Share

Pertemuan

Alena tidak habis pikir bagaimana mungkin Ella bisa terlihat biasa-biasa saja. Kematian Pak Albert baru saja menginjak dua minggu, tapi Ella sudah bisa menjalani aktivitasnya seperti biasa.

Padahal, Alena berharap agar perempuan itu terus terpuruk dan bahkan tidak bisa melanjutkan hidup lagi. Tapi sepertinya semua itu tidaklah sesuai dengan ekspektasinya selama ini. 

"Kamu tidak perlu khawatir, Alena. Pesan singkat dan ancaman yang baru saja kamu kirim kepada Ella pasti akan membuat perempuan itu tidak bisa bernafas dengan tenang sekarang," batinnya. 

Dia memang baru saja mengirim pesan teror untuk memberi peringatan bahwa hidup sahabatnya itu akan terus dipernuhi kegelisahan.

"Sepertinya lebih baik aku mencari makan sekarang. Suasana hatiku pasti akan semakin memburuk ketika perutku keroncongan," sambungnya sembari fokus dengan kemudinya dan mencoba memperbaiki suasana hati. Tapi sebelum itu, dia memutuskan turun terlebih dahulu untuk mengambil uang di ATM. 

"Auch!" keluh Alena ketika salah seorang laki-laki tidak sengaja menabrak dirinya.

"Maaf, aku benar-benar sama sekali tidak sengaja dan tak memiliki maksud untuk melukai Anda," kata pria yang baru saja menabraknya tersebut sambil terus menundukkan kepala sebagai ungkapan minta maaf.

"Kalau jalan pakai mata dong!" seru Alena tak terima.

"Sekali lagi saya minta maaf," kata pria itu sambil mengangkat kepalanya. 

Sontak, Alena begitu sangat tercengang melihat ketampanan pria tersebut. Dia belum pernah melihat pria yang setampan ini sebelumnya. 

"Iya tidak apa-apa ,kok," jawab Alena sembari tersenyum.

"Syukurlah." Pria tersebut akhirnya bisa bernafas lega. 

Karena saat ini sedang buru-buru, dia hanya memberikan kartu namanya kepada Alena. Dia khawatir kalau sampai Alena kenapa-napa, tapi tidak bisa menghubunginya untuk meminta pertanggungjawaban.

Alena merasa seperti sedang mendapatkan durian runtuh. Jantungnya terus berdetak kencang setelah bertemu pria barusan. Lias Andrea Dovizioso, itulah nama yang tertera di kartu. 

"Nama yang indah. Dia pasti berasal dari keluarga yang berada juga," batin Alena.

***

Pagi itu benar-benar banyak pekerjaan yang menumpuk, Alena merasa sedikit kesal dengan semua pekerjaan yang menguras waktu ini. Dia ingin sekali memiliki seorang suami yang sangat kaya raya sehingga tak perlu bekerja dan membanting tulang seperti ini terus.

"Alena!" panggil salah seorang perempuan yang tiba-tiba saja datang menghampiri dan menepuk pundaknya. Perempuan itu adalah Siska. Dia ada juga Siska memang bekerja di kantor yang sama. 

"Apa kamu sudah menemui Ella sejak kematian ayahnya?" sambungnya.

"Tidak bisakah kamu jangan membahas hal ini dulu? Aku benar-benar sama sekali tidak bersemangat." Alena yang kesal meninggikan suaranya. 

"Ada apa denganmu? Aku bicara baik-baik, tapi kamu malah menanggapinya seperti ini?" Siska pun sedikit kesal dengan tanggapan yang diberikan oleh Alena.

"Kalau begitu lanjutkan saja pekerjaanmu dan anggap aku tidak bertanya seperti ini," sambungnya, lalu memilih untuk pergi dari tempat itu.

"Tunggu! Aku minta maaf telah berkata kasar padamu," kata Alena mencegah dan memegang tangan Siska. 

Selama ini, Alena selalu bersikap baik dan tak pernah menaruh iri sedikit pun terhadap Siska. Siska tidak pernah menandinginya dalam hal apa pun. Alena selalu unggul dari sahabatnya itu. Jadi bagi Alena, dia tidak akan mengganggu ataupun membenci orang yang tidak pernah berada di depannya. Alena merupakan tipe orang yang begitu sangat egois dan tidak ingin ditandingi. Dia ingin selalu menjadi nomor satu.

"Lepaskan tanganku!" kata Siska yang masih kesal.

"Aku memang belum menemui Ella sampai saat ini. Tapi kamu tenang saja, aku pasti akan segera menemui dia secepat mungkin," kata Alena membujuk Siska.

"Baiklah," kata Siska yang akhirnya luluh. 

