GUNDIK SUAMIKU
Part 13
"Apa?! Buta permanen, Dok?!" Aku terbelalak tak percaya dengan apa yang dikatakan Dokter ini. Mas Ari buta? Pasti dia akan sangat syok sekali jika mengetahuinya.
"Iya, ini diakibatkan karena benturan keras sewaktu kecelakaan yang menimpanya. Jadi, ada kerusakan sel syaraf pada bagian matanya."
"Apa tidak bisa disembuhkan, Dok?"
"Kalau metode penyembuhan untuk buta permanen sepertinya tidak ada, Bu. Kecuali pasien mendapat donor mata."
Hatiku langsung tercelos, donor mata? Mana ada yang mau mendonorkan matanya untuk orang lain. Tapi jika Mas Ari tidak mendapat donor mata, ia akan hidup dalam gelap untuk selamanya.
Terkadang jika ingat sakit hati yang ia torehkan, aku ingin bersikap bodo amat.
Arrgh! Kenapa aku kadang malah merasa kasihan sama dia juga. Tuhan, tolong aku ... aku harus bagaimana menghadapi semua ini? Ingin menjerit frustasi rasanya.
"Ya, sudah
GUNDIK SUAMIKUPart 14Segera aku dan Marisa berlari masuk ke dalam ruang.Gelas kaca dan nampan yang sebelumnya berada di atas nakas pun sudah hancur terserak di lantai."Mas! Tenang!" kataku mencoba menangkan Mas Ari yang tengah terduduk di lantai. Selang infusnya juga sudah terlepas, hingga darah segar mengucur perlahan."Kenapa mataku sakit, Vin? Kenapa?!" teriaknya sambil menjambak rambut frustasi. Karena darah bekas jarum infus masih mengalir. Akhirnya kuputuskan untuk menyuruh Marisa memanggil Dokter. Padahal sedari tadi Marisa terdiam dengan wajah panik yang membias. Aku tahu, dia mungkin takut kalau Mas Ari kaget kalau dia berada di sini."Marisa, panggil Dokter!" seruku setengah memekik.Mas Ari yang semula menunduk, seketika langsung mendongakan wajahnya."Marisa? Apa Vin maksudmu?" Tangan Mas Ari meraba-raba ke udara."Nanti aku jelaskan, Mas. Sekarang, naiklah kembali ke a
GUNDIK SUAMIKUPart 15Itu 'kan ... satpam di rumah sakit itu.Kenapa dia ada di sini? Pakaiannya pun berbeda sekali. Ia mengenakan kemeja panjang yang lengannya ditekuk hingga ke siku. Terlihat lebih berkelas dari pada saat aku bertemu dengannya di rumah sakit."Ini, Mbak. Totalnya," Baru saja mataku hendak memerhatikannya intens. Ucapan resepsionis ini membuyarkan semuanya."Iya, Mbak. Bisa pake asuransi 'kan? Kebetulan pasien bekerja di kantor saya. Dan ada asuransi bagi beliau." tukasku lantas merogoh sesuatu di dalam tas."Loh, Mbak. Kenapa pake asuransi? Kenapa nggak Mbak Vina bayar cash aja?" celetuk Marisa dengan tatapan penuh tanya."Lah, buat apa aku bayar pake uangku. Kalau ada asuransinya. Kamu pikir, ini perbulannya nggak bayar apa? Ini tuh, bayar ya, dan kamu tahu 'kan Mas Ari selama ini kerja di kantor siapa? Itu kantor aku, Marisa!" tekanku sebal.Bagian keuangan rumah s
GUNDIK SUAMIKUPart 16Berhari-hari dibuat penasaran. Akhirnya manusia misterius ini kudapatkan. Jangan harap bisa lolos lagi dari tanganku."Sini kamu!" Kutarik tangannya menjauh dari mesin ATM. "kamu sebenarnya siapa sih? Kenapa selalu mengikuti aku?!" tegasku masih dengan tangan yang mencengkramnya kuat."Aku ....""Mbak, Vina! Kamu kok sama mantan suami aku?" Cepat aku menoleh, ternyata Marisa sudah berada di sini. Ia melangkah semakin mendekat. Tadi Marisa bilang, laki-laki ini mantan suaminya?"Maksud kamu apa? Kenapa kamu menyebut dia mantan suami kamu?!" Telunjukku menunjuk wajah pria di depanku. Namun pandangan mataku mengarah pada Marisa."Iya, Mbak. Dia mantan suamiku dulu," Pengakuan Marisa terdengar yakin. Aku beralih menatap lelaki yang disebut Marisa sebagai mantan suaminya."Apa benar kamu mantan suami Marisa?" tegasku menekan."Iya," jawabnya singkat. Yang membin
