikiran?”Ekspresi Nenek Zoraya sedikit berubah. “Itu karena dulu kami ingin kasih kamu…”Namun tiga kata 'pernikahan penolak sial' akhirnya nggak sanggup ia ucapkan. Itu memang bukan sesuatu yang bisa dibanggakan. Justru Indra yang dengan tenang lanjutkan, “Aku tahu. Kalian nikahkan dia denganku hanya untuk ‘tolak sial’, kan?”Ucapannya buat ruangan seketika membeku. Lalu, matanya beralih ke Puspa, dingin dan nggak peduli. “Kalau dia memang dibeli untuk tolak sial, berarti dia milikku. Urusan dia pergi atau tinggal, buk

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 235

    Puspa mengangguk mantap, sikapnya nggak tergoyahkan. “Ya. Aku mau cerai.”Kakek Budi menatapnya dalam-dalam. “Tapi Indra nggak mau.”Puspa tersenyum pahit. “Untuk jaga nama baik Wulan, dia sewa jet pribadi, kirim dia langsung ke pulau untuk liburan. Bukan cuma itu, dia juga siapkan tim medis dan tim pengasuh khusus untuk dampingi. Menurut kakek, di hati Indra, siapa yang lebih penting aku atau Wulan?”Andai saja bukan karena Wulan dengan ‘baik hati’ ceritakan semua itu ke dia, Puspa mungkin nggak akan pernah tahu betapa tulusnya perhatian Indra ke wanita itu. Kepadanya, Indra selalu kejam, selalu ingin singkirkan dia. Tapi ke Wulan, ia lembut bak air, penuh kasih, penuh perlindungan. Indra nggak mau cerai bukan karena cinta. Itu hanya karena ia benci sikap Puspa yang berani nentang keputusannya. Seperti seekor anjing peliharaan yang berani membangkang tuannya, nggak patuh, maka pantas dipukul. Dan dirinya? Haruskah ia terus-terusan rendahkan diri, maksa diri nempel ke lelaki itu?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status