Share

Bab 90

Author: Rina Safitri
Apa yang ada di kepala ayah dan anak itu, Puspa nggak peduli. Tapi kalau sudah menyangkut nenek.

Ia hanya melambaikan tangan, memberi isyarat pada pelayan untuk membantu memindahkan koper Rini ke kamar.

Rini dengan dagu terangkat dan senyum penuh kemenangan, melangkah masuk ke kamar tamu seolah rumah ini miliknya.

Indra baru pulang saat menjelang makan malam. Begitu masuk rumah, matanya langsung menangkap sosok Rini.

"Kakak ipar."

Rini segera menyambut dengan senyum manis. “Akhirnya pulang juga? Tadi aku dan Kakak mau makan duluan, tapi aku bilang kita tunggu kakak ipar. Tapi Kakak bilang nggak perlu, katanya kakak ipar nggak bakal pulang makan malam.”

Ia melirik Puspa sejenak sebelum kembali pada Indra. “Tuh kan, Kakak salah tebak. Kakak tuh terlalu cuek, masa nggak tunggu dulu atau sekadar telepon?”

Sambil bicara, Rini dengan sigap mencoba mengambil mantel Indra dari tangan pelayan.

“Biar aku saja yang bawa.”

Tanpa menunggu balasan, ia merebut mantel dari tangan Bu Sekar.

Bu Se
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 220

    Cakra menatap Puspa yang wajahnya sudah biru keunguan, nyaris tercekik. Kepalanya semakin sakit. Lihat bosnya yang kehilangan kendali, ia benar-benar takut akan ada tragedi. “Bos, lepaskan! Nyonya nggak bisa napas lagi!” Dengan nekat, meski sadar bisa saja kena pukul, Cakra beranikan diri maju untuk melerai. Namun Indra hanya mengibaskannya dengan kasar, seolah lempar sampah. Tubuh Puspa terhempas, jatuh ke tanah seperti layang-layang yang putus benangnya. Meski hanya lihat, Cakra pun merasa ngilu. Puspa terbaring di lantai, terbatuk hebat. Kulit lehernya merah menyala. Ia mendongakkan kepala, senyumnya masih bertahan di wajah yang pucat. “Kamu sama sekali nggak penasaran, kenapa aku bisa nemukan tempat ini?” Sambil berkata begitu, matanya melirik ke arah Wulan. Jantung gadis itu seketika berdebar kencang. Puspa lanjutkan, seolah jawab pertanyaan untuk dirinya sendiri, “Tentu saja, semua ini berkat adikmu yang baik hati. Kalau bukan karena dia, aku nggak akan tahu tentang ‘markas

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 219

    “Sonya, adikmu bilang kamu sudah meninggal. Tapi aku nggak percaya, pasti dia bohong ke aku.”"Ini salahku, aku kehilangan kamu."“Aku akhirnya nikah, tapi dengan wanita yang aku sama sekali nggak cinta.”“Kamu pernah bilang, setelah nikah mau punya dua anak. Karena kamu nggak bisa wujudkan itu, maka aku yang akan gantikan kamu wujudkan itu.”Mata Puspa memerah, air mata membanjiri pandangan hingga kabur. “Aku sangat kangen kamu.”Baca sampai sini, Puspa nggak sanggup lagi intip lebih jauh. Dengan gerakan keras, ia nutup buku harian itu. Seluruh tubuhnya gemetar hebat. Butiran air mata sebesar kacang hijau menetes satu per satu, jatuh basahi karpet, lenyap tanpa suara. Ia menangis terisak, namun nggak ada suara sedikit pun. Perlahan berdiri, Puspa menatap sekeliling. Setiap sudut ruangan ini jelas ditata penuh perhatian. Bisa dilihat betapa banyak tenaga dan hati yang Indra curahkan di sini. Ia tiba-tiba teringat ke Vila Asri, tempat yang katanya adalah rumah pernikahan mereka. Tap

