Share

Bab 4: Murid Gesit

Author: Bemine
last update Huling Na-update: 2022-09-24 12:03:30

“Pak? Ngitungin duit orang itu perlu ya, Pak?” Salah satu siswi yang diajari Adam berseru dari arah belakang. Dia melirik sekali lagi brosur dari salah satu kampus yang didapatkannya beberapa hari lalu.

Pertanyaan itu membuat Adam seketika menengadahkan wajah.  Dia yang sedari tadi sibuk memeriksa buku PR para siswa dikejutkan dengan pertanyaan mendadak.

Adam memicingkan matanya yang lelah, semalaman menghubungi ke sana ke mari demi secuil pertolongan membuat fisiknya lemah. Tetapi demi mengemban tugas yang mulia walau dengan bayaran kecil, Adam bertahan sekuat tenaga.

“Pak? Malah ngehayal lagi!” tegur siswi itu.

Gadis muda dengan gigi gingsul yang manis terus menautkan pandangannya pada Adam. Lalu, saat netra keduanya bertemu, Adam segera berdehem. Hatinya terusik ketika bibir merah muda muridnya tersenyum padanya, dalam arti yang diterjemahkan Adam secara berbeda. Risih dan merasa bersalah, Adam tidak bisa menjauh dari dua kata itu.

“Naya, tolong antarkan buku-buku ini ke kantor Bapak, ya? Letakkan di atas meja karena Bapak harus pulang.” Adam mengelak.

Dia tidak menyempatkan diri untuk berpikir mengenai jawaban yang ditanyakan oleh Naya. Ternyata, hal itu menyebabkan kericuhan di dalam seisi kelas. Remaja-remaja dengan rentang usia tujuh belas sampai delapan belas tahun itu berseru, mengolok-olok dan mengejek Naya.

“Cinta ditolak, dukun bertindak, Nay!”

“Naya, go Naya, go! Dikit lagi, Naya! Pak Adam bakalan jadi milik kamu, tapi di alam mimpi ... hahaha!” Gelegar tawa mengusik Adam.

Pemuda itu memang sudah menyadari akan hal ini. Walau seringkali bersikap dingin di kelas, Adam tetap memperhatikan murid-muridnya. Dari tiga puluh murid kelas 12-A yang diajarnya, hanya Naya yang selalu bersikap berbeda.

Gadis muda itu terlalu sering menatapnya, juga kerap kali berwajah malu-malu saat tatapan keduanya beradu. Lebih dari itu, Naya pun tidak sungkan-sungkan mengajukan diri untuk membantu di saat murid yang lain berpura-pura tidak mendengar dirinya.

Merasa bertanggungjawab untuk Naya, Adam berbalik arah. Dia yang baru saja meninggalkan dua langkah meja kerjanya, memutuskan untuk memukul permukaan meja dengan telapak tangan hingga hening tercipta.

Tidak ada lagi suara-suara sumbang yang sedari tadi mengekori langkahnya. Selain, cara pandang Naya padanya yang belum juga berubah.

“Hormati saya, jika masih ingin diajar oleh saya. Mengerti?!” Gaung suara Adam terdengar.

Pemuda itu menekan permukaan meja hingga deretan urat nadinya tercetak di balik kulitnya yang bersih. “Jangan mengejek Naya lagi, karena di kelas ini hanya dia yang mau membantu guru honorer seperti saya. Walau pelajaran yang saya emban terdengar remeh untuk kalian, tapi saya juga punya kuasa untuk memberikan nilai atas sikap kalian!” imbuh Adam lagi.

Parahnya, hal itu malah membuat wajah Naya bersemi. Senyum gadis muda itu merekah lebih lebar, hingga gigi gingsulnya yang manis terlihat pada Adam.

Lekas Adam menolehkan wajah, panik serta takut menyerang. Belum lagi, saat Naya mulai bangkit dari kursinya, membenarkan rok span yang sedikit naik ke pinggul dan juga jilbab yang disampirnya ke dua bahu.

“Naya, tolong ikuti aturan berpakaian di sekolah ini!” Adam berganti sisi, dia terpaksa menegur Naya yang terus berjalan ke arahnya tanpa rasa risih.

