Tak terasa sudah dua minggu lamanya sejak kematian Pak Albert. Ella tidak bisa terus seperti ini. Masa depannya masih panjang dan dia harus bangkit melawan semua keterpurukan tersebut. Dia pun memutuskan untuk kembali bekerja seperti biasanya dan menjalani hari-harinya.
Deep!
Sebuah notif pesan singkat dari seseorang yang spesial sontak membentuk lekukan senyum di bibir indahnya.
"Maaf karena aku baru memberikan kabar kepadamu. Aku turut berduka cita atas apa yang telah menimpa Paman Albert. Siang ini juga, aku akan segera kembali ke Indonesia," batin Ella membaca pesan singkat tersebut.
Laki-laki yang baru saja mengirim pesan singkat kepadanya adalah Lias—sahabat kecilnya sejak dulu sekaligus laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi pelabuhan cinta terakhirnya. Dia dan Lias saling mencintai. Keduanya pun telah dijodohkan dan akan melangsungkan pernikahan setelah Lias menyelesaikan pendidikan S3-nya di luar negeri. Dan hari ini laki-laki tersebut kembali.
Ella kini sudah siap dengan mengenakan t-shirt warna netral yang dikombinasikan dengan skinny jeans. Lalu untuk kesan smart officewear, dia menambahkan blazer sebagai outer dan mengenakan heels kesayangannya yang dikirimkan oleh Lias dari luar negeri sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-24.
"Life isn't always about sadness, Ella. Get up and set your sights forward." Ella tersenyum dan segera menuju bagasi mobil untuk berangkat ke kantor.
Sejak kematian Ayahnya, dia sudah tidak pernah lagi mendengar kabar dari Alena. Dia berharap agar di saat kondisi seperti ini, dia tidak bertemu dengan perempuan itu lagi.
"Ya ampun, bagaimana mungkin aku lupa membawa air mineral," batin Ella sambil menepuk jidat ketika mobilnya sudah meluncur ke jalanan.
Ella memang selalu membawa air mineral ke manapun dia pergi. Dia kerap kali merasakan haus yang membandel.
Dia pun akhirnya memutuskan menghentikan mobilnya di bahu jalan, tepat di depan sebuah minimarket untuk membeli minuman terlebih dahulu. Namun ketika hendak melangkahkan kaki masuk ke dalam minimarket tersebut, matanya tertuju kepada seorang perempuan yang berdiri tak jauh dari tempatnya saat ini.
Siapa lagi kalau bukan Alena—perempuan yang telah menjadi penyebab kehancuran keluarganya. Ella yang merasa geram, akhirnya mendekat ke arah perempuan itu dan menarik tangannya dengan paksa.
"Apaan sih!" teriak Alena. Namun, betapa terkejutnya dia ketika melihat orang tersebut adalah Ella.
"Ella!" sambungnya yang masih tercengang.
"Kamu masih mengingat namaku rupanya." Ella yang melihat wajah perempuan itu, seketika kembali teringat dengan sosok ayahnya yang baru saja meninggal.
"Aku tidak menduga bakal bertemu dengan perempuan menyedihkan ini di sini. Gimana kabar kamu sekarang? Ayahmu sudah meninggal, yah? Kasian banget. Tapi wajar sih, lagian ayahmu itu memang sudah tua. Laki-laki seperti dia memang pantas menjemput maut, sudah tua tapi masih saja gatal dengan perempuan lain."
Bukanya merasa bersalah ataupun turut prihatin, Alena malah menghina Pak Albert. Hal itu membuat emosi Ella kian memuncak. Dia menatap perempuan tersebut dengan tajam.
"Tutup mulutmu, Alena!" perintah Ella dengan nada yang sedikit meninggi.
"Kenapa? Aku hanya mengatakan apa yang harus aku katakan, bukan? Lagian memang itu faktanya." Alena tertawaan dan merasa puas melihat ekspresi marah dan kesal dari raut wajah Ella.
"Biadab!" bentak Ella sembari mendaratkan tamparan tepat di pipi Alena. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu dengan seseorang yang telah dia anggap pengkhianat dan juga iblis yang berwajah manusia.
