Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya

Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya

last updateLast Updated : 2022-03-01
By:  NurjaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.5
8 ratings. 8 reviews
65Chapters
46.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Wanita yang terlihat baik, belum tentu kelakuannya baik juga. Entah apa yang menjadi alasan gundik suamiku, mengapa ia mau menjadi yang kedua, padahal sebelumnya ia menikah dengan suami yang kaya dan punya segalanya. Namun, ia memilih menjadi wanita kedua, perusak rumah tangga. Dan ada masalalu apa di balik hubungan mereka. Yuk baca kelanjutannya.

View More

Chapter 1

Bab 1 Cincin Palsu

GUNDIK SUAMIKU (1)

"Jeng, coba lihat, tadi malam aku di kasih kado cincin berlian loh sama suamiku," ucapku pada Ibu-ibu arisan yang biasa disebut Jeng. Seraya menunjukan cicin cantik nan berkilau yang tersemat di jari manisku. 

"Wah, cantik banget ya, Jeng. Harganya berapa? Kepo dong kita-kita, iya nggak Jeng?" sahut Jeng Lina sambil mencolek lengan Ibu-ibu lainnya. 

"Murah kok, Jeng. Suami aku bilang, cuman 400 jutaan harganya," jelasku dengan senyum merekah.

"Wah, emang suami idaman banget ya, eh Jeng Selin, kamu 'kan punya toko perhiasan tuh, paham dong mana yang asli dan mana yang bukan." kali ini Jeng Marisa yang menimpali. Dia memang agak sensi kalau punya barang-barang mahal. Orang bilang mah syirik istilahnya. 

"Mana coba, lihat." Jeng Selin menelisik jemariku. Tentu aku tak keberatan. Dan dengan percaya diri menujukan cincin ini pada mereka. Biar bungkam mulutnya. Enak saja main nuduh asli atau bukan. Dasar mulut kompor. Iri? Bilang bos! 

Jeng Selin tentu menatap lekat-lekat cincin ini. Tak segan. Aku pun melepas cincin ini dari jari manisku. 

"Nih cek aja kalau nggak percaya," kuletakan benda cantik itu ke telapak tangan Jeng Selin. Ia langsung memerhatikan detail. 

Beberapa saat kemudian ....

"Maaf ya, Jeng. Sebelumnya, keknya ini palsu deh, soalnya kilauannya agak beda gitu, kalau asli mah udah terpancar cetar gitu, meski nggak pake alat pendeteksi." jelas Jeng Selin lalu mengembalikan cincin itu padaku. 

Jeng Lina dan Marisa terlihat berbisik dengan mulut mencibir ke arahku. Aku yakin mereka sedang mengejekku. Aku pun tak percaya dengan yang dibilang Jeng Selin. Nggak mungkin cincin ini palsu. Mas Ari nggak mungkin lah beliin aku barang KW. Secara, dia kan CEO di perusahaan sendiri. 

"Jeng, nggak mungkin ya, ini palsu. Jangan asal ngomong ya, nggak mungkin suami saya beliin saya barang KW." tekanku sebal. 

"Kalau Jeng Vina nggak percaya, coba cek aja di toko berlian. Semoga aja saya yang salah menilai ya, Jeng." Jeng Selin bicara lagi. Sedangkan si Marisa dan Lina, mereka berdua sesekali berdecih dan tertawa kecil. 

Semakin muak aku berada di sini. 

"Ya udah ya, Jeng. Aku pamit pulang dulu, gerah lama-lama di sini," alibiku. 

"Iya, Jeng. Lain kali kita ngobrol-ngobrol lagi ya," ucap mereka serentak. 

Aku menanggapinya dengan anggukan. 

Gegas aku pergi meninggalkan rumah Marisa. Tujuanku hendak ke toko berlian. Untuk memastikan apa yang dibilang si Selin itu salah. 

*

"Maaf, Bu. Ini cincinnya KW." ucap kariawan toko berlian yang cukup terkenal di kota ini. Seketika mataku melebar sempurna. 

"Yakin, Mas? Itu palsu?" tanyaku memastikan. 

"Iya, Bu. Ini ada suratnya tidak? Kalau ada 'kan bisa tahu harganya dan di mana belinya," tambah lelaki muda itu. Sambil mengembalikan cincinku. 