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 218

    “Kalau begitu, kamu tahu nggak, kenapa meskipun Kak Indra tahu aku selalu main kotor di belakangmu, dia tetap nggak mau ninggalkan aku?” Wulan menatap dengan senyum bengis.Wajahnya dipenuhi rasa jahat, matanya berkilat. Puspa memang penasaran. Sejauh yang ia tahu, Indra sangat benci orang yang coba menjebaknya. Dan semua perbuatan Wulan jelas-jelas sudah nyentuh batas. Wulan mengusap dadanya perlahan, lalu berucap penuh makna, “Karena jantungku ini.”“Aku pernah jalani operasi cangkok jantung. Kamu pasti tahu, kan? Tapi, kamu tahu nggak milik siapa jantung ini?” Puspa merasa ada tebakan berputar di benaknya. Dan kata-kata Wulan berikutnya menegaskan dugaannya. “Ini milik kakakku.”“Kak Indra sama sekali nggak cinta kamu. Yang dia cintai itu kakakku. Hanya saja, kakakku sudah meninggal. Karena itu, dia akan jaga satu-satunya hal terakhir yang ditinggalkan kakakku di dunia ini, jantungku.”Tangannya kembali menepuk-nepuk dadanya, suaranya penuh kepastian. “Selama jantung ini masih b

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 217

    Menurut Indra, Wulan itu cuma seorang gadis penurut, yang baru kali ini jadi keras kepala. Namun bagi Puspa, pandangannya jelas beda. Sesama perempuan, justru lebih mudah membaca isi hati satu sama lain. Apa Indra suka Wulan, Puspa masih nggak yakin. Tapi tentang Wulan suka nggak dengan Indra, itu sudah pasti. Ia nggak tahu apa yang telah dikatakan Indra ke Wulan, sampai-sampai gadis itu rela datang minta maaf ke dia dengan patuh. Indra buka suara, nadanya dingin, “Aku bukan barang di rak toko.”Yang bisa seenaknya dipilih, ditolak, atau dibandingkan. Lalu ia noleh ke Wulan. “Wulan, kamu pulang dulu.”Meskipun hatinya enggan, kali ini Wulan hanya bisa nurut. Indra kembali natap Puspa. “Semua yang kamu sebut ‘bukti’ itu, sekarang sudah nggak berlaku lagi.”Puspa jawab dengan datar datar, “Itu urusan media.”Foto-fotonya memang nyata. Tapi soal perselingkuhan? Siapa tahu? Wajah Indra mengeras. “Aku nggak nyelingkuhin kamu. Hidup kita sama saja seperti dulu, hanya saja ada Wulan. Ka

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 216

    “Kak Indra, apa kamu sudah benar-benar lupain kakakku? Padahal kalian dulu saling cinta.” Belum sempat kata-katanya selesai, Indra langsung motong dengan tegas, “Kakakmu sudah meninggal. Orang yang masih hidup harus terus maju ke depan.”Kata-kata yang belum sempat keluar itu tersangkut di tenggorokan Wulan. Ia tercekat, kehilangan suara. Namun dengan cepat ia tenangkan diri, memaksa bibirnya melengkung dalam senyum tipis. “Aku ngerti. Mulai sekarang aku nggak akan bersikap bodoh kayak gitu lagi.”Seolah ingin tunjukkan betapa ia sudah insaf, ia tambahkan dengan suara lembut, “Perlu nggak aku minta maaf ke Kak Puspa, jelaskan semua itu sebenarnya palsu?”Indra mengangguk tipis. “Kali ini kamu memang sudah keterlaluan. Memang seharusnya kamu minta maaf ke dia.”Ekspresi Wulan seketika menegang. Ia sebenarnya cuma basa-basi, ngira Indra akan nutup mata seperti biasanya. "Oke, aku akan minta maaf besok dan jelaskan ke dia."Ia lalu menoleh, suaranya pelan penuh kelembutan yang dibuat-bu

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 215

    Suasana seketika menegang, seperti busur yang ditarik sampai ujung, siap putus kapan saja. Tatapan Indra tajam dan berbahaya, buat Puspa curiga, jika ia berani ucapkan satu kata lagi tentang lukai Wulan, mungkin lelaki itu akan lebih dulu lenyapkan dia? Sampai akhirnya sebuah telepon dari Wulan datang, buat ekspresi Indra kembali normal. “Kak Indra, di luar suara petirnya besar sekali. Aku takut. Aahh!” Suaranya terselip dalam dentuman guntur dan jeritan kecil.Indra segera menenangkan, suaranya lembut, “Jangan takut. Aku datang sekarang.” Begitu ucapannya selesai, ia pun lenyap dari rumah Puspa tanpa sedikit pun noleh.Puspa menatap kepergiannya, tersenyum getir. Benar saja, kata-kata Wulan memang selalu ampuh. Ia alihkan pandangan ke koper Indra yang masih tersisa di ruang tamu. Tanpa ragu sedikit pun, ia seret keluar, buang dari rumah. Di sisi lain, Indra menerobos derasnya hujan, nyetir mobil hingga sampai di kompleks apartemen Wulan. Begitu turun, ia langsung naik lift ke la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status