Share

Bab 8-Mencari informasi

*Happy Reading*

Arletta [Mil, lo kenal cowo yang namanya Arkana Sadewa H, gak?]

Setelah Kinan kembali dari break makan pagi. Arletta segera pergi ke loker. Mengambil ponselnya dan mengirim chat pada Karmila. Bertanya perihal cowok yang memberinya cofee dan Cake tadi.

Soalnya, saat tadi Arletta ingin bertanya kembali. Pria itu sudah beranjak pergi, dan tak bisa Arletta kejar. 

Sepertinya, pria itu sedang diburu waktu. Tetapi tolong jangan tanya kopi dan cakenya, ya? Karena semua sudah aman di dalam perut Arletta.

Sekalipun awalnya sungkan menerima pemberian orang. Tapi, karena sudah di berikan. Ya ... sudah terima saja. Rezeki itu kan, gak boleh di tolak. Benar tidak?

Tring!

Eh, tumben nih bocah balasnya cepat. Lagi break juga kali, ya?

Karmila [Siapa? Mas Arkan maksud lo?]

Ck, balasan macam apa ini? Bukannya jawab malah balik tanya. Dasar model peak.

Arletta [Mana gue tau, Karmila. Maka itu gue tanya sama lo!]

Arletta kesal, karena Karmila benar-benar tak membantu sedikit pun.

Karmila [Ya, gue juga mana tau, Arletta! Kan, nama Arkana Sadewa itu gak cuma satu di dunia ini.]

Bener juga, sih! Tumben nih cewek lurus otaknya. Atau ... memang Arletta yang sedang oon hari ini.

Arletta [Oke! Kalo gitu pertanyaannya gue ganti. Berapa pria yang punya nama Arkana Sadewa, yang lo kenal?]

Karmila [Satu]

Ck, si bodoh! Kalau begitu, ya ... yang sedang mereka bahas itu sama. Lah, wong Karmila cuma kenal sama satu nama Arkana saja. Yee kan?

Arletta [Kan, lo mah rese! Orang lo cuma kenal satu orang doang. Pake muter-muter dulu. Tinggal bilang aja kenal, gitu. Repot banget]

Omel Arletta dalam chat.

Karmila [Ya ... siapa tau yang lo maksud tadi beda sama yang gue kenal?]

Masih berani ngeles aja nih model satu. Minta dijitak kayaknya.

Arletta [Yang jelas dia kenal elo, dan ada waktu insident kolam renang. Lo tau kan, orangnya?]

Terang Arletta lebih detail.

Karmila [Iya, gue tau. Mas Arkan, photografer langganan agency gue]

Oh wow! Jadi pria itu photografer. Pantes  kenal Karmila kalau begitu. Lah, mereka satu server ternyata.

Tring!

Belum sempat Arletta membalas lagi, Karmila sudah lebih dulu mengirim chat lagi. Isinya langsung membuah Arletta melotot kesal.

Karmila [Kenapa lo nanyain dia? Naksir lo? Mau gue salamin, gak? Nih, gue juga lagi pemotretan kok, sama dia]

Eh, si bajirut! Kalau ngomong suka sekate-kate. Ya kali, Arletta suka sama cowo, yang ketemu aja baru itungan jari. Emang Arletta cewek apaan?

Arletta [Jan ngadi-ngadi. Gue gak segampang itu suka sama orang!]

Karmila [Yang bener? Padahal dia ganteng, loh. Kaya, lagi. Fansnya aja banyak. Masa lo gak tertarik sih, Let? Lo normal, kan?]

Sialan emang si Karmila! Makin dibiarkan makin ngelunjak. Sentil juga dah nih lama-lama.

Arletta [Elkava juga ganteng, kok. Tajir, juga. Gue gebet Elkava aja lah, yang deket. Lo nyari baru, ya. Gimana?]

Karmila [Teluh otw ya, Let!]

Arletta pun langsung terkikik geli. Melihat balasan chat Karmila, disertai emotion wajah merah banyak sekali.

Makanya, jangan main-main sama Arletta!

"Ketawa mulu. Makan sana!" tegur Pak Chandra, yang entah sejak kapan, sudah berdiri di samping Arletta. Sambil menyesap teh paginya.

Pak Chandra ini memang aneh. Padahal orangnya tidak bisa minum kopi. Tapi malah buka warung kopi. Kan, aneh ya?

Di mana-mana. Orang bikin usaha itu di lihat dari hobby atau kegemaran. Supaya bisa sepenuh hati memajukan usahanya. Tapi Pak Chandra malah beda. Dia buka usaha yang jauh sekali dari kegemarannya. Bahkan pria itu sebenarnya tidak boleh minum kopi. Karena lambungnya tidak kuat.

Itu sih, yang Arletta dengar dari anak-anak sini.