Tak ingin menanggung malu yang semakin menjadi. Kuputuskan untuk beringsut pergi dari toko ini. 

Benar-benar memalukan. Tega sekali Mas Ari membelikan aku barang palsu. 

*

Aku pulang ke rumah untuk mencari surat cincin ini. Karena semalam ia tak memberikan surat itu padaku. Jikalaupun ada, pasti ini asli. Dan jika tak ada, memang dia minta di bejek-bejek. Jengkel sekali aku. Awas saja jika Mas Ari berani berbohong. 

Kuraih jas yang tergelak di atas sofa. Siapa tahu suratnya ada di sini. Kebetulan juga Mas Ari sedang di kantor. Aku jadi lebih leluasa untuk mencari bukti tentang cincin memalukan itu. 

Benar saja, setelah kuraba-raba seluruh saku di jas berwarna hitam pekat tersebut. Tepat di saku sebelah kiri. Ada sesuatu yang mengganjal. Cepat kurogoh dan mengeluarkannya dari dalam sana. 

Kotak kecil berwarna merah membuat mataku melotot.

Saat kubuka, isinya semakin membuat mata ini hendak melompat dari pelupuknya. 

Lantas kuambil benda itu dan memerhatikannya lama. Cincin berlian? Ini untuk siapa? Kenapa mirip sekali dengan punyaku yang barusan dibilang palsu sama orang-orang. 

Astaga! Aku kian tercengang. Melihat nama yang diukir di ring cincin ini. "Marisa." Namanya Marisa? Marisa siapa? Jangan-jangan Mas Ari selingkuh sama Marisa lagi? Lagian tadi dia yang paling antusias  mempermalukan aku. Ya Allah, kok aku jadi berprasangka buruk begini. 

Argh! Tapi bukti sudah jelas. Mas Ari tega membohongiku. 

Aku tak percaya, tapi ini kenyataannya.

Kututup kembali kotak cincin ini. Dan merogoh lagi saku jas yang membuatku dongkol. 

Secarik kertas kecil kutemukan. Lantas aku membacanya. Dengan dada naik turun menahan emosi. 

Tertera angka lima ratus lima puluh juta di sana. Lengkap dengan biaya ukirnya. 

Tanganku mengepal keras. Ingin sekali membogem mulut Mas Ari. Tahan! Tahan!

Aku paling anti dengan yang namanya perslingkuhan. Bagiku lelaki tukang selingkuh itu adalah sampah. Dan pantas untuk dibuang. 

Aku mengembalikan dua barang sial*n ini kembali ke tempatnya semula. Agar aku bisa menyelidik lebih dalam. 

Sebenarnya niat hati ingin menukar cincin ini. Tapi sayang, di situ tertera namanya. Pasti Mas Ari curiga padaku, jika cincin itu sampai berbeda dari aslinya. Atau ... lebih baik aku ukir saja cincin KW milikku dan menukarnya. Enak saja! Aku dikasi barang palsu. Sedangkan gundiknya ... mendapat berlian berharga fantastis. Harusnya tuh perempuan yang jadi selingkuhannya Mas Ari dapet rongsongkan saja. 

Kuulurkan lagi tanganku ke dalam saku. Tentu aku menggambil cincin tersebut beserta suratnya. Lagi pula, ini belum sore. Jadi, Mas Ari masih agak lama pulangnya. Cepat kusambar tas yang tergelak di atas meja rias. Dan memasukan cincin ini ke dalamnya. Aku harus buru-buru pergi ke tempat temanku. Kebetulan ia juga punya usaha tentang aksesoris. Lagian 'kan, cincin yang akan aku tukar 'kan palsu. Jadi, cari tempat pengukiran yang murah saja. 

Aku jadi tidak sabar, jika benar Mas Ari selingkuh dengan Marisa. Akan aku buat mereka menyesal telah bermain api di belakangku. Dan juga, akan kupermalukan Marisa dengan cincin palsu yang nanti kutukar ini. Biar tahu rasa dia! Aku juga baru ingat, besok 'kan ada pesta ulang tahun anaknya temanku juga temannya Marisa. Pasti Marisa juga akan datang. Siap-siap besok membalas cibirannya tadi. 