“Aku mau ngambil bukunya, Pak! Diantar ke kantor, kan?” ujar Naya masih mempertahankan senyum.

“Kamu pakai lipstik, Naya?” Suara Adam tiba-tiba meninggi. Kilatan di bibir Naya serupa dengan yang dilihatnya pada Azizah saat mereka masih kuliah dulu. “Bapak bisa laporkan kamu ke guru BK.”

“Pak, Bapak kudet, ya? Ini namanya lip balm. Kalau enggak dipakai, nanti bibirku jadi kering, kena matahari, terus hitam, berdarah. Repot tahu, Pak?” omel Naya yang membuat kepala Adam berdenyut luar biasa keras.

Tidak hilang akal, Adam mencoba mengingatkan jati diri Naya. “Bersikaplah seperti gadis Aceh yang sebenarnya, Nay!”

“Tapi, Pak ....” Naya memutar bola matanya. “Aku bukan asli Aceh, tuh! Nenek asli ....”

“Kalau begitu, bersikaplah seperti seorang perempuan yang seharusnya, Naya.” Adam mengusaikan ucapannya pada Naya.

Sebersit sesal bersarang di dalam hati. Niat untuk menolong Naya yang sering menjadi bulan-bulanan temannya, berakhir dengan dirinya yang dipermalukan oleh Naya.

Seharusnya, gadis muda itu tahu jika Adam sedang menyelamatkan wajahnya, bukannya malah ikut mencoreng wajah Adam sampai pemuda itu kehabisan kata-kata.

Adam terus mengambil langkah lebar menuju parkiran motornya, namun dari arah belakang Naya berlari sembari memeluk gunungan buku tulis yang dititipkan Adam. Wajahnya mulai memerah, kulit putih susunya terbakar matahari siang saat melintasi lapangan mengejar Adam.

“Pak?” panggil Naya.

Adam menghening. Dia mulai memusatkan perhatiannya dengan layar gawai begitu tiba di dekat motor miliknya. Sederet pesan penuh makna menghunjam jantungnya yang selalu berdetak lemah. Adam bagaikan ditampar kenyataan nan pahit saat ini.

Jemarinya bergetar saat hendak menggeser bait demi bait yang terus bermunculan di layar gawainya. Kedua manik mata Adam yang selalu berbinar menjadi redup, hatinya bagaikan dicincang, melihat fakta yang tersaji di depan mata.

“Abang mohon, tunggu sebentar, Zizah,” desah Adam sembari memejamkan mata untuk sesaat. Entah mengapa, semuanya memberat dalam hitungan detik.  

Pesan dari Azizah menjadikan Adam lupa dengan kehadiran Naya. Gadis bertubuh dewasa untuk seukuran anak SMA itu mulai bertindak agresif. Rasa penasarannya membuat dia gelap mata hingga memilih mengintip hal apa yang membuat Adam begitu gelisah.

Segesit apapun Naya, Adam jauh lebih cekatan. Dia lebih dulu mematikan layar gawai, lalu menyisipkannya kembali ke dalam tas kerja.

“Pelit banget, Pak?” gerutu Naya, lengkap dengan bibir yang mengerucut manja.

“Antarkan bukunya ke kantor Bapak, Nay. Bukan ke parkiran!”

“Yeh, si Bapak. Aku kan mau ngobrol sesuatu sama Bapak.”

“Besok kita mengobrol lagi, di kelas!” putus Adam tanpa memberi kesempatan untuk Naya.

Dia mulai menaiki motor, memakai helem, jaket serta sarung tangan. Benaknya terus berkata agar dia lebih berusaha. Adam ingat, di dalam tas kerjanya, gulungan uang pemberian Wak Yun masih tersimpan, setidaknya dengan tambahan itu, jumlah mahar yang disyaratkan Toke Sofyan bisa perlahan-lahan dia penuhi. Serta di dalam hatinya yang terdalam, Adam mengharapkan agar Azizah mau menanti.

“Bapak duluan, Naya,” pamitnya.

