Home / Rumah Tangga / Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu / Ternyata Masih Memiliki Hati Nurani

Share

Ternyata Masih Memiliki Hati Nurani

Author: CitraAurora
last update Last Updated: 2024-08-01 16:49:49

Pagi ini Lalita seperti setrika yang mondar-mandir menyiapkan keperluan Arga hingga dia kelelahan. Semua ini karena dia bangun kesiangan.

Usai menyajikan makanan, wanita malang ini harus kembali ke lantai atas untuk bersiap berangkat kerja.

Baru saja membuka pintu, suara dingin suaminya menyerang, "Waktumu sepuluh menit untuk bersiap."

"Baik Pak." Dengan langkah cepat menuju kamar mandi.

Pas sekali dalam waktu sepuluh menit, Lalita turun. Dia begitu tergesa-gesa takut suaminya marah karena lama menunggu.

Di ruang makan, semua berubah. Senyum manis Arga menyambutnya.

"Ayo sarapan, Kakek sudah menunggu."

Lalita menghela nafas dalam-dalam, Arga pandai sekali berakting. Tanpa kata, wanita itu menarik kursi di samping suaminya.

"Selamat Pagi Kakek, maaf sudah menunggu." Meski lelah fisik dan hati, Lalita berusaha tersenyum manis menyapa pria tua itu.

"Selamat pagi juga Lalita." Sang Kakek melemparkan senyuman manisnya pula.

Sebagai seorang istri yang baik, Lalita mengambilkan makanan untuk suaminya.

Namun setelah dia akan meletakkan nasi di atas piring sang suami, Arga segera melarangnya, "Aku hari ini malas sarapan nasi, berikan roti saja."

Helaan nafas terdengar, tatapan tajamnya terlempar ke arah sang suami. "Kenapa tidak bilang jika tidak ingin sarapan nasi, kan saya tidak perlu memasak ini dan itu!" ujarnya pelan namun menyimpan kekesalan.

Kakek yang mendengar turut menyahut ucapan Lalita. "Hargailah upaya istri kamu Arga, dia sudah susah payah memasak untuk kamu."

Tak ingin kakeknya menyalahkan dirinya pria itu segera mengklarifikasi dengan membuat alasan.

"Iya Kek, tapi perut Arga tidak nyaman," ujarnya.

Tangan pria itu kemudian mengelus rambut istrinya, "Maaf ya, tadi aku mau bilang tapi kamu sudah keluar, gimana kalau buat bekal saja?"

“Baiklah Mas,” sahut Lalita lirih.

Pria tua itu tersenyum melihat sepasang pengantin baru di depannya. Paska menikah, Kakek melihat banyak yang berubah dari Arga.

Cucunya yang semula begitu dingin, kini lebih hangat, dan bahkan lebih bijak.

Padahal, tidak tahu saja Kakek, kalau semua kebaikan pria itu hanyalah akting semata.

Usai sarapan, keduanya berangkat ke kantor. Sama seperti sebelum-sebelumnya, Lalita turun di tengah jalan dan Arga meninggalkan istrinya itu.

Dengan nafas naik turun, Lalita masuk ruangan OB, dia segera ganti seragam dan kemudian melakukan pekerjaannya, tidak peduli pada Arga yang terus menatapnya bekerja.

Beberapa saat kemudian, semua pekerjaan telah selesai, sebelum keluar, Lalita laporan dulu pada CEO-nya.

"Semua sudah bersih Pak." Wanita itu menghadap sambil menunduk.

“Tunggu apa lagi, keluarlah!” titahnya dingin tanpa melihat Lalita sama sekali.

Ketika hendak keluar, kedua bola matanya menangkap kotak makan yang berisi masakannya tadi pagi sudah teronggok di tempat sampah.

Dengan tatapan tajam, Lalita memutar tubuh ke arah sang suami lagi. "Pak, kenapa bekal makanan yang saya bawakan tadi berada di tempat sampah?"

Arga yang tengah berkutat dengan laptopnya menoleh, "Kamu berharap aku akan memakannya?” ujarnya sinis.

