Share

Harta Tahta Berdarah Dua Tuan Muda
Harta Tahta Berdarah Dua Tuan Muda
Author: Parikesit70

Bab 1 : Surat Gugatan Cerai

Tok ... Tok ...

“Lena ... Lena ... apa kamu udah bangun?” tanya Herlambang mengetuk pintu kamar Elena.

“Ya Om, udah bangun. Om tunggu aja di bawah, sebentar lagi saya turun,” pinta Elena dari dalam kamarnya.

Herlambang yang tahu Elena telah bangun dari tidurnya, meraih gagang pintu dan mendapati pintu gadis cantik yang dicintanya terkunci.

Dalam hati Herlambang pun bergumam, ‘Hmmm, ternyata Elena masih mengambil jarak. Baiklah aku akan menunggu sampai Erlangga menceraikannya.’

Herlambang tersenyum sendiri. Tak lama kemudian, pintu kamar Elena pun terbuka. Lelaki tampan yang masih berdiri di depan pintu kamar itu pun, tersenyum manis menyambut Elena yang agak terkejut mendapati Herlambang di depan pintu kamarnya.

“Oh, Om Her masih di sini. Lena pikir udah turun,” cicit Elena membalas senyuman Herlambang yang terus menatap dirinya.

“Hari ini kita akan jalan-jalan ke taman,” ajak Herlambang.

“Om Her, apa nggak sebaiknya pamitan sama tante Tiara?” tanya Elena memandang lelaki tampan, mertua sambungnya yang berada di sisinya berjalan menuju tangga.

“Tiara masih tidur. Juga kita kan, cuma jalan di taman dekat rumah. Sayang, kamu itu harus lebih santai, jangan selalu merasa cemas, takut dan kuatir seperti itu. Kamu harus relax demi bayi dalam kandunganmu. Apa kamu sudah mulai merasa mual, seperti waktu hamil Sakti?" tanyanya, dan Elena hanya menjawab dengan menggelengkan kepala.

Mereka berdua menuruni anak tangga selangkah demi selangkah dan saat tangan Herlambang akan menggenggam tangannya, Elena pun menepis tangan Herlambang serta berucap, “Om, tolong jangan seperti itu. Lena nggak enak sama pelayan di rumah ini. Apalagi saya belum bercerai.”

“Tenang aja, mereka juga semua tahu kok, Sakti itu anaknya siapa. Aku rasa nggak usah lagi kita berpura-pura dengan jaga jarak seperti ini," ujar Herlambang seraya meninggikan alisnya dan tersenyum samar.

“Tapi Om ... Lena nggak enak sama pelayan lain yang baru bekerja di rumah ini. Apalagi mereka tahu nya tante Tiara, Nyonya rumah ini,” bantah Elena seraya menepis kembali tangan Herlambang yang akan merangkul bahunya.

Herlambang hanya bisa tersenyum lebar dan melirik ke arah gadis cantik tersebut sembari tetap menapaki tangga melingkar di rumah itu. Sesampai di bawah, Herlambang melambaikan tangan pada seorang pelayan.

“Saya, Tuan Besar,” ucap seorang pelayan bernama Imah mendekat dan berdiri empat langkah di depan Herlambang serta menganggukkan kepalanya.

“Siapkan roti isi keju dan susu untuk Nyonya Elena, juga buatkan saya jus alpukat dengan roti tanpa keju,” perintah Herlambang.

Mereka pun berjalan menuju meja makan. Tak lama berselang, pelayan yang diperintah oleh Herlambang pun telah menyajikan minuman dan makanan yang di minta. Kemudian mereka menikmati makanan dan minuman sebelum menuju taman dekat kompleks rumah tersebut.

Setelah itu, Elena dan Herlambang pun berjalan menuju mobil yang telah disiapkan dan mobil pun meluncur membawa keduanya pergi ke taman untuk jalan di pagi hari. Di dalam mobil tersebut, Herlambang terus melirik ke arah Elena yang mengenakan celana legging dan tshirt olah raga. Terlihat lekuk tubuhnya yang kian berisi, hingga membuat Herlambang terus menelan ludah.

