Share

Ancaman

Ella kini nampak cantik dengan balutan busana berwarna merah jambu. Sebuah gaun yang diberikan oleh ayahnya beberapa bulan yang lalu. Makanan pun telah siap di atas meja. Ella sengaja meminta seluruh pelayanan untuk membantunya memasak makanan kesukaan dari pria yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai suaminya itu. Tak hanya itu, Ella juga telah menyediakan kado spesial untuk Lias.

Setelah menunggu selama beberapa menit, terdengar suara mobil berhenti tepat di depan rumah. Ella sangat yakin bahwa orang itu pasti Lias. Dengan buru-buru dia melangkahkan kaki menuju ke arah pintu. 

Ternyata benar bahwa dia adalah pria yang sedari tadi telah ditunggunya. Ella berlari menghampiri Lias dan memeluknya dengan sangat erat. 

“Ella, aku merindukanmu!” kata Lias. Rasa rindunya terhadap Ella terbalas juga. 

“Kenapa kamu begitu lama? Kamu tahu bahwa aku sangat merindukanmu. Apalagi saat ini Ayah juga telah pergi,” ujar Ella yang kini terisak.

“Maafkan aku, Sayang,” ucap Lias sambil menyeka air mata yang membanjiri pipi cabi Ella.

“Sekarang aku tidak akan pernah meninggalkan dan membiarkanmu sendiri lagi. Aku telah berjanji kepada Paman untuk menjagamu apapun yang terjadi. Aku akan memenuhi janji tersebut dan akan menetap di Indonesia,” kata Lias.

“Oh iya, aku punya kado untukmu,” sambungnya sambil mengeluarkan cincin dari saku celananya dan memberikannya kepada Ella. Senyum manis kini merekah di bibir mungil perempuan itu.

“Terima kasih, Lias,” kata Ella menggenggam tangan Lias dengan erat. Dia yakin bahwa kekasihnya ini pasti lapar. Dia langsung meminta Lias masuk dan makan bersama. 

Ella salah satu tipe calon istri idaman. Tak hanya baik hati, dia juga begitu sangat perhatian dan selalu membuat hati Lias senang. Lias memang sudah lama sekali tidak pernah lagi memakan makanan Indonesia. Dan hari ini, Ella menyiapkan semua makanan yang disukainya. Dia tak sabar lagi untuk menyantap makanan tersebut dengan lahap.

“Permisi Nona, di luar ada seseorang yang sedang mencari Anda,” kata salah seorang pelayan yang tiba-tiba datang dan menghampiri keduanya.

“Siapa Bi?” tanya Ella.

“Dia Nona Alena, Non,” kata sang pelayan.

 Seketika darah Ella mendidih mendengar nama tersebut. Dia sama sekali tidak suka dengan keberadaan perempuan itu di rumahnya ini. Dia lalu meletakkan sendok dan juga garpunya tepat di atas meja dengan sangat kasar sehingga menimbulkan suara gaduh dan beranjak menuju ke arah ruang tamu. 

Lias yang melihat hal itu sontak menyusul Ella. 

“Mau ngapain kamu ke rumah ini? Apakah kamu belum puas menghancurkan semua kebahagiaanku?” bentak Ella beberapa saat kemudian sambil menarik tangan Alena dan memintanya untuk segera keluar dari rumah itu.

“Ella! Apa yang kamu lakukan, Sayang? Dia itu tamu di rumah ini. Kenapa kamu malah mengusirnya seperti itu?” tanya Lias mencegah Ella. 

“Lepaskan aku! Kamu tidak tahu siapa perempuan ini. Dia ini perempuan jahat,” maki Ella.

“Aku kemari hanya ingin bertemu denganmu dan mengucapkan bela sungkawa atas apa yang telah terjadi terhadap Pak Albert. Aku tidak menyangka bahwa kamu begitu sangat membenciku bahkan mengusirku seperti ini. Aku telah menyesal dan aku salah. Apa yang telah terjadi biarlah terjadi. Mari kita mulai lembaran baru.” Alena menjalankan sandiwaranya dengan baik. 

“Tunggu! Bukannya kamu adalah perempuan yang pernah aku temui? Rupanya kamu dan juga ….”

“Kamu pernah bertemu dengan dia?” pangkas Ella.