"Lancang sekali kamu menyentuhku seperti ini!" teriak Alena tak terima. Ia pun berusaha untuk membalas tamparan itu. Tapi Ella mencegah dan memegang tangannya.
"Kamu pikir kamu siapa? Oh iya, jangan pernah berharap untuk menyentuh ataupun menyakitiku lagi. Kamu sudah cukup membuat keluargaku menderita. Akan aku pastikan bahwa kamu juga akan merasakan hal yang sama dengan apa yang kurasakan!" seru Ella.
Alena hanya tertawa terbahak-bahak mendengar ancaman tersebut. Baginya itu semua tidak lebih dari sebuah lelucon yang tidak akan mungkin terjadi. Dia tahu betul bagaimana Ella. Perempuan itu hanyalah seorang anak manja yang tidak akan mampu melakukan apa pun sendiri.
"Aku tidak menyangka bahwa kamu akan sekejam ini terhadapku," sambung Ella.
"Selama ini aku tidak pernah menganggapmu sebagai sahabatku. Kamu selalu saja menang dan berada tepat di depanku. Aku tidak pernah unggul dalam segi apa pun darimu. Itulah kenapa aku begitu sangat membencimu. Kamu perempuan beruntung yang dikelilingi oleh keluarga harmonis dan juga sangat mencintaimu. Aku benci hal yang seperti itu! Aku telah berjanji terhadap diriku sendiri bahwa aku akan membuatmu jauh lebih menderita,” ujar Alena terdengar penuh tekad.
"Lihat saja, semua orang akan membencimu ketika mereka tahu bahwa kamu telah menjadi selingkuhan ayahku selama ini!"
"Apa kamu yakin bisa mengatakan hal itu? Bahkan kamu hanya akan malu sendiri. Ayahmu telah meninggal, namun aku yakin bahwa dia akan mendapatkan hinaan dari orang-orang. Nama baik ayahmu akan rusak. Apa kamu ingin membuat ayahmu semakin menderita setelah kematiannya ini?" tanya Alena. Dia yakin bahwa Ella tidak akan mengatakan hal itu.
Ella memang telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menyembunyikan semua rahasia perselingkuhan ini. Apa yang dia katakan barusan hanyalah bagian dari ancaman. Tapi nampaknya itu sama sekali tidak berhasil.
Dia juga tidak ingin membuat ibunya semakin menderita ketika nanti tersadar dari komanya, dan mengetahui bahwa suaminya telah berselingkuh selama dia berjuang melawan penyakit.
Cukup orang-orang mengenal ayahnya sebagai lelaki baik. Ia tidak ingin orang memberikan persepsi yang buruk lagi terhadap ayahnya tersebut. Ella hanya ingin bahwa laki-laki yang telah membesarkannya tersebut bahagia di alam sana tanpa ada hal yang membuatnya semakin tersiksa.
"Kamu harus ingat satu hal, Ella. Aku tidak akan berhenti di sini. Aku tidak akan pernah puas melihatmu menderita," kata Alena yang memilih pergi dan meninggalkan Ella.
Rasa iri hati dan benci membuat pandangannya gelap. Dia tidak lagi bisa melihat kebenaran dan juga kebaikan dari dalam diri sahabatnya itu. Dia bahkan melupakan semua hal yang dilakukan Ella kepadanya selama ini. Dia hanya akan terus mengikuti kehendaknya untuk menghancurkan sahabatnya sendiri itu.
Ella merasa begitu sangat lemas dan kepalanya kembali pusing setelah pertemuan barusan. Sahabat yang harusnya bisa dia jadikan sebagai tempat bersandar dan berbagi suka duka, kini telah menjadi musuhnya sendiri.
"Kenapa harus seperti ini?" batin Ella sambil menyentuh kepala.
Pandangannya pun kini semakin pudar dan tidak jelas. Memutuskan untuk kembali ke rumah dan beristirahat, sepertinya jauh lebih baik dibandingkan harus pergi ke kantor. Lagi pula, kantor tempatnya bekerja tak lain adalah perusahaan milik keluarganya sendiri. Dia bisa bekerja kapanpun dia mau tanpa ada yang memberikan tekanan kepadanya.