Dalam hati Herlambang pun bergumam atas kecantikan Elena yang kian hari kian menampakan kedewasaan seorang wanita muda , ‘Semakin hari Elena semakin tampak berisi dan seksi. Terlebih saat hamil seperti ini, sungguh sangat mempesona. Hmmm, bikin aku ingin cepat-cepat menikahinya. Apalagi Tiara sudah setuju.’

Elena yang merasa risih terus di pandang oleh Herlambang pun menegurnya, “Kenapa Om? Ada yang aneh?”

“Aneh? Uhm, ya, ada. Masa kamu nggak merasa?”

“Anehnya dimana? Celana legging saya nggak robek kan, Om?” tanya Elena sembari memegang bagian bokongnya dan melihat ke arah bagian tengah di antara kedua pahanya.

“Anehnya itu, karena aku tergila-gila sama kamu. Masa sih, kamu nggak merasa kalau aku sangat tergila-gila sama kamu? Bahkan aku rela dimaki-maki sama Erlangga gara-gara kamu. Lena, apa kita nikah siri dulu?” tanya Herlambang.

“Jangan seperti itu lah, Om. Saya belum resmi cerai, juga saya harus melahirkan dulu,” pinta Elena cemberut ke arah Herlambang.

Herlambang yang sedang menyetir dan melirik ke arah Elena hanya tersenyum lebar serta membiarkan Elena dengan kelakuan lucunya. Sampai akhirnya, saat mobil yang dikendarai Herlambang sampai di sebuah taman, lelaki tampan tersebut pun mengecup pipi Elena.

Cup!

“Om!” pekik Elena memandang tajam Herlambang dan memegang pipinya.

“Kenapa? Abis kamu itu lucu dan rasanya aku nggak kuat menahan rasa dan harus berpura-pura di depan orang banyak,” jujur Herlambang mengungkapkan perasaannya.

“Tapi kan, kalau kelakuan Om tadi dilakukan di depan orang banyak, apa tanggapan mereka tentang saya? Sudah pasti tambah buruk lah, Om,” sanggah Elena mempertanyakan pertanyaan yanh tak memerlukan jawaban.

Lima menit dalam kebisuan, kembali Herlambang berkata-kata dengan menanyakan hal pribadi pada Elena.

“Lena, tolong kamu jawab dengan jujur,” pinta Herlambang dan Elena pun mengangguk.

“Apa yang kamu rasa saat kamu nggak pernah merasakan kehangatan seorang lelaki? Kamu nggak kangen aroma tubuhku?” tanya Herlambang mengoda wanita muda nan cantik tersebut hingga wajahnya merona.

“Apa sih, Ah!” ucap Elena menghindari pertanyaan Herlambang.

Kemudian Elena pun turun dari mobil tersebut tanpa menjawab pertanyaan Helambang. Lalu, dengan mesra Herlambang merangkul bahu Elena. Wanita muda nan cantik itu pun, membiarkan tangan Herlambang merangkulnya dan mereka pun berjalan santai di taman.

***

Sementara itu, di rumah mewah milik Herlambang, terlihat Tiara telah bangun dari tidurnya dan sedang duduk di ruang santai sembari melihat ikan-ikan beraneka warna dan jenis di dalam akuarium berukuran besar dengan memberikan makan pada ikan-ikan tersebut.

“Pagi Nyonya ... tadi ada orang datang dan ngasih surat untuk Nyonya Elena,” tutur Iyem, salah seorang pelayan di rumah Herlambang kala memasuki ruang santai untuk menemui Tiara yang tengah menikmati secangkir kopi dan kudapan di pagi hari.

“Surat? Dari mana? Uhm ... memang Elena kemana?” Tiara bertanya pada Iyem, seraya mengambil surat yang diberikan padanya.