Tak ingin membuang-buang waktu. Lantas aku pergi ke tempat temanku. Yang jaraknya lumayan dekat dari sini. Bersiaplah mati kutu kau Marisa! 

*

Seperkian menit dari rumahku. Akhirnya aku sampai di toko aksesoris, alias toko emas KW yang menjual berbagai macam rupa keperluan wanita. 

"Eh, Nadif. Kamu bisa 'kan? Ukir cincin ini nggak?" tanyaku pada Nadifa, teman semasa kecil dan hingga sekarang kami masih berhubungan baik. Kuangsurkan cincin berlian yang diberikan Mas Ari padaku. 

"Apa sih, Vin. Yang temen lu nggak bisa." kelakar Nadif. Jemarinya menggapai cincin yang sedari tadi menggambang di awang. Ia memerhatikan cincin itu sebentar. "ini mau diukir kayak apa, Vin?" 

"Tolong ukirin cincin ini, sama seperti nama yang di sini. Terus tolong kasih surat palsu yang sama dengan surat ini." jelasku rinci. Nadif mengangguk paham. Dan lantas kuberikan surat beserta cincin asli yang terukir nama Marisa itu. 

"Hah, Marisa?!" mata Nadif sontak membeliak melihat nama yang tertera di sana. Tepat di ring cincin. 

"Iya, Dif. Plis tolong aku ya, kerjain tadi apa yang aku minta. Waktunya nggak banyak." kataku was-was. Ya, aku takut jika Mas Ari buru-buru pulang. Meski masih beberapa jam lagi. Namun, inikah rasanya mengambil barang diam-diam. Kalau dibilang maling sih, bukan. Tetapi, apa ya, namanya? Jika mengambil barang tanpa izin. Ah, biarlah, kurasa ini hakku. Enak saja, lelaki bergelar suami itu memberikan berlian mahal kepada orang lain. Sedangkan istrinya dibelikan KW. Sangat keterlaluan bukan! Ingin kupotong saja belalainya itu. Geram. 

"Tapi, sebenarnya ada apa, Vin? Kenapa cincin ini namanya Marisa?" tanyanya lagi. Ampun deh, selain bawel, wanita yang usiannya sama denganku itu tukang kepo juga. 

"Udah deh, Dif. Nanti aku jelasin. Ini menyangkut masa depan rumah tanggaku." 

"Iya-iya, tunggu ya, pasti aku buatin semirip mungkin." akhirnya, ia berhenti nyerocos dan mengerjakan keinginanku. "tunggu ya, aku ke belakang dulu." pamitnya kemudian. Yang kubalas dengan anggukan. 

*

Kutatap lekat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan. Sudah satu jam menunggu. Sedari tadi banyak pembeli yang berlalu lalang di depanku. Namun sama sekali tak mengurangi getir di dalam hati. Toko milik Nadif lumayan besar, ia punya lima kariyawan. Tadi aku memang sengaja, menyuruh Nadif sendiri yang mengukir cincin itu. Aku percaya, tangannya mampu membuat apa yang aku inginkan. 

"Nih udah jadi, bengong aja lu, kesambet demit baru tahu rasa!" lamunanku terbuyar mendengar suara Nadif yang agak cempreng. Gegas kuhampirinya yang sudah berposisi dengan tangan di atas etalase kaca. 

"Mana?" 

"Nih lihat, mirip banget 'kan? Nadif gitu loh." ia tertawa dengan pedenya. 

Tak kuindahkan kata-katanya. Jemariku sibuk mengangkat cincin itu dan memerhatikannya lama.

"Sempurna!" ucapku. Lantas berganti memerhatikan surat yang juga palsu bikinan Nadif. Kuakui, semua memang mirip sekali. Rasain kamu Marisa, pake barang KW. Nggak bakal ikhlas aku, kalau kamu pake sepeserpun uang atau barang pemberian suamiku. 

"Jangan lupa bayar!" decih Nadif setengah berteriak. 

"Berisik! Ntar gue transfer. Sekarang aku harus buru-buru pulang nih," semua barang-barang penting ini kumasukan dalam tas. Dan lantas membawanya pergi. 

"Hati-hati, Vin." terdengar teriakan Nadif sebelum aku masuk ke dalam mobil. 

*

Kupercepat laju mobil ini membelah jalanan kota yang lumayan ramai. 

