Share

Bab 5: Mahar Emas

Motor Adam meluncur cepat, keluar dari Jalan Darussalam menuju Jalan Gudang. Hatinya kini begitu menggebu dengan semangat membara meski terik  matahari memayungi perjalannnya.

Di kepala Adam terus terbayangkan, dua mayam selanjutnya yang akan segera berpindah tangan. Artinya, selangkah lebih dekat menuju Azizahnya yang begitu didamba.

Adam menghentikan laju motor, dia memarkir kuda besinya yang mulai tua dan membiarkan tukang parkir mengambil alih. Langkahnya kian tegas menuju sebuah toko emas dengan lambang bintang. Pria bertubuh kurus dengan jam tangan kekuningan menyambut kehadiran Adam.

“Toke, dua mayam!” tegas Adam seraya menunjuk deretan cincin di dalam etalase. Hatinya berdebar hebat tatkala melihat deretas emas dalam berbagai ukuran. “Sungguh bagi para Toke Emas, menyanggupi mahar seratus mayam adalah hal yang mudah,” pikirnya.

Dua pembeli di sebelah Adam ikut mencuri pehatiannya. Mereka memborong dalam jumlah yang sangat besar. Dua gelang tebal dan seuntai kalung nan berat. Pandangan Adam tidak bisa teralihkan dari perhiasan-perhiasan yang begitu diinginkannya itu, hingga tanpa disadari Adam penjual berucap padanya, “Ini, Bang. Dua mayam!”

Sebutir cincin mungil nan tipis disodorkan ke arah Adam. Hati pemuda itu mencelos, melihat bagaimana jauhnya jarak yang tercipta antara kenyataan dan hayalan.

“Ini semua enam puluh mayam, Toke?” Wanita di sebelah Adam berseru. Dia sibuk mencoba dua lingkar gelang emasnya yang berat, pun seuntai kalung untuk wanita yang lebih muda. Sesekali gemerincing emas yang beradu terdengar oleh telinga Adam.

“Beutoi, Bu. (Benar, Bu). Beli banyak bisalah dikurang. Harga langganan!” sambung pria itu.

“Kalau belinya sedikit enggak bisa, Toke. Hana pat tacok laba! (Hampir tidak ada untungnya).”

“Toke, tolong dibungkuskan, ya?” ujar Adam. Dia sadar, ucapan dari wanita di sebelahnya adalah untuk dirinya. “Ini, uangnya, Toke! Tidak masalah kalau tidak dapat potongan. Setidaknya aku tidak mengusik orang yang tidak kukenal!” Adam bersungut kemudian.

Dia menerima kwitansi yang telah diisi oleh Toke, mengabaikan wajah merengut dari pembeli di sebelahnya. Setelahnya, dia menuliskan nama selaku penerima barang, dengan ditatap oleh Toke tanpa kedip.

“Jadi, kamu Si Adam?” serunya tiba-tiba. Dia menarik kwitansi dari tangan Adam, kemudian merobeknya menjadi dua bagian. “Beli di tempat lain saja, sana!”

“Loh, Toke? Apa-apaan ini?” kilah Adam tersinggung. Tubuhnya mendadak panas dingin.

“Toko ini juga dibantu Toke Sofyan, jadi kami tidak menjual barang ke orang yang dimusuhi Toke Sofyan. Silahkan cari toko emas lain yang tidak berurusan sama Toke Sofyan, Bang.”

“Urusannya sama aku apa, Toke?”

“Tidak usah banyak bicara, Bang. Pergi saja! Kami tidak mau berurusan sama Toke Sofyan. Bisa-bisa hancur bisnis ini.”

Adam menghela napas, dia mengulurkan tangan di atas etalase dengan lemah. Uang yang sudah diberikannya pun dikembalikan Sang Toke begitu saja. Membuat Adam terpukul cukup dalam, hingga dia melangkah menjauh dari toko, diiringi kikikan kecil dari wanita di sebelahnya.

“Bang, lon bi nasihat saboh! (Aku beri satu nasihat).” Toke berseru. “Kasus Abang saat ini, artinya Abang ditolak Toke Sofyan. Tidak usah memaksakan diri, karena Toke Sofyan sendiri yang mengumbar ke seluruh pemilik toko emas di sini, kalau Abang sanggupi mahar putrinya, maka akan dia naikkan dua kali lipat. Mau cari dimana enam ratus gram, Bang? Mundur saja, perempuan bukan satu di dunia ini.”

Adam melipat bibirnya, panas hati menyerang seketika. Ingin berkelit dari ucapan pria itu, sebenarnya Adam pun mengetahui hal ini. Tetapi dia memaksa, demi Azizah yang begitu dia cinta.

“Heh ... belum kapok juga!”

Adam mencoba menolehkan wajah, dekat dengan etalase toko emas tempatnya berdiri tadi, Toke Sofyan sudah bersandar di sana. Dia memandang ke arah Adam, disertai sunggingan senyum di bibirnya.

“Masih tidak sadar diri!”

“Anda benar, Toke!” sahut Adam, sadar jika pria itu sudah memerhatikannya sejak tadi.

Lelah diam, membuat Adam memutuskan untuk membela diri. “Aku tidak tahu diri. Tapi Anda lupa kalau soal jodoh itu urusan Yang Di Atas.”

“Heh, kamu juga jangan lupa, kalau Azizah itu putriku. Kalau bukan aku yang menikahkan, sampai mati pun Azizah tidak akan mau.”

“Jika Allah sudah berkehendak, Anda akan merestui kami. Anda juga akan menikahkan kami, Toke,” balas Adam.

Adam segera menuruni anak tangga, menuju motornya yang sudah menanti di bawah terik matahari. Semangat Adam berkobar lebih hebat, kehadiran Toke Sofyan barusan membuat dirinya ingin berjuang lebih keras dan membuktikan jika dirinya berhak untuk menikahi Azizah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status