“Sekitar jam 6 pagi Nyonya Elena dan Tuan Besar sudah keluar rumah, Nyonya,” ucap Iyem sembari menundukkan kepalanya.

“Oh ... apa Sakti udah bangun tidur? Dimana anak itu?” tanya Tiara, melihat jam pada dinding ruang santai, kala jam telah menunjukkan pukul delapan pagi.

“Tuan Muda sudah bangun dan mandi. Sekarang ini sedang disuapi sembari bermain di taman belakang sama mbak Susi ... apa Nyonya ingin Sakti dibawa ke ruang ini?” tanya Iyem, masih menundukkan kepalanya.

“Nggak usah! Biar aja dia main di halaman belakang. Sudah sana!” usir Tiara seraya mengerakkan tangannya meminta Iyem pergi dari hadapannya dan merobek amplop surat dengan kop surat pengadilan agama.

Dibuka dan dibacanya surat gugatan cerai yang ditujukan untuk Elena. Tampak beberapa kali Tiara menarik napas panjang. Sesaat kemudian, matanya terpejam seraya mengernyitkan dahinya, ada guratan urat pada disisi matanya terlihat jelas. Kemudian, Tiara pun terdiam dan memandang lurus dalam pandangan kosong.

Batinnya pun meradang dan berbisik, ‘Mas Her sama sekali nggak mikir perasaanku. Aku belum mati saja, dia sudah sedemikian rupa kelakuannya. Apalagi aku sudah mati? Pasti Elena dan Herlambang berpikir, kalau aku akan segera mati. Dasar perempuan jalang! Diangkat derajatnya, malah kurang ajar. Kita akan lihat, apa kamu bisa menikahi perempuan jalang itu, mas Her.’

Usai berdiam diri dan memikirkan langkah selanjutnya, Tiara mengambil gawainya dan menghubungi Erlangga, putra semata wayang yang sangat dikasihinya.

“Erlangga ..!” sapa Tiara saat panggilan teleponnya dijawab oleh putranya.

“Ada apa Mii ..?” tanya Erlangga diujung telepon.

“Sampai kapan kamu di Indonesia? Sekarang kamu lagi dimana?” tanya Tiara.

“Setelah urusan di Indonesia selesai, Er balik. Sekarang di apartemen. Kenapa Mii?” jawab Erlangga yang menanyakan tujuan Tiara menghubunginya.

“Kenapa kamu ceraikan Elena? Apa kamu sudah gila,? Hah!” pekik Tiara.

“Mami ... buat apa dipertahankan lagi? Bukankah Mami juga sudah memberi izin papi untuk menikahi Elena?” jawab Erlangga mempertanyakan keputusan Tiara.

“Er ... kamu pikir Mami ikhlas? Setelah Mami tau Elena mengandung anak kamu, pikiran Mami pun berubah. Er, berjuanglah untuk bayi yang sedang dikandung Elena. Itu anak kamu, Er!” ucap Tiara dengan nada tinggi.

Wanita berusia 45 tahun itu, berdiri dari tempat duduknya di ruang santai dan berjalan menuju tangga serta menaiki setiap anak tangga dengan hati-hati untuk sampai ke kamarnya. Ia juga menjeda obrolannya dengan Erlangga, hingga sampai kamarnya.

“Hello ... Mii!” panggil Erlangga saat Tiara menjeda obrolan mereka.

“Wait!” jawab singkat Tiara.

Setelah itu, Tiara pun berucap, “Bicaralah. Tadi Mami masih di tangga, mau ke kamar.”

“Uhm, kata siapa itu anak Er? Kata Elena? Mami sendiri tau ... sekarang ini Elena yang dulu sudah berubah. Dia itu perempuan yang suka berbohong,” ungkap Erlangga kecewa.