Mataku terbelalak saat tiba di pekarangan rumah yang kutempati. Mobil Mas Ari sudah terparkir di sana. Itu artinya Mas Ari sudah pulang. Oh Tuhan, bagaimana ini? 

Bersambung

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Natalie
Vina dan Panji berakhir bahagia. Terus Jessica bagaimana kok menyedihkan? Jessica sudah rajin ibadah dan berdoa. Harusnya Tuhan Yang Maha Esa mengasihani dan memberikan kebahagiaan.
2022-12-20 12:00:42
1
user avatar
Natalie
TAMAT Ternyata BERSAMBUNG
2022-12-18 12:49:35
1
user avatar
Natalie
Ceritanya simple. Enak begini jelas kapan tamatnya tidak seperti sinetron TERSANJUNG.
2022-12-14 23:47:38
1
user avatar
Natalie
ceritanya enak dibaca
2022-12-04 18:59:58
1
user avatar
Najwa Mikaila
harus beli koin
2022-04-05 09:28:53
2
user avatar
Wahyuni
novel ini ada di aplikasi lain gak? kayaknya pernah baca
2022-04-03 23:17:56
2
user avatar
Najwa Mikaila
ceritanya bikin nagis.........
2022-04-02 17:21:42
2
user avatar
Atun Suwito Rejo
ceritanya penuh dngan kejutan
2021-12-18 09:24:50
1
65 Chapters
Bab 1 Cincin Palsu
GUNDIK SUAMIKU (1)"Jeng, coba lihat, tadi malam aku di kasih kado cincin berlian loh sama suamiku," ucapku pada Ibu-ibu arisan yang biasa disebut Jeng. Seraya menunjukan cicin cantik nan berkilau yang tersemat di jari manisku. "Wah, cantik banget ya, Jeng. Harganya berapa? Kepo dong kita-kita, iya nggak Jeng?" sahut Jeng Lina sambil mencolek lengan Ibu-ibu lainnya. "Murah kok, Jeng. Suami aku bilang, cuman 400 jutaan harganya," jelasku dengan senyum merekah."Wah, emang suami idaman banget ya, eh Jeng Selin, kamu 'kan punya toko perhiasan tuh, paham dong mana yang asli dan mana yang bukan." kali ini Jeng Marisa yang menimpali. Dia memang agak sensi kalau punya barang-barang mahal. Orang bilang mah syirik istilahnya. "Mana coba, lihat." Jeng Selin menelisik jemariku. Tentu aku tak keberatan. Dan dengan percaya diri menujukan cincin ini pada mereka. Biar bungkam mulutnya. Enak saja main nuduh asli atau bukan. Dasar mulut kompor. Ir
last updateLast Updated : 2021-11-12
Read more
Bab 2 Menukarnya
GUNDIK SUAMIKU (2)Mataku terbelalak saat sampai di pekarangan rumah yang kutempati. Mobil Mas Ari sudah terparkir di sana. Itu artinya Mas Ari sudah pulang. Oh Tuhan, bagaimana ini? Cepat kutepis semua kekhawatiran yang berkecamuk di dalam hati. Dan lantas memarkirkan mobil yang kutumpangi di sebelah mobil berwarna hitam pekat milik Mas Ari. "Nyonya sudah pulang?" aku terperanjat mendengar suara itu. Baru saja pintu mobil setengah terbuka. Pak Slamet, supir mertuaku sudah berada di teras depan. Ia berdiri dan menyambutku dengan senyum hangatnya. Namun, untuk apa beliau berada di sini? Bukankah dia supir pribadinya Mama mertuaku? Yang rumahnya lumayan agak jauh dari sini. Belum kujawab pertanyaannya, mataku sibuk celingukan memandangi sekeliling. Siapa tahu Mas Ari di sekitar sini, bisa gawat kalau dia udah pulang, atau ... dia sedang mencari cincin itu. Duh, bisa gagal semua rencanaku. Kuhampiri Pak Slamet yang
last updateLast Updated : 2021-11-12
Read more
Bab 3 Siapa Dia?
