“Hei, mau ke mana?”Eris mencengkeram lengan Alana saat Alana bangkit dari duduk hendak pergi. Dia pun berkata dengan sombongnya.“Lepaskan tanganku!” minta Alana dengan suara penuh penekanan.Alana sangat malas berurusan dengan Eris, wanita yang menjadikannya bahan taruhan. Mendengar suaranya saja rasanya sudah muak, apalagi melihat wajahnya. Eris memang memiliki wajah cantik yang digandrungi banyak laki-laki, terlebih mahasiswa di kampus mereka. Namun, kecantikan Eris sungguh memuakkan bagi Alana.Dulu, Alana sempat mengagumi kecantikannya, sama dengan yang lainnya. Hanya saja setelah Eris selalu mencari gara-gara dan masalah dengannya, seperti tidak menyukainya, sejak saat itu dia merasa muak.“Kenapa? Kamu merasa kalah dariku?” tanya Eris dengan wajah songong dan sombong. Bahkan dari wajah dan caranya berucap, Eris seperti sedang memandang Alana sebagai pecundang yang kalah bertanding dengannya. Dia pikir Alana menghindar karena tidak mau mengakui kekalahannya.Alana mendengus de
"Om Leo ... aku ingin menangis!" Melihat Leo berjalan dan datang ke arahnya, Alana langsung menyambut dan berhambur memeluk om kesayangannya dengan erat. Dia tidak peduli lagi dengan pandangan orang di sekitar taman. Dia juga tidak peduli dengan tanggapan mereka. Yang dia pedulikan adalah perasaannya yang hancur lebur.Leo sendiri kaget dan hampir saja tubuhnya terhuyung ke belakang mendapat pelukan tiba-tiba dari Alana. Dia hampir jatuh, untung kaki panjangnya sangat kuat dan otot-otot tubuhnya tangguh sehingga saat mendapat tubrukan tubuh Alana, Leo bisa menjaga keseimbangannya."Aku pingin nangis," ucap Alana lagi sembari mengeratkan pelukannya."Eits! Tahan!" Leo segera melepaskan pelukan Alana dengan mendorong kedua sisi pundak keponakannya itu. Dia juga menjaga jarak sepanjang tangannya sehingga tubuh Alana condong ke belakang. Meski begitu, tidak ada yang khawatir Alana akan terjatuh karena tangan kuat Leo menjaganya."Om Leo!" Mendapat penolaka
"Selamat pagi, Om," sapa Alana sembari menuruni anak tangga."Pagi," balas Leo sembari mengoles selai coklat di atas roti tawar, sembari melihat Alana berjalan mendekat. "Tumben sudah rapi?" imbuhnya sembari meletakkan sepotong roti pada piring di depan Alana, lalu kembali mengoles roti lain. Kali ini untuk dirinya sendiri."Emm. Hari ini aku ada kuliah pagi," jawab Alana, mengambil roti, lalu menggigitnya. "Om Leo antar aku kuliah, ya?" "Kenapa?" Leo heran. Biasanya Alana memilih pergi kuliah sendiri karena tidak mau merepotkannya. Apalagi kampusnya berlawanan arah dengan perusahaan Leo. Meminta Leo mengantar, sama saja membuat Leo menghabiskan waktu di jalan.Alana tersenyum tersipu, lalu memasukkan kembali potongan roti ke dalam mulutnya."Aku lagi ingin diantar Om Leo saja," jawab Alana."Yakin?" Leo memiringkan sedikit wajah memberi Alana tatapan tidak percaya."Tapi kalau Om Leo tidak mau, tidak apa-apa. Aku berangkat sendiri saja," ucap Alana
"Damian, tolong jemput aku di jalan Krispati!" Leo menghubungi Damian melalui telepon selularnya."Jalan Krispati? Kenapa kamu sampai sana?"Jelas saja Damian kaget dan penasaran mendengar nama jalan yang disebut Leo. Arah perusahaan mereka jelas tidak melalui jalan itu, tapi saat ini Leo ada di sana. Ada apa?"Aku kecelakaan," jawab Leo."Leo, jangan bercanda! Lalu, bagaimana kondisimu? Apa kamu terluka parah?" Bla ... bla ... bla ... dan masih banyak lagi pertanyaan Damian untuk Leo."Stop, Damian!" seru Leo. "Aku tidak apa-apa. Hanya mobilku yang penyok. Aku sudah panggil mobil derek," sambung Leo semakin kesal mendapat banyak pertanyaan dari Damian. Meski maksud Damian memberi perhatian dan khawatir, tapi mendengar pertanyaan yang banyak membuat kepalanya semakin terasa pusing dan sakit.Karena melamun, Leo mengalami kecelakaan. Mobilnya menghantam pembatas jalan. Untung laju kendaraannya tidak terlalu cepat sehingga tidak menimbulkan cidera yang serius.