"Iya, Pak. Ini juga mau makan," balas Arletta. Memperlihatkan kotak cateringan dan membukanya di hadapan Pak Chandra.

Jangan heran kalau Arletta bisa seberani ini dengan Pak Chandra. Soalnya pria ini memang humble kok, sama semua karyawannya.

Tidak sungkan menyapa, dan membantu jika sedang sibuk. Bahkan, tidak pelit memberikan bonus jika Cafe sedang rame. Nah, itu poin pentingnya sebagai boss.

Kiranya, setelah melihat Arletta makan, Pak Chandra akan pergi. Ternyata, pria itu malah ikut duduk di sampingnya, dan menyesap tehnya dengan sangat santai. Membuat Arletta mengernyit bingung.

Lah, nih cowok ngapain dah duduk dekat Arletta? Perasaan, bangku kosong masih banyak, deh.

Namun, walau begitu. Toh, Arletta juga tidak bisa mengusirnya. Soalnya, kan ini Cafenya dia. Jadi ... terserah dia lah, mau duduk di mana. 

"Tangan kamu sudah sembuh?" tanya Pak Chandra tiba-tiba. Meminta perhatian Arletta.

Arletta pun menelan makanannya terlebih dahulu. Sebelum memperhatikan tangannya yang sempat terluka beberapa hari laly.

"Sudah lepas perban kemarin. Tapi masih sedikir nyeri kalo digerakin cepat," jawab Arletta dengan jujur.

Bukan maksud ingin minta di perhatikan. Tapi, ya ... Arletta cuma ingin jujur saja dengan apa yang dirasakannya. Tidak buruk, kan?

Pak Chandra pun mengangguk mengerti dan memperhatikan tangan Arletta, yang memang masih terlihat memerah di bekas lukanya.

"Kalo begitu tetap jaga di kasir dulu. Sebelum luka kamu benar-benar sembuh," titahnya kemudian.

"Oke," jawab Arletta singkat. Sambil kembali melahap makanannya tanpa sungkan.

"Tapi jangan mentang-mentang nyaman jaga di kasir. Kamu seenaknya saja bertindak gak sadar diri. Terus memperparah luka kamu. Soalnya kalo kamu memang ingin pindah di kasir. Tinggal bilang aja sama saya. Gak usah pake acara ngehajar orang dulu."

Itu sindiran. Jelas! Pak Chandra sedang menyinggung kelakuan Arletta tempo hari. Yang nekad turun tangan membekuk orang mabuk. Sampai lukanya terbuka kembali. Membuat pria itu mengomel tanpa henti, dan langsung menyeret Arletta ke klinik terdekat, untuk mendapat pertolongan kembali.

Setelah itu, pria ini terus saja menyindir Arletta setiap kali ada kesempatan. Membuat Arletta muak luar biasa.

"Sindir aja terus, Pak. Orangnya gak ada ini. Jadi sok aja ghibahin sepuasnya. Mayan ngurangin dosa saya," seloroh Arletta dengan santai. Terus menikmati sarapannya yang lebih menggoda dari apa pun.

Mendengar ucapan Arletta. Pak Chandra malah tergelak renyah. Sambil menggeleng pelan.

"Saya cuma ngingetin, Arletta," bantahnya kemudian dengan santai.

"Ini juga udah inget, kok. Sampe khatam malah. Terus lama-lama mual, deh."

Sekali lagi. Pak Chandra tergelak renyah. Sampai matanya menyipit menjadi segaris. Khas orang yang memang keturunan negara tirai bambu.

Arletta menyelesaikan makannya, dan langsung berdiri meninggalkan Pak Chandra begitu saja. Hendak meletakan bekas cateringnya pada tempat yang biasa.

"Jangan lupa minum air putih, Letta," serunya kemudian. Sebelum berdiri. Dan beranjak pergi begitu saja. Membuat semua anak dapur langsung berdehem keras. Seperti menggoda Arletta.

"Kenapa kalian? Radang berjamaah?" tanya Arletta dengan acuh.

"Bukan Radang berjamaah, Let. Tapi baper berjamaah. Cie ... yang lagi PDKT sama si Boss," timpal salah satu anak dapur, yang langsung di sambut heboh teman-temannya. 

Maksudnya ikut mencie-cie kan Arletta dan bersiul keras menggoda gadis yang kini malah memutar mata dengan malas.

Gak jelas!

Arletta memilih pergi dengan acuh. Meninggalkan orang-orang tersebut, yang memang gemar sekali menggosipkannya dengan Pak Chandra.

Terserah mereka saja, lah!

Arletta, kan, Gak bisa menutup mulut mereka satu per satu. Jadi, tinggal tutup kuping aja.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
yeni diana sari
hmmmm bnyk kali pagi ini yg perhatikan arleta
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status