GUNDIK SUAMIKU (3)Wanita itu mengenakan kebaya berwarna pink salmon dan jilbab yang menutupi bagian dadanya. Hatiku mendadak nyeri melihat pemandangan ini. Apakah dia wanita selingkuh suamiku? Parasnya yang cantik dan terlihat kalem mana mungkin mau merebut suami orang. Ah, jaman sekarang. Apa saja bisa dilakukan, tak perduli penampilannya seperti apa. Aku menghela napas panjang. Sebah di dada tak kunjung mereda. Lututpun terasa melemas dan tak mampu menopang tubuhku. Kucengkram baju gamis yang tergantung di depanku. Tahan Vina, jangan menangis. Air matamu terlalu mahal untuk menangisi lelaki tak punya malu seperti Ari.Mas Ari dan Mama kompak menoleh ke arah wanita itu. "Nah itu, Marisa udah dateng." ucap Mama mertua sumringah. Oh, jadi itu yang namanya Marisa. Kukira Marisa teman arisanku. Ternyata tidak. Dugaanku salah, dia Marisa ... wanita yang penampilannya  tertutup dan bahkan lebih baik dariku. kelihatannya sih begit
last updateLast Updated : 2021-11-12
Read more
Bab 4 Lingerie Hitam
GUNDIK SUAMIKU (4)Kulirik ke arah mobil. Mobil Mas Ari masih di tempat semula. Lantas di mana Pak Slamet? Gegas kuberlari kecil menuju pintu yang langsung terhubung dengan ruang tamu. Pintu pun tidak dikunci. Mungkin Mbok Darmi belum tidur. "Nyonya, dari mana?" kutelan saliva yang terasa mengganjal di tenggorokan. Kakiku pun sontak berhenti tepat di keramik pembatas antara pintu dan teras. Cepat aku menoleh ke sumber suara. Benar dugaanku, bahwa itu suara Pak Slamet yang berasal dari depan garasi. "Oh, saya habis cek pintu di samping pagar, Pak. Sudah dikunci apa belum. Hanya untuk memastikan, takutnya Mbok Darmi lupa. Maklum, Pak. Sekarang banyak maling." alibiku meyakinkan. Untung saja, tadi masker dan jaket sudah kulepas dan kutinggal dalam mobil. Jadi, kini penampilanku biasa saja. "Oh, kalau begitu saya mau pamit, Nya. Mau jemput Pak Ari." pamit lelaki berkumis itu. Aku mengangguk dan menyunggingkan senyum
last updateLast Updated : 2021-11-12
Read more
Minta Uang
GUNDIK SUAMIKU Part 5"Hah! Apa?!" pekik Mas Ari terdengar syok. "argh! kenapa kamu gak bilang dari tadi, Vin?""Ya aku mana tahu, Mas. Kalau tamu itu tiba-tiba datang." jawabku kembali membuka mata. Mas Ari tak menjawab lagi. Ia melangkah jengah menuju lemari dan membukanya dengan kasar. 'Rasain kamu, Mas. Itu hanya kejutan kecil buat kamu. Belum kejutan manis yang lainnya.' batinku tersenyum devils. Sesaat. Ranjang empuk ini terasa berkempis. Mas Ari tengah menata posisi untuk berbaring di sampingku. Namun ia memilih memunggungiku. Aku tahu, seberapa besar rasa kecewanya terhadapku dan kejadian tadi. Namun, itu tak sepenuhnya membuat hatiku lega dan merasa puas. Kalau belum aku melihat dia dan keluarganya menderita. *"Aku pergi ke kantor dulu ya, kamu baik-baik di rumah." selepas sarapan, Mas Ari berpamitan padaku. Ia bilang akan pergi ke kantor. Ini kesempatanku untuk mengurus surat-surat berharga yang suda
last updateLast Updated : 2021-11-15
Read more
Bab 6
GUNDIK SUAMIKU Part 6Rasa penasaranku semakin membuncah. Hingga kuputuskan untuk diam dan tetap menguping. Dibuat bingung akan kejadian ini. Benakku terus bertanya, ada apa antara mereka orang-orang terdekatku? "Baik, nanti kita ketemu di rumah sakit." tak lama. Pak Slamet menuntup sambungan teleponnya. Lalu memasukan ponsel itu ke dalam saku celana.Rumah sakit? Siapa yang sakit? Pak Slamet bergegas menaiki motor lalu menyalakan mesinnya. Terlihat ia sedang memencet remote control pagar. Gawat jika aku sampai ketahuan. Karena pintu pagar akan segera bergeser ke araku. Cepat kulangkahkan kaki menjauh dan bersembunyi di dekat pohon bunga bougenville. Motor Pak Slamet ke luar dari pagar dan terpacu cepat ke arah barat.Tak habis akal. Lantas aku masuk ke dalam rumah untuk mengambil kunci mobil. Rencanaku adalah, mengikuti ke mana pria tua yang kuanggap baik itu pergi. 