"Selamat ulang tahun, Om Leo."Tiba-tiba Alana muncul dari arah pintu luar kamarnya sembari membawa kue ulang tahun. Di atasnya ada lilin menyala menunjukkan banyaknya angka umur Leo, sedangkan Leo yang masih panik dan cemas langsung terkejut dan shock. Di tangannya masih menggenggam telepon selular. Bahkan masih dalam posisi menghubungi nomor Alana. Jantungnya hampir lepas mencemaskan keponakannya. Dia pikir Alana kembali terhanyut dalam kesedihan sehingga melakukan sesuatu yang bisa membahayakannya. Namun, sekarang keponakannya itu berdiri di depan mata dengan senyum lebar, wajah ceria. Leo merasa lega, tapi juga kaget."Om Leo, kok malah bengong, sih?" Alana mendekat.Lamunan dan keterkejutan Leo langsung tergugah. Leo segera menyadarkan diri dengan memberikan senyum canggung, tapi senang. Dia senang karena keponakannya masih mengingat hari ulang tahunnya di saat dia sendiri tidak mempedulikannya."Alana?" lirih Leo dengan perasaan haru."Ayo, Om, make a wish! Buat permohonan, te
“Surprise!” seru Alana.Alana membentangkan lebar kedua tangan ke samping. Kaki jenjangnya yang hanya dibalut dengan hotpants perlahan melangkah mundur mendekati meja makan bundar dengan kain putih berumbai. Di atas meja telah ada dua piring terisi menu special, dua gelas minuman, vas kaca bening dengan mawar merah merekah dan harum. Tidak lupa dua lilin kecil menyala menambah suasana malam menjadi romantis.Senyum Alana lebar membuat semua yang terlihat semakin menjadi cantik. Alana yang Leo pikir sedang dalam kesedihan ternyata menyiapkan kejutanan untuknya. Menyiapkan makan malam yang bisa dikatakan romantis. Makan malam di halaman belakang dengan latar belakang kolam renang. Lampu taman menambah cahaya terpancar dengan indah.“Alana, ini semua?”Leo belum bisa percaya atas semua yang dilihat di depan matanya saat ini. Dia tidak pernah menduga Alana akan memberinya kejutan seindah dan seromantis ini. Keponakan kecilnya dulu, kini sudah besar dan sudah bisa mendesain makan malam yan
"Nanti siang aku jemput. Kabari saja kalau kuliahnya sudah selesai!" ucap Leo sembari mengusap pucuk kepala Alana."Emm." Alana mengangguk menyetujui.Leo membalas senyuman Alana."Ya sudah, keluarlah! Tunggu apa lagi?" tanya Leo heran melihat Alana tetap tenang duduk tanpa menunjukkan akan keluar dari mobilnya.Bukannya lekas keluar, Alana malah menunjukkan wajah cemberut, merajuk padanya."Kenapa? Mau minta kiss?" Tiba-tiba Leo menggodanya."Ish!" Alana memukul lengan Leo. "Om Leo mesum!" seru Alana langsung refleks menutupi bibirnya menggunakan punggung tangan. Dia terkejut, Leo balik menggodanya. Beberapa hari lalu, dia yang menggoda.Leo terkekeh melihat wajah lucu Alana."Makanya cepat keluar!" ucapnya mengusir. Bahkan Leo membuka kunci dan mendorong pintunya agar Alana lekas pergi.Sayangnya, meski pintu sudah terbuka, Alana tidak juga segera pergi. Gadis itu malah kembali merajuk seperti anak kecil. "Apalagi? Uang saku?" Leo geram, la
"Akhirnya, kamu jatuh cinta juga, Leo," ucap Damian sangat senang.Bahkan Damian sampai pindah tempat duduk mendekati Leo dan langsung merangkul pundak sahabatnya itu. Damian terlihat sangat senang seperti mendapat kejutan besar saat mendengar pengakuan Leo tentang perasaannya. Meski itu terhadap Alana, keponakannya sendiri, dia tidak peduli. Yang terpenting baginya adalah Leo telah bisa merasakan cinta."Kita harus rayakan hal ini."Damian bangkit dari duduknya, berjalan mengambil wine yang tersimpan di dalam lemari khusus milik Leo, lalu kembali duduk dan menuang pada dua gelas."Mari rayakan berita besar ini!" ajaknya sembari memberikan satu gelas pada Leo dan mengajaknya bersulang.Meski mengangkap apa yang dilakukan Damian berlebihan, tapi Leo tetap minum wine yang diberikan padanya."Dengan begini, kamu membuktikan bila kamu laki-laki sejati, Leo," ucap Damian lagi sembari merangkul pundak Leo."Kamu terlalu banyak omong, Damian." Leo menepis tangan