“Tahu deh!”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Harta, Cinta dan Mahar Emas yang Orangtuamu Minta   TAMAT - Bab 48: Penjelasan (2)

    “Seorang ayah akan melakukan apapun untuk anaknya, Ayah. Saya sekarang seorang ayah, sedikit banyak saya mulai memahami perasaan Ayah untuk Naya.”Adam mengulurkan tangan, dia menjabat Toke Jaya, menundukkan kepala dan menciumi punggung tangan mertuanya. Kata maaf terus terucap dari mulutnya, disertai rintik kecil dari air mata.Hari kedua, Adam mulai aktif mengurusi Naya dan putranya. Dia mengajak Naya mengobrol, membantu Naya ke kamar mandi, menyuapi dan menggantikan pakaian sang istri. Ibu mertuanya bahkan tidak perlu turun tangan sama sekali, kecuali saat mengurus bayi kecil Adam.Kabar soal Naya melahirkan mulai tersebar. Banyak kerabat, tetangga dan teman Naya berdatangan ke rumah sakit. Mereka berkunjung dalam kelompok besar, sampai beberapa kali pihak Rumah Sakit memberi teguran.Lalu, saat sore menjelang magrib, Toke Sofyan muncul dengan keluarganya. Tidak ada Azizah di antara mereka. Rupanya, Azizah sudah datang kemarin, dia dihubungi oleh Toke Jaya dan diminta untuk datang

  • Harta, Cinta dan Mahar Emas yang Orangtuamu Minta   Bab 48: Penjelasan (1)

    [10 panggilan tak terjawab]Adam hanya melirik layar gawainya. Ini sudah hari kedua dia memilih bungkam. Apa yang ditemukannya di rumah Toke Jaya membuatnya banyak berpikir. Entah apa yang sebenarnya terjadi sampai emas itu kembali ke rumah Toke Jaya. Satu-satunya orang yang terpikir oleh Adam hanyalah Naya-istrinya sendiri.Pesan serta telepon dari beberapa orang diabaikan oleh Adam. Pria itu memilih memusatkan perhatiannya di layar komputer, menyelesaikan sisa pekerjaan sebelum jam pulang kerja. Namun, sisi lain dari hatinya terus menanyakan keadaan Naya.Drt[Naya sudah melahirkan di rumah sakit S, Bang Adam. Belum diazankan bayinya, semua menunggu Bang Adam.]Membaca pesan yang dikirimkan oleh Azizah, Adam terenyak. Pria itu berdiri dari kursinya, kemudian menatap kosong ke layar gawai.Apa yang sudah dilakukan olehnya sampai Naya melahirkan tanpa dirinya?“Kenapa, Dam?” salah satu rekan kerjanya bertanya.Pria itu menjambak rambut, kebingungan. Ini semua terasa tidak nyata. Tinda

  • Harta, Cinta dan Mahar Emas yang Orangtuamu Minta   Bab 47: Tuduhan

    “Memang kau itu bawa sial! Sudah yatim piatu, sekarang kau buat anakku jadi janda.” Toke Sofyan menggebu-gebu.Teriakannya itu membuat semua orang datang ke toko emas Toke Jaya. Mereka memandangi apa yang terjadi, menceritakan bahkan juga merekam.Hal yang membuat Toke Sofyan kesal dan ingin meluapkannya pada Adam adalah, Azizah dan teuku Idris belum juga hamil, sedangkan Naya dan Adam yang menikah belum lama sudah lebih dulu menanti kelahiran anak pertama. Tentu saja Toke Sofyan merasa sangat kalah dari Toke Jaya dan Adam.Hinaan demi hinaan terus dialamatkannya pada Adam. Pria itu juga menunjuk kening Adam, bahkan menyumpahinya. Adam lebih banyak diam, dibiarkannya Toke Sofyan banyak bicara sampai Toke Jaya sendiri yang melerai.“Sudahlah! Jangan salahkan mantuku dengan apa yang terjadi pada anakmu, Bang. Semua orang juga tahu kalau perceraian Azizah itu karena kamu sendiri. Azizah tidak cinta sama Idris, tapi kamu paksa, setelah menikah kamu selalu mengatur rumah tangga mereka. Sek

