"Krish, bagaimana penampilanku?" Setengah berlari, Aditi menghampiri Krish yang tengah sibuk dengan kameranya. Krish mengangkat kepalanya, melihat ke arah Aditi yang berputar beberapa kali. "Kau sangat cantik dengan saree merah itu." Jawab Krish yang kembali menekuri benda optik di tangannya."Aku pernah melihat Grisse memakai saree merah." Kalimat Aditi tentu saja menarik perhatian Krish."Grisse?" Sebut Krish dengan alis nyaris bertaut. Aditi mengangguk."Aku bertemu Grisse dan Vidwan di depan hotel. Waktu itu Vidwan mengatakan bahwa ia hendak mengantar Grisse sekaligus menyaksikan pernikahannya. Apa kau tahu siapa yang menikahi Grisse?" Aditi mematri pandangan pada Krish yang berusaha menyembunyikan keterkejutan. "Kau tidak mengencani istri orang, kan?" Tanya Aditi dengan wajah prihatin.Tawa Krish langsung berderai. Krish menduga Aditi kembali mencurigai sesuatu."Sembarangan! Aku tidak sehina itu, Kak!" Bela Krish."Karena kau tidak segera menjawab pertanyaanku, Adikku yang tam
"Hai, aku mencari Grisse. Di mana aku bisa bertemu dengannya?" Sapa sekaligus tanya Krish pada seorang mahasiswi yang berpapasan dengannya. Mahasiswi yang ditanya Krish itu mengerjap beberapa kali, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, sebelum akhirnya tangan kiri gadis itu terangkat dengan telunjuk teracung ke satu arah, tepatnya ke lokasi situs purbakala yang telah selesai digali. Pandangan Krish langsung mengikuti arah yang ditunjuk mahasiswi itu. Dari tempatnya berdiri sekarang, Krish bisa melihat sosok Grisse yang sedang berdiri di depan sebuah batu setinggi berbentuk persegi panjang."Terima kasih." Ucap Krish sambil melempar senyum ke arah mahasiswi yang masih bergeming di depannya. Krish kemudian berlalu, meninggalkan si mahasiswi yang langsung mengangkat alat komunikasi jarak jauh yang dipancarkan dengan gelombang radio. Dengan suara yang terdengar aneh, seperti jerit tertahan, mahasiswi itu berbicara pada rekan-rekannya melalui handy talkie."Kalian pasti tidak pe
“Maaf sudah merepotkanmu, Krish.” Ujar Grisse memecah kesunyian di antara mereka berdua. Grisse merasa perlu meminta maaf karena gadis itu benar-benar tidak enak hati pada Krish. Krish membuktikan ucapannya dengan tetiba muncul di lokasi ekskavasi untuk menjemputnya. Itu artinya Krish lebih mendahulukan dirinya daripada bergabung bersama anggota keluarga lainnya untuk merayakan pernikahan Aditi, kakaknya. “Hm?” Dehaman bernada tanya Krish mengisyaratkan bahwa laki-laki itu tidak mengerti dengan apa yang baru saja ia dengar. “Kau seharusnya tidak perlu menjemputku. Pernikahan Aditi lebih penting.” Grisse bicara dengan tetap mempertahankan pandangannya lurus ke depan. Gadis itu tidak siap jika harus beradu pandang dengan Krish walaupun hanya sekejap. “Aku sudah lebih dulu berjanji padamu kemarin. Kau lupa?” Tanya Krish sambil melihat Grisse melalui ekor matanya.“Pantang bagiku mengingkari janji.” Tegas Krish sambil tetap mempertahankan fokus pada jalanan beraspal yang membentang di
“Maafkan aku, Aditi.” Vidwan langsung menegakkan tubuhnya kemudian membelakangi Aditi. Sementara Aditi hanya mampu mengerjap beberapa kali sambil melempar pandangan penuh tanya. Aditi, tanpa memedulikan pakaiannya yang hampir terlepas seluruhnya, langsung bangkit berdiri lalu mendekati Vidwan. Aditi memberanikan diri memeluk Vidwan dari belakang. Ada sedikit keraguan dalam hati Aditi ketika ia meletakkan kepalanya pada punggung Vidwan. Namun hal itu segera ditepisnya dan digantikan oleh harapan untuk dapat mengetahui apa yang tengah mengganggu suaminya melalui debaran jantungnya.“Ada apa?” Tanya Aditi dengan suara lembut sambil perlahan-lahan menyelipkan sepasang tangannya melalui celah antara lengan dan badan Vidwan. Kedua tangan Aditi dengan kompak mendarat di tempat yang sama, yakni di atas dada Vidwan. Vidwan tidak menjawab. Laki-laki itu juga tidak menunjukkan respons apa pun pada apa yang dilakukan Aditi. Aditi bukanlah gadis bodoh. Gadis itu sangat yakin bahwa Vidwan teringat
Krish langsung memeluk Grisse dari belakang begitu mereka berdua memasuki kamar hotel. Kemudian laki-laki itu tanpa henti menghujani Grisse dengan kecupan-kecupan kecil di beberapa bagian atas tubuhnya: tengkuk, leher, daun telinga, pipi, bahkan tulang selangka. Grisse yang mendapati serangan cepat Krish hanya mampu merespons dengan tawa sekaligus pekik tertahan akibat sensasi geli yang menjalari sekujur tubuhnya. Bibir Krish memang luar biasa, terlebih ketika bagian yang lembut serta hangat itu menyentuh bagian leher Grisse yang terbuka. Tidak berhenti sampai di situ, sentuhan bibir Krish juga menyasar titik sensitif Grisse lainnya, daun telinga yang terekspos seolah menantang Krish. “Aww….” Pekik Grisse kembali terdengar ketika Krish mendaratkan gigitan kecil pada cuping telinganya. Krish terkekeh sambil tangannya menyingkirkan helaian anak rambut Grisse yang terlepas dari ikatan serupa ekor kuda. Helaian rambut itu nampaknya mengganggu Krish yang bermaksud menyasar tengkuk Grisse.