Dia kini meraih sebuah permen yang ada tepat di atas meja sahabatnya tersebut. Tanpa sengaja sebuah kartu nama jatuh ke lantai. Siska sontak memungutnya dan betapa terkejutnya dia ketika melihat nama pemilik kartu nama tersebut.

"Ini kan ...."

"Ada apa? Apakah kamu mengenal pria itu?” tanya Alena seketika memotong pembicaraan Siska. 

Siska mengangguk. "Tentu saja, nama pria ini sama persis dengan nama kekasih Ella. Kamu tahu laki-laki yang pernah diceritakan oleh Ella? Seorang laki-laki yang dia cintai dan mereka telah dijodohkan satu sama lain? Laki-laki itu tak lain adalah pria ini. Dia bernama Lias," jelas Siska. 

Alena begitu sangat terkejut mendengar hal itu. Pria yang telah berhasil membuat jantungnya berdebar dan jatuh cinta untuk pertemuan pertama itu, rupanya tak lain adalah laki-laki yang juga dicintai oleh Ella.

"Apa katamu? Jadi pria ini adalah kekasih Ella?" tanya Alena.

"Iya. Aku benar-benar sudah tidak sabar lagi menunggu pernikahan mereka. Aku pun tahu hanya sekedar nama, sih. Kamu tahu sendiri kan bahwa Ella selalu menyembunyikan prihal asmaranya," kata Siska. 

Dia kemudian menceritakan kepada Alena bahwa dulu dia tak sengaja menemukan surat ucapan ulang tahun yang dikirim Lias untuk Ella, sewaktu meminta handbody di kamar sahabatnya itu. Tapi, dia memilih untuk tutup mulut.

"Tapi tunggu ... dari mana kamu mendapatkan kartu nama ini? Bagaimana mungkin kartu nama Lias ada padamu? Apa kalian juga saling mengenal satu sama lain?" sambung Siska.

"Tadi pagi dia tidak sengaja menabraku. Dia nampaknya sangat terburu-buru, sehingga hanya bisa memberikan kartu nama ini agar aku bisa menghubunginya sewaktu-waktu untuk meminta pertanggungjawaban darinya," jelas Alena dengan tatapan yang terlihat begitu sangat kosong. Dia mengepalkan tangannya dengan penuh amarah, karena lagi-lagi Ella berada dua langkah di depannya.

"Benarkah? Itu artinya saat ini Lias sedang berada di Indonesia?" tanya Siska tak percaya.

"Apa katamu? Memangnya selama ini dia tinggal di mana?" tanya Alena. 

"Selama ini dia kuliah di luar negeri. Dia dan Ella menjalin hubungan jarak jauh. Itulah kenapa Ella sama sekali tidak pernah mempertemukan kita dengan calon suaminya itu," jelas Siska.

"Kamu sepertinya tahu banyak tentang mereka."

"Tidak juga. Kamu ingat waktu malam tahun baru? Aku memilih untuk menginap di rumah Ella saat itu, sementara kamu memilih pulang ke apartemen milikmu. Saat itulah kamu bermain true or dare, dan Ella mengatakan bahwa kekasihnya tinggal di luar negeri dan akan segera menikah ketika kekasihnya itu kembali ke Indonesia. Namun, aku tak bisa bertanya lebih karena aku tahu betul bagaimana Ella." Siska menceritakan alasannya tahu tentang tunangan Ella.

"Sudah, ah, aku masih banyak pekerjaan. Mungkin ketika jam makan siang, kita bisa membahas ini lagi," sambung Siska, lalu pergi begitu saja meninggalkan Alena tanpa menunggu respon dari perempuan itu. 

"Argh!" Alena memukul meja dengan sangat keras sehingga membuat semua mata tertuju ke arahnya.

"Maaf!" sambungnya menyadari hal itu. 

Dia kemudian memilih untuk melangkahkan kakinya menuju toilet dan menutup pintu dengan rapat. Dia kini menatap wajahnya tepat di pantulan cermin. Dia tidak pernah tahu apa yang menjadi alasan sehingga Ella selalu berada tepat di depannya. Dia bahkan sama sekali tidak bisa mengalahkan perempuan itu. 

"Apa yang istimewa dari perempuan yang seperti dia? Aku pikir saat ini aku telah menghancurkan hidupnya, tapi nyatanya tidak! Dia masih memiliki seorang laki-laki yang begitu sangat mencintainya. Kenapa dia terlahir bahagia sedangkan aku tidak?" desis Alena. 

"Tapi, aku tidak akan membiarkan kebahagiaan ini kembali datang menghampiri dia. Akan aku pastikan bahwa dia tidak akan pernah menikah dengan Lias. Aku akan membuat dia berpisah dengan laki-laki itu," sambungnya. 

Apa pun yang terjadi, Alena akan berusaha untuk memisahkan keduanya. Dia akan merebut Lias dari pelukan Ella. Laki-laki harus menjadi miliknya seorang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status