Home / Rumah Tangga / Hasrat Istriku / Bangkai Telah Tercium

Share

Bangkai Telah Tercium

last update Last Updated: 2022-12-11 19:28:12

Ghiyas sudah ada di samping Naya pagi itu. Tidur memeluk Naya yang asyik memeluk gulingnya. Dan pagi itu, Naya bangun lebih dulu. Karena Ghiyas mungkin kelelahan setelah bekerja hingga tengah malam. Naya menyadari kehadirannya Ghiyas yang memeluk dirinya pagi itu.

“Mas Agi, bangun!” Naya menepuk pelan tangannya Ghiyas untuk membangunkannya.

“Mm,” gumam Ghiyas seraya memeluk istrinya itu dengan lebih erat, membuat Naya merinding.

“Mas Agi, sakit.” Naya mengeluh saat pelukan Ghiyas terlalu kencang di perutnya.

Ghiyas langsung melonggarkannya dan kemudian membuka matanya. Dia menatapi Naya yang tampak merona karena ditatap olehnya dari jarak yang nyaris punah.

“Mas Agi pulang jam berapa semalam? Kok enggak bangunin?” tanya Naya.

“Sekitar jam 23.30 udah di tempat parkir. Mana ada yang bangunin istrinya tengah malam. Ngapain coba?” Ghiyas terkekeh sambil memeluk Naya lagi.

“Buat bukain pintu?” Naya agak berpikir keras memikirkannya.

“Pintu apartemennya pakai pin otomatis, kan? Semalam jadi agak kepikiran juga, Mas udah ngasih tahu pin apartemennya apa belum, ya? Gara-gara itu Mas enggak fokus semalam,” cerita Ghiyas.

“Mas enggak ngasih tau, tapi Naya lihat waktu Mas bukain pintu apartemen waktu itu. Jadi, Naya perhatiin waktu Mas mau buka pintu. Jadinya tahu,” jawab Naya.

“Syukurlah. Takutnya enggak tahu, terus nanti kamu kalau ada apa-apa mau keluar gimana.” Ghiyas terkekeh sambil mengendus-endus bahunya Naya.

“Tok, tok, tok!”

Naya tampak menegang dan kemudian menepuk tangannya Ghiyas beberapa kali. Ghiyas sendiri langsung menoleh ke arah pintu kamar sambil mendudukkan dirinya. Naya juga mendudukkan dirinya, penasaran siapa yang datang pagi-pagi buta seperti itu.

“Kamu udah pesan delivery?” Ghiyas menatap Naya.

“Naya mau bangun aja susah, ditahan Mas dari tadi. Gimana mau pesan delivery?”

“Terus, siapa ya?”

Ghiyas lantas bangun dari kasurnya dan kemudian segera keluar dari kamar. Ghiyas lantas membukakan pintu apartemennya. Naya bangkit dari kasur dan berjalan ke pintu kamar.

“Lama banget buka pintunya, dasar pengantin baru!” Sesosok wanita muncul di pintu.

“Kak Arin? Kak Arin ngapain ke sini pagi-pagi gini?” Ghiyas mengernyitkan dahinya heran.

“Nganterin makanan. Kamu sama istri kamu itu, susah banget buat dihubungi dari semalam. Mama sampai cemas gara-gara itu. Ya ampun, berantakan banget! Kalian enggak beres-beres berapa hari?”

Sosok wanita yang merupakan kakak dari Ghiyas itu memasuki apartemen sambil membawa beberapa barang. Yang mana dia kemudian mendecak melihat ruang tengah hanya karena ada jas Ghiyas dan beberapa perlengkapan kerjanya yang berantakan.

“Aduh, mentang-mentang pengantin baru. Cepat rapikan! Jorok banget kalian ini! Naya, kamu di apartemen, enggak kerja, ngapain aja, sih? Kok, rumah berantakan diam aja?”

Wanita itu menatap ke arah Naya yang masih berdiri di pintu kamar dengan mengernyit.

“Kamu ngapain masih di sana? Kamu nunggu saya yang bersih-bersih?”

“Kak, biar aku aja.” Ghiyas menghela nafasnya dan menghampiri Naya.