Lalita begitu kecewa, dengan mengepalkan tangan dia melangkahkan kaki ke meja kerja CEO arogan itu.

"Saya sudah susah payah menyiapkannya, sampai lelah.” Mata wanita itu berkaca-kaca. “Kalau tidak mau memakannya, kenapa menyuruh saya membawakan bekal kalau akhirnya Bapak buang ke tempat sampah?!”

Tanpa rasa bersalah, Arga justru berkata dengan datar, "Jika kamu merasa sayang, pungut saja."

Lalita menggeleng tak percaya dengan Arga, "Entah orang seperti apa anda ini Pak." Ucapannya sangat terdengar bila dirinya begitu kecewa kepada CEO-nya itu.

Tak mau mendebat Arga lagi, Lalita pun keluar. Entah mengapa sikap Arga kali ini benar-benar membuatnya kecewa dan sakit hati.

Sore hari telah datang, Lalita kembali ke ruangan CEO untuk bersih-bersih sebelum pulang.

Tidak ada Arga di dalam sana, membuat Lalita dengan cepat menyelesaikan semua pekerjaannya sehingga bisa pulang dengan cepat.

Dengan wajah senang, Lalita berjalan keluar kantor

menuju rumah. Sedikit waktunya yang bebas ini benar-benar dia nikmati, sebelum kembali diperlakukan semena-mena oleh suami.

Dia bahkan bisa beristirahat, menikmati sofa empuk dengan leluasa. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama, sebab ia mendapati sebuah kabar buruk jika kondisi ibunya kembali menurun.

Buru-buru Lalita mencuci muka, dia segera mengambil tas miliknya kemudian turun.

Di ujung tangga Lalita berpapasan dengan kakek, melihat Lalita yang terburu-buru dengan wajah khawatir membuat pria tua itu bertanya. "Lalita kamu mau ke mana? kenapa buru-buru seperti ini?"

"Maaf Kek, ibu sakit lagi, Lalita harus segera pulang!" Terlihat wanita itu tengah bersedih.

Kakek itu turut khawatir dengan keadaan ibunda Lalita. "Arga mana?" tanyanya kemudian.

"Mas Arga belum pulang Kek, mungkin ada meeting di luar kantor." Lalita yang tidak tau dimana suaminya asal menjawab saja.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, baru saja dibicarakan di depan terdengar mobil Arga datang.

"Nah, itu suami kamu sudah datang Lalita. Ajak dia, jangan pergi sendirian," Ujar sang Kakek yang langsung menghampiri Arga.

Dari belakang, Lalita mengikuti sambil terus membujuk.

"Mas Arga pasti lelah Kek, saya pulang sendiri saja.”

Dia sungguh takut apabila Arga marah karena baru pulang, tetapi sudah harus mengantar dirinya.

Terlihat Arga baru turun dari mobil, pria itu nampak heran melihat Kakek dan Lalita berdiri di teras. “Ada apa? Kenapa kalian berdiri di sini?” tanyanya kemudian.

"Mertua kamu sakit. Dan Lalita ingin pulang segera,” jawab Sang Kakek.

Pria itu melempar tatapan tajamnya kepada Lalita, terlihat sekali apabila dia sangat enggan.

Namun meskipun begitu, karena kepiawaian akting Arga, dia dengan cepat mengubah ekspresi kesalnya menjadi ekspresi berempati pada sang istri.

Ketika berdua di mobil, Arga kembali menatap Lalita tajam, tanpa kata.

Lalita tahu, Arga pasti tengah menuduhnya yang tidak-tidak. Akhirnya, sebelum tuduhan itu keluar dari mulut sang suami, Lalita lebih dulu menjelaskan.

“Bukan saya yang minta ditemani, tapi Kakek yang memaksa.”

Dengusan terdengar dari bibir pria itu. “Kamu pikir aku percaya?” katanya sarkastik.

Rasa khawatir terhadap ibunya serta rasa kesal karena terus diintimidasi suaminya membuat amarah Lalita meluap.

“Anda pikir saya senang diantar oleh anda?” Lalita berkata dengan tegas, sambil menatap garang sang suami. “Tidak, tidak sama sekali!” lanjutnya kemudian.