Sebenarnya dia memutuskan untuk masuk kantor hari ini, karena dia ingin mencari kesibukan agar tidak membuatnya semakin terus memikirkan semua permasalahan yang telah menimpanya akhir-akhir ini.
Ella kembali melajukan mobilnya menuju rumah. Siang ini, Lias juga akan kembali dari luar negeri. Ella memutuskan untuk memasakkan makanan kesukaan dari kekasihnya itu saja. Dia telah lama tidak bertemu dengan pria itu. Dia akan menyiapkan hal-hal untuk menyambutnya dan membuat Lias terkesan.
Deep!
Tiba-tiba saja dering penanda pesan singkat berbunyi dari ponsel Ella. Perempuan itu akhirnya memelankan laju mobil untuk memeriksa ponselnya. Akan tetapi, pesan yang masuk membuatnya seketika tercengang dan khawatir.
08xx
"Kamu akan kehilangan orang tersayangmu satu per satu. Coba tebak, siapa yang akan kurenggut selanjutnya darimu?"
"Lias, apakah kamu sungguh tidak ingin memberikan kesempatan kepada Ella untuk memperbaiki semuanya? Aku sangat yakin bahwa apa yang terjadi di antara kalian memang benar-benar hanyalah sebuah kesalahpahaman. Bagaimana jika sampai Ella memang hanya di jebak," kata Ibu Margaretha. Dia berusaha memberikan pemahaman kepada putranya tersebut untuk yang terakhir kali sebelum dia pergi ke luar negeri. Dia tidak ingin jika sampai Lias menyesal suatu saat nanti jika sampai ini semua memang hanyalah sebuah kesalahpahaman yang harus diluruskan."Aku tidak mengerti dengan apa yang ibu pikirkan. Aku adalah korban dari ketidaksetiaan perempuan itu. Ibu lebih percaya perempuan tersebut dibandingkan aku? Sampai kapanpun aku tidak akan memberikan maaf kepadanya." Lias sudah sangat hancur dan pusing atas semua kebenaran yang dia ketahui. Dia merasa kecewa karena berpikir bahwa Ella memang benar-benar telah menghianati cintanya dan lebih memilih tidur dengan laki-laki lain. Ditambah, kedua orang tuanya
Ella terus saja kepikiran dengan semua ancaman yang telah diberikan oleh Alena kepadanya. Dia benar-benar sangat takut jika sampai perempuan tersebut benar-benar melakukan tindakan yang sama sekali tidak dia inginkan."Ibu, kamu tidak apa-apa?" tanya Ella kepada ibunya."Aku sama sekali tidak apa-apa, Sayang," jawab Ibu Farah. Dia kini terlihat jauh lebih baik. "Apa yang telah dilakukan oleh perempuan tersebut kepadamu, Ibu? Dia sama sekali tidak macam-macam, bukan?" tanya Ella memastikan."Ada apa, Nak? Kenapa kamu bertanya seperti itu? Dia hanya menyampaikan ucapan maaf dan juga turut berbelasungkawa atas kematian ayahmu," kata Ibu Farah."Hubungan persahabatan kalian baik-baik saja, bukan?" lanjutnya.Ella seketika mengangguk. Dia tidak ingin jika sampai ibunya kepikiran ketika mengetahui tentang apa yang sebenarnya telah terjadi antara dirinya dan juga sahabatnya tersebut."Semuanya baik-baik saja, Ibu. Lebih baik sekarang ibu istirahat. Aku akan keluar sebentar," kata Ella. Ell
Alena merasa sangat puas telah berhasil menghancurahkan hubungan antara Ella dan Lias. Memang ini adalah hal yang diinginkan sejak awal."Kamu sungguh perempuan yang sangat luar biasa, Alena. Aku sangat yakin bahwa saat ini Ella pasti sedang meratapi nasib atas kepergian dari laki-laki yang begitu sangat dicintai," kata Alena.Dia beranggapan bahwa ini adalah konsekuensi yang harus diterima oleh Ella. Perempuan tersebut pantas mendapatkan semua kesedihan itu."Aku sama sekali tidak pernah membayangkan bagaimana mungkin kamu begitu sangat membenci perempuan seperti Ella. Padahal jika diperhatikan dia adalah perempuan yang baik," kata Alex yang saat itu terlihat duduk tepat di depan Alena. "Diam Alex!" bentak Alena. Dia sama sekali tidak suka jika laki-laki tersebut berkata demikian. "Lancang sekali kamu memuji perempuan tersebut di depanku," lanjutnya."Wow, maafkan aku," kata Alex sambil menaikkan kedua alisnya karena beranggapan bahwa itu semua hanyalah candaan dan tidak perlu diper