“Mami menguping dari percakapan Elena dan ibunya. Waktu itu, Herlina pikir kalau Elena mengandung anak papi Her lagi. Ternyata Elena memastikan dan bersumpah kalau anak yang dikandungnya anak kamu!” tegas Tiara memberitahukan apa yang di dengarnya.

“Biarlah Mii ... Er pikir mungkin ini sudah jalan bayi itu. Apalagi Er sudah berjanji akan segera menikahi Bella. Makanya, pengacara yang urus gugatan cerai itu, pengacara keluarga Bella,” tutur Erlangga pasrah atas semua peristiwa yang telah terjadi.

“Erlangga ... Apa kamu nggak berpikir ... esok atau lusa, papimu bakal pilih kasih dengan kedua anak Elena? Dia tau kalau yang sekarang dikandung Elena itu anak kamu. Boleh aja kamu marah tentang Sakti ... Tapi, perlu kamu ingat! Anak yang sekarang dikandung Elena, anakmu!” seru Tiara kembali mengingatkan Erlangga.

“Er udah ikhlas, Mii. Biarlah anak itu menentukan nasibnya sendiri. Er udah terlalu lelah berpikir dan kecewa sama semuanya, termasuk Mami yang berbohong mengenai Sakti,” lirih suara Erlangga mengatakan kekecewaannya

“Er ... maafkan Mami. Tetapi, tolong pikirkan jabang bayi yang sekarang dikandung Elena. Bayi itu, calon penerus kamu! Almarhum papi Bisma pasti kecewa karena kamu membiarkan keturunannya dibiarkan dalam dekapan papi Her!” seru Tiara menjeda ucapannya dan berharap Erlangga menanggapi ucapannya.

“Er, kelak anakmu itu yang harus berkuasa atas harta almarhum papi Bisma dan harta dari papi Her. Ngerti maksud Mami?” tanya Tiara saat tidak mendengar sahutan dari putranya.

“Sudahlah Mii ... Biar aja harta itu dibagi berdua. Juga mereka masih bersaudara. Er nggak memerlukan harta sebanyak itu ... kelak kalau papi Her mau ambil beberapa properti miliknya yang udah atas nama Er, akan Er kembalikan,” tukas Erlangga.

“Erlangga! Harta itu adalah hak kamu! Terlebih dari almarhum papi Bisma. Ingat! Tanpa harta, kita tidak ada apa-apanya. Apa kamu pikir, semua orang akan tunduk dan hormat sama kita kalau kita nggak kaya?! Perlu kami ingat juga. Mami masih bertahan sampai saat ini dari penyakit kanker karena punya uang banyak untuk berobat!”

Usai mengatakan hal itu, sejenak, mereka menjeda obrolannya. Baik Erlangga dan Tiara masing- masing menarik napas dan membisu. Lalu, kembali Tiara membuka percakapannya lagi.

“Erlangga ... Mami akan cerita sedikit masalah penyakit kanker Mami. Kamu tau apa kata dokter di sini waktu mereka memeriksa Mami? Mereka bilang harapan Mami cuma 6 bulan! Mereka ngawur ... mereka salah diagnosa! Buktinya sejak bolak-balik ke Singapura untuk berobat, dokter bilang kanker di tubuh Mami semakin sedikit, ada harapan Mami untuk sehat kembali dengan catatan, Mami harus terus berobat selama 6 tahun. Kira-kira apa yang kita perlukan jika kita harus berobat selama 6 tahun saat sakit? Uang! Uang dan uang!” ujar Tiara menguraikan panjang lebar perihal sakit dan sangkut paut properti yang akan diserahkan Erlangga pada Herlambang.

“Ya Allah ... serius Mami udah sehat?” tanya Erlangga dengan intonasi bahagia.

“Mami masih sakit, Er. Tapi, diagnosa yang dikatakan dokter di Singapura menjanjikan suatu hal yang bagus dibandingkan di sini. Doakan saja Mami akan bisa melawan penyakit ini,” ucap Tiara memberitahukan pengobatannya.