Lalu, karena terlalu lelah, bahkan mungkin sudah di tahap frustasi, air mata Lalita pun luruh. Gadis itu menangis tersedu.

Arga yang semula ingin marah, mengurungkan niat kala melihat Lalita menangis. Selama menikah, gadis itu tidak pernah sekalipun menunjukkan kelemahannya.

Dan ketika akhirnya melihat sisi lemah Lalita, sebersit hati Arga merasa kasihan padanya.

“Hapus air matamu,” ujar Arga sembari memalingkan wajah. “Aku paling benci melihat wanita menangis.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Mirasih
gara2 kamu sih Arga
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
bawangnya membuat air mataku jatuh...
goodnovel comment avatar
CitraAurora
ntr biar aku kasih pelajaran kak hehe
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Akhirnya

    "Pak Rangga kenapa anda disini?" Vina nampak terkejut, pikirannya kemana-mana. Apa dia sudah tau jika yang tidur dengannya malam itu adolah Amira? "Tentu mengunjungi calon istri aku." Rangga malas untuk berdrama lagi, dia ingin segera mengungkap semua kebenarannya. "Mas...." Amira mengkode Rangga agar bisa menahan diri tapi pria itu sudah muak pada Vina terlebih Vina telah membunuh calon bayinya. "Apa anda sudah tau semuanya?" Ucap Vina gugup. "Menurutmu!" Sahut Rangga. Wajah Vina menjadi pucat pasi, tak ada harapan lagi akhirnya dia meminta maaf. Wanita itu juga memohon pada Amira agar dimaafkan. "Aku sangat mencintai Pak Rangga Mir mangkanya aku berbohong." Vina memegang tangan Amira. Namun Amira yang sudah kecewa dan sakit hati pada sahabatnya dengan segera melepas tangan Vina. "Amira kita kan sahabat." Vina kembali berekspresi sedih berharap Amira berubah pikiran namun Amira tidak mau tertipu lagi. Mungkin jika dia hanya ingin bersama Rangga tidak masalah tapi

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Kamu Salah

    Sore itu sepulang dari kantor, Rangga pergi ke Villa untuk menemui Vina, dia tidak bisa mengulur waktu lagi untuk mengungkap kedok wanita jahat itu. Rencananya dia akan menjebak Vina agar mengakui semua di hadapannya dan Amira. Melihat kedatangan Rangga, Vina sangat senang. Dia langsung menyambut mantan atasannya itu. "Sore Pak Rangga." Sapanya dengan tersenyum manis. Rangga membalas senyuman Vina. meski sebenarnya hatinya enggan bersikap manis terhadap wanita yang telah membunuh calon bayinya. "Sore." Dia duduk lalu menyandarkan kepalanya dia sofa. "Vina, waktu itu di club aku tidak memakai pengaman apa kamu tidak merasakan tanda-tanda kehamilan?" Pertanyaan Rangga membuat Vina berpikir, bagaimana bisa hamil sedangkan yang tidur dengan Rangga adalah Amira. "Memangnya kenapa Pak?" tanya Vina was-was. "Tidak apa-apa, aku ingin mengumumkan pernikhaan secepatnya." Jawaban Rangga membuat Vina senang, saking bahagianya dia segera memeluk CEO itu. "Sudah lepas,

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Vina lagi Vina lagi!

    Dari rumah sakit Rangga kembali ke kontrakan Amira lagi, dia mengkonfirmasi Amira terkeit obat penggugur kandungan. Mendengar ucapan Rangga, Amira sangat shock. Bagaimana bisa vitamin menjadi obat penggugur kandungan? "Aku sungguh tidak tahu." Dengan raut wajah sedih Amira menunduk. Sementara Rangga berpikir keras, secara logika tidak mungkin ada dokter yang sengaja memberikan obat penggugur kandungan, pihak farmasi juga tidak mungkin melakukan kelalaian yang fatal jadi permasalahannya di Amira. Apakah obat itu tertukar atau gimana? "Apa ada yang kesini sebelum kamu keguguran?" Tanya Rangga dengan menatap sang wanita. Amira terperangah menatap Rangga, dia baru menyadari kedatangan Vina beberapa hari lalu. "Mas Vina datang kesini, dia menginap juga." Ucapan Amira membuat Rangga mengepalkan tangan, dia yakin Vina lah yang membunuh calon bayinya. "Beraninya dia melenyapkan calon bayiku." Ujar Rangga. Rangga bangkit, dia ingin membuat perhitungan dengan Vina, dia