Sudah hampir dua minggu lamanya sejak hubungan antara Ella dan Lias berakhir, namun rasanya masih begitu sulit bagi Ella untuk bisa berdamai dan menerima semua perpisahan tersebut. Dia sudah tidak pernah lagi mendengar kabar dari laki-laki tersebut. Lias benar-benar telah pergi dari hidupnya."Sepertinya kamu sungguh tidak mengharapkan aku lagi, Lias. Apakah sebegitu bencinya kamu kepadaku? Apakah kamu sudah tak mencintai aku lagi?" Ada begitu banyak pertanyaan yang terbesit di dalam benak Ella. Hampir setiap harinya dia terus kepikiran tentang laki-laki tersebut. Ella juga harus menghindar dari pertanyaan ibunya tentang rencana pernikahan antara dirinya dan juga laki-laki itu. "Nona, mobil telah siapa. Kita bisa berangkat sekarang," kata salah seorang sopir yang kini terlihat menghampiri Ella yang masih duduk termenung di ruang tamu. "Baiklah," kata Ella. Dia akan pergi ke rumah sakit dan melihat bagaimana kondisi ibunya. Dia sangat berharap semoga perempuan tersebut tidak melont
Ella kini hanya bisa menangis di sudut kamar sambil meratapi nasibnya. Dia benar-benar tidak bisa membayangkan bahwa dirinya akan hidup seperti ini. Satu persatu orang yang dicintainya pergi begitu saja akibat ulah Alena. Dia dibuat tidak berdaya."Kenapa kamu sekejam itu kepadaku? Selama ini aku telah menganggapmu seperti saudaraku sendiri. Namun rupanya kamu begitu sangat membenciku bahkan kamu sama sekali tidak ingin melihatku bahagia," kata Ella.Dia tidak tahu lagi harus mencurahkan segala isi hatinya kepada siapa. Dia tidak mungkin mengatakan ini semua kepada ibunya. Kondisi perempuan tersebut benar-benar tidak memungkinkan. Ella tidak ingin jika sampai kondisi kesehatan ibunya semakin memburuk setelah mengetahui bahwa Alena selama ini begitu sangat membencinya bahkan berusaha untuk menghancurkan hubungannya dengan Lias.Saat ini, dia bahkan tidak mampu untuk bertemu dengan ibunya di rumah sakit. Dia meminta kepada Nisa agar perempuan tersebut menjaga dan merawat ibunya dengan b
Ibu Margaretha melihat kepergian anaknya tersebut masuk ke dalam rumah kini langsung meminta suaminya untuk membujuk Ella, sementara dirinya akan menyusul putranya tersebut."Biar aku yang mengurus Lias," kata Ibu Margaretha kepada Pak Bagas.Ibu Margaretha dengan cepat mengikuti langkah kaki anaknya tersebut. Sementara itu, Pak Bagas kini terlihat mencoba menenangkan Ella. Dia mengajak perempuan tersebut untuk duduk di taman sambil meminta seorang pelayan untuk mengambilkan minuman. "Paman percaya kepadaku, bukan? Aku sama sekali tidak pernah menduakan Lias. Ini semua hanyalah jebakan dan aku sama sekali tidak mengetahui bagaimana mungkin aku bisa ada di hotel tersebut. Selama ini ada seseorang yang benar-benar begitu sangat membencimu bahkan dia sama sekali tidak ingin melihatku bahagia. Namun aku sama sekali tidak bisa memberitahu siapa orang tersebut. Aku ...." Ella kini terus saya terisak. Pak Bagas tersenyum, dia percaya bahwa calon menantunya tersebut adalah perempuan yang beg