“Kamu istirahat aja, di kamar. Barang kali masih sakit. Jangan buka pintu kamar. Kakak Mas OCD, enggak tahan lihat berantakan sedikit aja.” Ghiyas meminta Nata masuk dan menutup pintunya.

Naya menurut dan duduk di kasur lagi. Dia kemudian menatap ke arah sebuah tas kecil yang dia gantungkan. Naya mendekat dan kemudian mengeluarkan obat pencegah kehamilan yang disembunyikannya. Setidaknya, dirinya harus rutin mengonsumsinya.

Naya menghampiri handphonenya yang dia matikan dari semalam dan menyalakannya. Benar, orang tua Ghiyas meneleponnya beberapa kali dari semalam. Dan sekarang, temannya menelepon. Naya lantas mengangkat telepon dari Fely tersebut.

[“Naya! Gue punya berita hot tentang si Kadal Racun. Kita harus ketemu, pokoknya kita harus ketemu. Di mana? Di rumah lo? Oh, no! Lo udah nikah sekarang, apa lo di rumah suami lo? Atau lo sama suami lo punya rumah baru untuk kalian berdua?”]

“Gue tinggal di apartemen suami. Berita apa, by the way?”

Naya tertarik dengan temannya yang selalu membawa berita-berita penting. Dan sosok yang dibicarakan adalah sosok yang perlu diawasi oleh Naya karena tindakan nekatnya.

[“Ada, pokoknya kita harus ketemu dulu. Di mana? Kafe dekat RS yang biasa?”]

“No, gue enggak bisa ketemu lo dulu. Gue sakit. Gue mau istirahat sebelum gue balik kerja besok.”

[“Sakit? Sakit apa? Oh my God, pengantin baru enggak seharusnya sakit. Atau, wait! Lo sakitnya di area tertentu apa sakitnya sebadan-badan? Sakit karena luka atau sakit karena penyakit? Bakteri, virus atau apa?”]

Naya mendesis. Teman dekatnya ini harus selalu tahu secara intim.

“Gue enggak enak badan. Suami gue bilang cuman kecapean, mungkin karena acara kemarin.”

[“Oh, get well soon, babe!”]

Suara cempreng dan berisik itu memang khas sosok Fely, sahabat Naya sejak SMP, hubungan mereka sangat langgeng dengan lika-liku kehidupan yang tak main-main juga.

[“By the way, gue dengar dari sepupu gue, temennya kerja di kantor yang sama dengan lo. Katanya mereka enggak mengizinkan cewek yang punya jabatan nikah, ya? Temennya ini undur diri sebelum nikah. Kok, lo enggak? Tadi lo bilang lo masih kerja.”]

Rahang Naya langsung mengeras seketika. Baru tiga hari pernikahannya, sahabatnya sudah mencium bangkai. Naya tentunya mulai khawatir jika kantor atau Ghiyas mengetahui kelakuannya.

“Fel, lo masih selalu bisa jaga rahasia, kan?” Naya mulai gelisah sendiri.

[“Sure, what is it?”]

“Gue enggak bilang sama orang-orang kantor kalau gue nikah,” bisik Naya ke telepon.

[“Lo gila?!”] Terdengar jelas sahabatnya itu langsung menjerit kencang.

“Please, Fel. Gue enggak nyangka lo jadi orang yang pertama ngeh tentang ini. Tapi, gue punya alasan. Gue masih harus bersaing sama si Kadal Racun,” ucap Naya dengan waswas.

Naya menatap ke arah pintu, khawatir jika Ghiyas tiba-tiba masuk kamar.

[“Okay, i see. Terus kemarin lo enggak dapat cuti nikah, dong? Terus, suami lo tahu?”]

“Gue enggak dapat cuti nikah. Suami gue enggak tahu, gue harap enggak akan tahu.”

[“Lo nekat, Nay. Lo hampir senekat si Kadal Racun.”]

“Untuk bisa menang, bukankah meniru lawan bisa jadi sebuah usaha?”

Naya menghela nafasnya. Rasanya senang juga, ada yang mengerti alasannya melakukan suatu hal gila.

[“Lo ada benarnya.”]

“Nay, ayo makan dulu!”