GUNDIK SUAMIKUPart 17Bugh!Lemas terasa tubuhku bak di hantam benda berat di tengkuk kepala.*Aku terbangun, dengan pandangan mata yang masih meremang. Pusing yang ada di kepala pun tak kunjung reda."Vin, kamu sudah bangun ...." Panji tengah duduk di sebelah bangsal tempatku berbaring. Apa yang terjadi padaku? Kurasa tadi aku sedang berada di kamar Mas Ari."Aw!" Hampir saja aku tergelincir jatuh karena hendak duduk.Secepat kilat Panji menangkap tubuhku yang tadi terhuyung."Kamu istirahat dulu, jangan banyak gerak." Ia sibuk menata bantal dan selimut yang kupakai."Sebenarnya ada apa? Bukannya aku tadi di kamar Mas Ari? Tadi aku ngerasa kayak ada yang memukulku dari belakang." lirihku mencoba mengingat-ingat kejadian tadi."Iya, Vin. Untung saja aku tadi tidak ikut kamu masuk ke ruang inapnya Ari. Karena setelah kamu ke luar, lelaki agak tua
GUNDIK SUAMIKUPart 18Masa bodo dengan apa yang dibicarakan Marisa dan Panji di luar sana. Itu bukan urusanku. Yang terpenting, sekarang aku harus secepatnya mengurus surat cerai dengan Mas Ari.Tak nyaman juga mengenakan baju khas rumah sakit ini. Kurasa badanku juga sudah enakan. Mendingan aku ganti baju dan bergegas pergi."Bu Vina mau ke mana?" Ketika aku hendak turun dari bangsal. Satu perawat datang membawakan nampan berisi obat."Saya mau ke kamar mandi, Sus. Oya, baju saya ke mana?""Oh, baju Bu Vina ada di laci." Tunjuknya pada lemari kayu di samping gorden."Saya udah boleh pulang 'kan?""Ibu sudah boleh pulang hari ini, tapi harus minum obat dulu ya," tukasnya lalu memberiku tiga butir obat beserta segelas air.Kuteguk pil berbeda ukuran itu bersamaan dengan air dalam gelas hingga tandas."Sus, minta rekapan biaya perawatan saya selaman di sini." pintaku. W
GUNDIK SUAMIKUPart 19"Hah! Palsu?!"Kulihat mata Marisa membeliak lebar. Ketika pegawai toko mengatakan bahwa cincin itu palsu."Mbak, mana mungkin palsu?" kata Marisa masih tak percaya."Iya, Mbak. Kalau Mbak nggak percaya ya sudah. Bawa ke tempat lain saja." balas pegawai itu lalu menyerahkan kembali sertifikat beserta cicinnya."Hah, cincin kamu palsu, Mar?" tanyaku seolah tak tahu. Sebenarnya akulah dalang dibalik semua ini.Marisa tak mengindahkan ucapanku. Ia melangkah pergi dengan wajah sedih. Digenggamnya cincin beserta surat itu, kecewa.'Satu kosong Marisa. Mungkin akan ada kejutan lainnya lagin. Saat kau menyayat luka dalam rongga dadaku.' batinku tersenyum puas.Kuekori langkah wanita itu hingga ke parkiran depan."Marisa tunggu!" pekikku membuatnyaa berhenti melangkah."Mau apa lagi kamu?" lugas Marisa sembari menyeka air matanya. Rupanya dia menangis
GUNDIK SUAMIKUPart 20🌹🌹🌹"Ya Allah, kenapa Marisa bisa setega itu." lirihku seraya mengusap bulir bening yang perlahan menetes.Nyaris aku tak percaya dengan surat yang kubaca. Surat tersebut menyatakan bahwa aku tidaklah mandul. Namun, kenapa surat itu berada di tangan Marisa? Ada apa sebenarnya? Apa dia tega mempalsukan hasil tes seperti yang dibilang ibunya mas Ari.Ah, pikirku menjalar ke mana-mana. Akan aku kejar sampai ke manapun langkah Marisa untuk mendapatkan penjelasannya. Wanita itu benar-benar licik dan jahat, aku tak menyangka jika dia bisa melakukan tindakan seperti ini.Tok!Tok!"Masuk!" Segera kuseka air mata yang membasahi pipi. Tatkala pintu kamar yang terketuk dari luar. Itu pasti mbok Darmi mengantarkan minuman pesananku tadi.Kusembunyikan kertas yang terdapat bekas lipatan itu ke bawah bantal. Dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. 
GUNDIK SUAMIKUPart 21Anakku ….Setitik bulir bening meniti di ujung mataku. Seiring lirihnya kata yang tercelos dari mulutku. Raga ini serasa tak bertenaga. Setelahnya semua gelap.*Ruangan bernuansa putih menyambutku, kukerjapkan netra beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke rentina ini. Kepalaku sangatlah berat, rasa nyeri di perut dan juga sakit pada seluruh tubuhku membuatku sulit bergerak walau hanya sekadar menoleh."Sudah bangun?" kata seseorang yang tiba-tiba ada si samping."Pa-panji …," gumamku dengan suara parau setengah serak."Kamu nggak hilang ingatan 'kan?" Lelaki berkemeja hitam itu menatapku dalam."Enggak, buktinya aku ingat kamu." Pelan-pelan aku membenarkan letak posisi berbaring.Ia tak berkata, malah senyum lebar ia suguhkan hingga tercipta dekikan lesung pipi di kedua pipinya."Anakku baik-baik saja '