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Keguguran

    Amira terus kesakitan, dia mencoba menghubungi Rangga tapi Pria itu tidak mengangkat panggilannya. Berkali-kali Amira menghubungi Rangga tapi tetap sama, Rangga tidak menerima satu pun panggilan darinya. Sakit yang semakin menusuk membuat Amira tak tahan. Saat bersamaan terdengar pintu diketuk. Sambil menahan rasa sakit, wanita itu membukakan pintu. "Andi." Kata Amira pelan. Melihat sahabatnya yang sangat pucat dan kesakitan membuat Andi khawatir, "Kamu kenapa Amira?" tanyanya panik. "Perut aku sakit." Jawabnya. Tak tahan akan sakit di perutnya, Amira lalu pingsan. Andi sempat kebingungan hingga akhirnya dia membawa Amira ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, dengan tangannya Andi membawa tubuh Amira masuk ke dalam. "Dokter Dokter! " Teriak Andi. Beberapa dokter yang mendengar teriakan segera sigap, lalu menggiring Andi ke ruang gawat darurat.Tau jika pasien mengalami keguguran, Dokter segera melakukan tindakan. "Bagaimana keadaannya Dok?" tanya Andi cem

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Kedatangan Vina

    Tatapan Lalita kini mengarah ke Amira, dia tersenyum melihat Rangga datang dengan seorang wanita. "Kekasih kamu ya Mas." Goda Lalita. Rangga tersenyum lalu mengangguk. Lalita cukup senang akhirnya Rangga sudah menemukan wanita. Masih mempertahankan senyumannya Lalita duduk di samping Amira. "Hay, aku Lalita." Dia menyodorkan tangan pada Amira. "Hay, saya Amira." Amira melakukan hal yang sama. Lalita dan Amira mengobrol, dan bersamaan dokter keluar dari ruang operasi. "Bagaimana keadaan istri saya Dok?" Damar segera bertanya. "Baik, kedua bayinya juga sehat." Ucapan Dokter membuat Damar menitikkan air mata, kini statusnya berubah menjadi seorang ayah. Rangga yang melihat teman serta rekan kerjanya bahagia pun turut bahagia, dia dapat merasakan kebahagian Damar. "Selamat atas kelahiran anak kamu." Ujarnya dengan senyuman hangatnya. "Terima kasih Pak Rangga." Pria itu memeluk Rangga. Tak selang lama, dua orang suster keluar membawa dua bayi mungil,

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Kania Di Opersi

    Mual dan muntah semakin parah, hingga Amira ijin tidak masuk karena lemas. "Apa yang kamu perlukan Amira? akan aku belikan." Vina menunjukkan wajah khawatirnya. Bukan khawatir karena sahabatnya sakit tapi dia khawatir jikalau Amira hamil. "Tidak perlu Vin, terima kasih." Ujar Amira. Karena harus kembali ke villa, Vina pun pamit dan sebelum pergi dia bilang jika akan datang lagi. Amira mengangguk, meski dia sedikit heran dengan sikap Vina yang tiba-tiba berubah jadi perhatian. Tak ingin ambil pusing, Amira mengabaikan kecurigaannya.Di sisi lain, Rangga yang mendengar kabar jika Amira sakit jadi panik, dia segera pergi ke kontrakan Amira untuk menjenguk kekasihnya itu. "Pak Rangga." Kedua bola mata Amira membulat melihat kedatangan sang pria. "Masih saya panggil Pak." Rangga menjentikkan jarinya pelan dia dahi sang wanita. Amira menggosok dahinya dengan tangan, meski jentikn tangga Rangga tidak sakit tapi dia sedikit lebay di hadapan CEO itu. "Iya Mas." Ujarnya. Ingat akan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status