  • Harta, Cinta dan Mahar Emas yang Orangtuamu Minta   Bab 46: Ujian Pernikahan

    “Apa saya boleh bertemu Naya?” Adam bertanya pelan.Pria itu terlihat bingung saat mampir ke rumah Toke Jaya. Tangannya menenteng plastik berisi beberapa kue kesukaan Naya.Tidak habis keterkejutan Adam dengan tidak adanya Naya di rumah serta tidak aktifnya gawai sang istri, kini Naya malah menolak bertemu dengannya. Dia mengurung diri di kamar, enggan makan, hanya tiduran.Dengan izin Toke Jaya, Adam masuk ke kamar Naya. Pria itu mengetuk pintu, lalu mendorong pintu kamar dengan pelan. Diintipnya dahulu, Naya bersembunyi di balik selimut, bahkan mengencangkan pegangannya agar Adam tidak bisa menarik.Pria itu hanya menghela napas. Dia mendudukkan diri di samping Naya.“Ayah sudah cerita semuanya, Dek.” Ucapan pertama Adam pada Naya.“Hm ....”“Bangun dan bicaralah. Ini semua pesan dari Zizah!” ucap Adam kemudian.Naya sempat menolak, tapi dia juga penasaran dengan apa yang selanjutnya terjadi. Akhirnya, Naya menyibak selimut. Dia mendapati Adam sedang mengulurkan gawainya pada Naya.

  • Harta, Cinta dan Mahar Emas yang Orangtuamu Minta   Bab 45: Naya Cemburu

    Sepeninggal Adam, Naya membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia memastikan jika Adam tidak ada lagi di dekatnya. Naya merasa sangat malu dengan apa yang telah terjadi semalam. Memang salahnya sudah memancing Adam, tapi jika dirinya tidak memulai maka Adam hanya akan tetap jalan di tempat. Lalu, saat sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, Naya mendengar bunyi getar dari meja nakas. Awalnya Naya mengira jika itu adalah gawainya, tapi ternyata gawainya sepi, sedangkan gawai milik suaminya bergetar berulangkali. Naya ragu, apakah sopan jika dia melihat siapa yang menghubungi suaminya di pagi hari. Tapi, saat Naya melirik ke layar gawai yang menyala, hatinya seketika merasa sakit. Ada nama Azizah yang muncul. Kakak sepupu sekaligus mantan kekasih dari suaminya mengirimi pesan beruntun. Naya kalap, dia langsung mengambil gawai Adam dan membaca semua pesan yang dikirimkan oleh Azizah. [Bang, Zizah minta maaf karena tidak mampu mempertahankan hubungan kita dulu. Zizah minta

  • Harta, Cinta dan Mahar Emas yang Orangtuamu Minta   Bab 44: Rumah Tangga Adam (2)

    “Kita mau makan malam apa, Dek?” tanya Adam saat sedang menyetir. Pria itu baru saja menjemput istrinya dari kampus. Jam sudah menunjukkan angka lima sore saat mereka bergerak menuju Kota Lhokseumawe. “Hm, hm ....” Naya menggumam. Istri dari pria dengan paras menenangkan itu malah sibuk menggigit roti isi miliknya. Adam benar-benar tahu cara membahagiakan sang istri. Semalam, Naya bercerita soal teman kelasnya yang dibelikan roti isi dari sebuah toko roti ternama di kota. Ada berbagai jenis roti dengan isian yang melimpah dan masih cukup terjangkau. Hal itu dipahami oleh Adam sebagai sebuah permohonan, hingga Adam langsung mampir ke toko roti yang disebut Naya sebelum pergi menjemputnya. “Apa mau mampir dan makan di rumah ayah?” tawar Adam. Pria itu menatap jalanan yang sesak. Menuju kota Lhokseumawe, mereka dihadapkan dengan situasi yang macet. Jam sibuk, akses jalanan yang sempit, serta banyaknya orang yang lalu lalang membuat keadaan jadi sulit. “Makan di luar saja, makan di r

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status