Ghiyas tiba-tiba masuk ke kamar dan itu berhasil membuat Naya hampir melepaskan handphonenya. Naya langsung menangkapnya dan memeluknya dengan panik.

Ghiyas memperhatikan Naya yang tampak gelagapan.

“Ayo, sarapan!” ajak Ghiyas.

“Iya, sebentar. Ini lagi ada telepon.” Naya menunjuk handphonenya dengan kaku.

Ghiyas menghampiri Naya dan kemudian memeluk Naya. Membuat Naya hanya bisa menengadah dan memberikan akses untuk Ghiyas. Ghiyas mengecup wajahnya juga dengan tiba-tiba.

“Ih, Mas ngapain?” Naya tampak risi namun tak bisa melawan atau menolak.

“Telepon siapa, sih? Kok kamu gugup banget? Cowok?” Ghiyas langsung menatap ke arah handphonenya Naya. 

Naya langsung menggeleng dan menunjukkan handphonenya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Istriku   Epilog : Ghiyas dan Keluarga Kecilnya

    Teriakan Naya menggema di lorong rumah sakit. Dan di ruang persalinan, Naya memegang kuat brankar. Dengan Ghiyas yang berada di sisinya, mengusap halus kepala Naya. Pandangan Naya menuju ke arah kakinya yang terbuka lebar. Membuka jalan lahir untuk bayinya yang sudah tak sabar ingin keluar. Dengan keringat yang membanjiri kening bahkan hingga menetes ke pipinya.Begitu tangis bayi memecah keadaan yang mencekam itu, Ghiyas menengadahkan kepalanya. Untuk melihat bayi yang sekarang dipegangi dokter yang membantu persalinan saat itu.Senyum pria itu mengembang lebar. Matanya melirik ke arah sang istri yang kini menghela nafasnya dan berusaha menstabilkan nafasnya lagi. Kecupan mendarat berkali-kali di kepala Naya begitu Ghiyas merasakan perasaan lega dan melepaskan rasa bahagia yang dia rasakan.“Fadelico Sangga Donzello Eduardo. Itu, kan?” Ghiyas menatapi Naya yang masih terengah.Sorot mata Naya menatap Ghiyas dan menganggukkan kepalanya sambil

  • Hasrat Istriku   Pria Itu Akan Menjadi Ayah

    Ghiyas menenangkan Naya sampai Naya akhirnya tenang, setelah setengah jam. Dan dia bisa kembali berbaring untuk memejamkan matanya. Sambil mendekap Naya yang masih sesenggukan, Ghiyas berusaha untuk tidur lagi. Sementara Naya terus menatapi Ghiyas.“Naya tanyain Gabby, loh. Awas aja, kalau ternyata Mas enggak ke rumah sakit,” ancam Naya.“Iya, tanya aja sana! Orang catatan panggilannya Gabby juga masih ada di handphone Mas. Kamu mau tanya pihak rumah sakit juga boleh. Mau lihat catatan kerja Mas juga boleh.”“Naya mimpi Mas ninggalin Naya, buat orang lain. Mas bakal kayak gitu sama Naya?”“Enggak, Nay. Sama siapa, coba? Mas udah tua, siapa lagi yang mau sama Mas kalau bukan kamu?”“Banyak. Mas ganteng, kok. Mas awet muda, makanya Naya demen. Pasti banyak juga yang demen sama Mas di luar sana. Bukan Naya doang.”“Enggak, Sayang. Jangan ngajak ngobrol dulu, dong! Mas ngantuk, ni

  • Hasrat Istriku   Kelakuan Bumil

    Naya tengah menunggu Ghiyas pulang, karena Ghiyas akan membawakan beberapa makanan yang sedang ingin dia makan. Ya, dia tengah mengidam dan baru saja menghubungi suaminya yang sedang dalam perjalanan pulang, untuk menitip beberapa makanan.“Assalamu’alaikum.” Ghiyas datang membawakan pesanan istrinya yang tengah mengidam.“Wa’alaikumsalam,” jawab Naya seraya menghampiri Ghiyas dan salim padanya.Ghiyas langsung menyodorkan apa yang dia bawa, membuat Naya tersenyum lebar. Naya menerimanya dan menyajikannya di meja. Ghiyas duduk di sofa sambil menatapi Naya yang belakangan ini kehilangan nafsu makannya, namun punya keinginan yang kuat untuk mencicipi berbagai makanan.“Makannya sedikit-sedikit, nanti mual lagi kalau kebanyakan,” ujar Ghiyas.“Enggak akan. Soalnya Naya mau banget makan ini semua,” jawab Naya dengan yakin.Naya memakan setiap makanan yang dibawakan Ghiyas. Dan Ghiyas se