“Iya, kami tidak sengaja bertemu. Lagian itu semua tidaklah penting. Aku hanya ingin meminta maaf kepadamu,” sahut Alena.

“Setelah semua yang kamu lakukan dengan enaknya kamu meminta maaf? Kamu tidak tahu betapa bencinya aku kepadamu.” 

Ella sudah tidak bisa lagi membuka pintu maaf terhadap Alena. Apalagi perempuan itu memang terlihat tidak benar-benar ingin meminta maaf. 

“Sayang, cukup! Memangnya apa yang telah terjadi di antara kalian?” tanya Lias sambil terus memegang Ella. Dia tak ingin membuat kekasihnya itu melakukan tindakan yang melampaui batas.

Seketika, Alena berlutut dan meminta maaf. Tapi, Ella malah mendorongnya dan membuatnya terjatuh.

 “Lebih baik pergi dan angkat kaki dari rumahku sekarang juga! Aku tidak sudi melihatmu di sini!” teriak Ella.

“Ella, tolong maafkan dan berikan kesempatan kepadaku untuk memperbaiki semuanya,” pinta Alena dengan mata berkaca-kaca. 

“Berhenti bersandiwara! Aku tidak butuh air mata kepalsuanmu.”

“Sayang! Ayo kita masuk sekarang. Apa pun yang telah dilakukan oleh sahabatmu ini, tidak sepantasnya kamu memperlakukan orang dengan cara yang tidak baik seperti itu,” ujar Lias memberikan nasihat kepada Ella agar tak berbuat jahat seperti barusan.

“Kamu tidak tahu apa yang telah dia lakukan, Mas! Dia ini perempuan yang pandai bersandiwara. Dia tak sebaik yang terlihat.”

“Memangnya apa yang telah dia lakukan sehingga kamu begitu sangat membencinya?” tanya Lias. Seketika, Ella terdiam dan memegang kepalanya. Dia tidak mungkin memberitahu kepada kekasihnya tersebut tentang kebenaran dari kematian ayahnya. Lias tidak tahu bahwa Pak Albert meninggal dunia karena meminum racun akibat dari perempuan yang saat ini sedang berada di depannya itu.

“Baiklah aku minta maaf karena telah berkata kasar seperti barusan. Tapi bisakah kamu meninggalkan kami dulu, Mas? Biarkan aku berbicara dengan perempuan ini,” pinta Ella.

“Tapi kamu janji untuk bisa mengontrol emosimu?” 

“Iya aku janji.”

Lias kini meninggalkan kedua perempuan tersebut di ruang tamu untuk saling berbicara satu sama lain. Setelah kepergian Lias, Ella lalu menarik tangan Alena keluar.

“Lepaskan aku! Lancang sekali tadi kamu mendorongku dan menarik tanganku dengan paksa seperti ini!” bentak Alena tak terima.

“Kenapa? Apa kamu tidak suka? Ini adalah rumahku dan aku berhak melakukan apa pun yang aku inginkan. Lagian aku tahu persis bahwa kamu datang ke rumah ini tidak untuk meminta maaf bukan? Entah apa yang kamu inginkan dariku,” kata Ella.

Alena tertawa terbahak-bahak. “Sepertinya percuma juga aku bersandiwara. Kamu memang sahabatku yang begitu sangat mengenalku. Kamu ingin tahu alasan sehingga aku datang ke rumah ini? Itu semua karena Lias. Laki-laki itu telah membuatku jatuh cinta sejak pandangan pertama. Aku pun tahu bahwa dia adalah kekasihmu dan sebentar lagi kalian akan menikah. Tapi akan aku pastikan bahwa pernikahan itu tidak akan pernah terjadi!” bisik Alena. Ella langsung terbelalak mendengar itu semua. 

“Ka—kamu ….”

“Iya, aku telah berjanji kepada diriku sendiri bahwa aku tidak akan pernah membiarkan kebahagiaan datang menghampirimu,” pangkas Alena.

“Segitu bencinya kamu terhadapku?” tanya Ella tak percaya sambil menutup mulutnya menggunakan kedua tangan.

“Iya, aku membencimu dan sangat membencimu. Aku iri dengan semua kehidupanmu. Akan aku rebut Lias bagaimana pun caranya!” tegas Alena lalu pergi. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status