“Ya, Mii ... pasti Er doakan,” tuturnya dalam nada suara penuh harapan.

“Baiklah ... Mami akan cerita hal penting lainnya. Kemarin, Mami ikut antar Elena untuk USG dan dengar ... bayi yang dikandung Elena, lelaki lagi! Jadi tolong urungkan niat kamu bercerai dengan Elena demi putramu. Cucuku harus jadi penerus semua perusahaan yang ada, walaupun dia anak kedua,” tutur Tiara tersenyum lebar kala menceritakan hal yang buat dirinya bahagia.

“Bayi dalam kandungan Elena, laki-laki? Mami yakin ... itu anak Er? Kalau bukan gimana?” tanya Erlangga dengan nada kecewa.

“Mami yakin, tapi untuk lebih yakinnya, kamu harus lakukan tes DNA. Juga cuman dua minggu, udah bisa ketahuan anak siapa yang dikandung Elena. Lagi pula, kamu juga nggak bisa gugat cerai Elena, karena dia hamil. Jadi kamu tunggu sampai bayi itu dilahirkan dan selesai masa nifasnya” imbuh Tiara.

“Tapi Mi, Er nggak mungkin batal menikahi Bella. Er udah janji sama keluarga Bella untuk menceraikan Elena,” ungkap Erlangga atas kesepakatannya dengan keluarga Bella.

“Mami nggak akan memberikan restu! Kecuali, kalian menikah diam-diam tanpa sepengetahuan Elena. Kamu nggak lagi diguna-guna sama Bella dan keluarganya kan? Kok bisa-bisanya kamu yang cinta mati sama Elena bisa berubah drastis,” Tiara curiga atas perubahan sikap Erlangga.

“Mami .. Mami ... mana ada sih zaman sekarang guna-guna seperti itu. Er begini karena sangat kecewa dan marah sama Elena. Mami pikir, rasa cinta dan sayang Er bisa hilang begitu aja sama Lena? Sampai saat ini, Er masih sayang sama Elena. Memang awalnya, Er sengaja mau balas dendam dengan menikahi Bella. Waktu itu Lena mau di madu dan terima Bella. Tapi, terakhir Lena malah minta cerai. Berarti kan, ada orang yang menyuruhnya,” ungkap Erlangga dalam suara penuh kecewa.

“Pasti Papi kamu yang mau kalian bercerai,” duga Tiara meluncur dari bibirnya.

“Menurut Mami, Er sekarang harus bagaimana?” tanya Erlangga.

“Untuk sementara ini, biar pengacara Mami untuk jawab gugatan cerai ini. Uhm, kalau memang keluarga Bella memaksa kamu untuk menikah ... menikah siri aja dulu dan kasih tahu alasannya. Perlu lebih 7 bulan lagi untuk menikah karena Elena harus melahirkan dan selesai masa nifasnya,” saran Tiara.

Tok... Tok...

“Maaf Nyonya ... Tuan Besar minta Nyonya sarapan bersama,” ucap seorang pelayan dari luar kamar Tiara.

“Ya! Er ... nanti Mami kirim pesan saja. Kalau gimana kita harus bertemu. Udah dulu ya, Mami ditunggu di ruang makan. Jaga kesehatan,” cicit Tiara menutup pembicaraannya.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
Hahahaha... iya Kak Andima maklum anaknya pasti ada keikut sifat emaknya... makasih udh hadir ya Kak Andima(⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧ Kak, minta komen di ulasan dan bintang 5 nya yaa.... Love You Sekebon(⁠☆⁠▽⁠☆⁠)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
emang gitu kak... orang jahat susah metong(⁠≧⁠▽⁠≦⁠) makasih dah hadir(⁠・⁠∀⁠・⁠)(⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧
goodnovel comment avatar
ayuSr
udah penyakitan banyak tingkah,bukan nya taubat malah tambah jahat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status