  • Hasrat Istriku   Kunjungan

    Naya berbaring di brankar. Matanya tertuju pada dokter yang sekarang menyingkap bajunya dan agak menurunkan sedikit celananya. Ghiyas menemani Naya di ruangan itu, untuk mengecek bayinya. Naya melihat ke arah monitor, tak sabar untuk melihat bayinya.Dokter menuangkan gel di atas perut Naya dan mengusapnya dengan alat ultrasound. Dan tampak kondisi rahim Naya di monitor. Dengan kantung janinnya yang sudah terlihat.“Usia kandungannya masih sekitar 4 minggu, belum terdeteksi detak jantungnya,” kata dokter.Ghiyas menganggukkan kepalanya membenarkan. Ghiyas tersenyum sambil melirik Naya yang menatap ke arah monitor terus. Ghiyas tahu bagaimana perasaan Naya sekarang, sejak rahimnya bersih lagi, Naya sudah menantikan kehadiran bayinya. Hingga sekarang, dia muncul.Setelah dari ruangan dokter, Naya menunggu vitamin yang telah diresepkan di farmasi sambil membaca jurnal kehamilan. Dia sudah pernah membacanya, namun entah kenapa rasanya senang memba

  • Hasrat Istriku   Hadiah Terbaik

    “Nay?!” Fely menatap Naya dengan tak percaya, dan melirik ke arah perutnya sendiri yang buncit.“Ini apa?” Ghiyas terkekeh bingung sambil menatapi dua potongan kain yang tak dikenalinya.Naya hanya tersenyum geli melihat reaksi Ghiyas. Sementara yang lainnya sekarang juga demikian, dengan perasaan gemas karena Ghiyas masih belum menyadari apa yang ingin Naya katakan dari hadiahnya itu. Bahkan Kevin sekarang mengerti apa yang menjadi hadiah ulang tahun Ghiyas.“Lebih jelasnya, lihat apa lagi yang ada di bagian bawahnya,” ucap Naya sambil tersenyum.Ghiyas mengernyit dan menarik kertas lain yang menghalangi. Dan dia menemukan sesuatu yang membuat ekspresinya langsung hilang seketika. Ghiyas meraih benda yang sudah lama tak ia lihat lagi. Dan alat seukuran stik es krim itu kini berada di genggaman Ghiyas lebih cepat.“Oh?!” Ghiyas kemudian menatap ke arah Naya dengan penuh keterkejutan.Naya terta

  • Hasrat Istriku   Surprise!

    Ghiyas yang ingin tahu apa yang sebenarnya dilakukan Naya, kini hendak membuka pintu. Namun, pintunya terkunci. Dan membuat Ghiyas menggedor-gedor pintunya secara tidak ramah.“Naya! Naya, buka pintunya!” ucap Ghiyas dengan suara yang tinggi.Namun, belum ada yang membukakan pintu untuknya. Akhirnya Ghiyas bahkan memukul pintu dengan perasaan marah. Mengeluarkan segala yang dia pendam belakangan ini. Rasa lelahnya yang datang entah dari mana, emosinya yang mendadak tak lagi stabil.“Naya! Naya, dengar Mas?! Naya, buka pintunya, sekarang!” sentak Ghiyas.Gabby di sana termangu, menatapi Ghiyas. Dia jadi agak khawatir sekarang pada Naya. Dan dalam benaknya bertanya, kenapa Ghiyas seperti ini dan apakah Naya selama ini baik-baik saja?Dan begitu seseorang membuka kunci rumahnya, tanpa membukakan pintu, Ghiyas langsung membukanya. Dan secara tak langsung membanting pintu itu. Perasaan seperti waktu itu, saat memergoki Naya bersa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status