“Vidwan, aku baru saja menerima surat elektronik dari kampusmu.” Aditi langsung beranjak dari depan laptopnya yang menyala begitu mendengar suara pintu kamar mandi dibuka dari dalam. Ketidaksabaran tergambar jelas di wajah Aditi sehingga dengan terburu-buru ia segera menghampiri sang suami. Aditi, dengan wajah semringah, berjalan menghampiri Vidwan yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk berukuran sedang. Sesekali laki-laki itu melirik pantulan dirinya pada cermin yang tingginya nyaris sama dengan tinggi tubuhnya.“Apa isinya?” Tanya Vidwan tanpa melihat Aditi. Laki-laki itu justru memperlihatkan raut wajah kurang tertarik. Setelah yakin rambutnya tidak lagi basah, Vidwan kemudian mengangsurkan handuk yang telah dipakainya pada Aditi dengan cara dilempar. Beruntung, Aditi yang meskipun terkejut tetap bisa menangkap handuk itu dengan sigap. “Aku melamar menjadi pengajar di departemenmu dan… aku diterima.” Jawab Aditi masih dengan wajah semringah. Vidwan melihat istrinya melal
"Krish?" Panggil Grisse sambil kembali merapatkan tubuh tanpa busananya ke dada Krish."Hm?" Balas Krish yang masih dikuasai kantuk juga lelah.Grisse tidak segera melanjutkan. Gadis itu tampak menimbang beberapa hal sebelum akhirnya buka suara."Boleh aku mengatakan sesuatu?" Keraguan terdengar begitu kentara dari nada bicara Grisse. "Katakan, Sayang!" Jawab Krish sedikit malas. Tentu saja karena laki-laki itu tengah berusaha untuk memejamkan mata. Krish sangat ingin beristirahat, tapi ia juga tidak mungkin mengabaikan Grisse. Kau yakin akan membahas tentang Vidwan di saat seperti ini, Grisse?Sepertinya sekarang bukan saat yang tepat!Kalimat demi kalimat yang terus dilontarkan oleh dirinya sendiri membuat Grisse kembali ragu. Gadis itu ingin membahas tentang Vidwan dengan Krish. Gadis itu ingin mengatakan semua yang mengganggu pikirannya sekarang.Oh, ayolah Grisse. Kau sungguh-sungguh ingin membahas tentang Vidwan di saat seperti ini? Di saat kalian baru menyudahi aktivitas berc
Pandangan penuh selidik Vidwan memindai sosok di depannya beberapa kali. Seolah dengan melakukan itu, Vidwan bisa mengetahui apa yang sedang direncanakan sang istri. Vidwan yakin Aditi telah melakukan sesuatu dan sekarang wanita itu hendak bernegosiasi, mengadakan tawar-menawar untuk mencapai kata sepakat dengannya.Tapi apa? Apa yang telah dilakukan Aditi?Dan kesepakatan seperti apa yang diinginkan Aditi?"Kesepakatan seperti apa?" Akhirnya hanya kalimat tanya itu yang keluar dari bibir Vidwan. Pikiran Vidwan sudah hampir buntu. Tidak ada satu pun ide untuk menebak apa yang telah dilakukan Aditi. Sementara Aditi yang sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya dari Vidwan hanya bisa menampilkan senyuman samar. Senyuman yang sengaja dibuat Aditi untuk mengacaukan pikiran Vidwan yang sudah ibarat benang kusut."Terima aku apa adanya.” Vidwan langsung tertawa. Kalimat Aditi benar-benar seperti lelucon di telinga Vidwan.“Aku juga akan menerimamu apa adanya." Ujar Aditi dengan mimik muka