last updateLast Updated : 2021-11-17
Read more
Bab 7
GUNDIK SUAMIKU Part 7Marisa tengah berbicara dengan wanita berbaju biru tosca. Wanita yang tak lain adalah resepsionis rumah sakit ini terlihat menjelaskan sesuatu yang penting. Seperkian menit mereka berbincang. Marisa nampak mengangguk paham dan lantas melenggang pergi.Yang menjadi pertanyaan. Pak Slamet pergi ke mana? Lelaki itu tak kunjung kelihatan juga batang hidungnya. "Di mana ruangannya?" Terdengar suara yang tak asing di telinga. Lantas kuberbalik arah untuk memastikan. Buru-buru aku menyingkir dari tempat semula. Karena seseorang yang berbicara tadi membuat mata ini nyaris tak berkedip. Mas Ari, dia sedang berjalan ke arah sini bersama dengan Pak Slamet. Untung saja aku memakai masker, jadi mereka tidak mengenaliku. Ternyata Pak Slamet menjemput Mas Ari di gerbang depan. Pantas saja aku tak mendapati lelaki itu di area lobi. "Silakan lewat s
last updateLast Updated : 2021-11-17
Read more
Bab 8
GUNDIK SUAMIKU Part 8"Sini ikut saya! Dasar penyusup!" Tarikan keras di lengan kananku membuatku terhenyak kaget. Sekilas, ekor mataku melihat ke arah ruangan tempat Mas Ari hendak melangsungkan acara ijab kabul. Mereka semua yang ada di dalam melihat ke arah sini. Beruntung, dua orang satpam tadi langsung menyeretku menjauh dari depan pintu tempat aku menguping. Sengaja aku menurut saja, kala dua satpam berseragam lengkap ini membawaku entah ke mana. Ya, karena untuk menghindari Mas Ari melihat apa yang sedang terjadi di luar. Mungkin aku gagal untuk menggagalkan pernikahan Mas Ari, tapi biarlah. Setidaknya aku tidak tertangkap basah oleh mereka. "Ikut saya ke kantor!" Salah satu satpam mengomel sembari memeganggi tanganku. "Nggak usah narik-narik! Saya bisa jalan sendiri." ketusku tak terima. Lagian, kenapa mereka bisa tahu kalau aku sedang menguping di situ
last updateLast Updated : 2021-11-17
Read more
Bab 9
GUNDIK SUAMIKU Part 9Duh, gawat! Gimana kalau Mas Ari nekat ingin membuka maskerku?"Anda tidak bisa bertindak seenaknya begini!" sergah satpam yang tadinya menyebalkan, kini jadi seolah membelaku. Cepat ia berdiri di depan Mas Ari, menghalangi posisiku yang masih terduduk di kursi. "Eh, apa-apaan kau ini! Minggir! Saya mau lihat, bagaimana wajah perempuan ini." sanggah Mas Ari bersikeras mendorong lengan satpam paksa. "Anda minggir, atau mau saya laporkan pihak rumah sakit atas tuduhan kegaduhan yang Anda perbuat." Satpam itu lantas mendorong tubuh Mas Ari ke luar dan menutup pintu."Arrgh! Dasar satpam belagu!" umpat Mas Ari dari balik pintu. Sebelum ia melenggang pergi, ia memukul daun pintu terlebih dulu. Lalu melangkah jengah dengan wajah merah padam dan gigi yang saling mengerat rapat. Terlihat dari jendela kaca di ruangan ini. "Vina, kamu nggak pa-pa 'kan?" Reflek aku mendongak, mendengar satpam ini mem
last updateLast Updated : 2021-11-17
Read more
Bab 10
GUNDIK SUAMIKU Part 10Gegas kututup pintu kamar mandi dan melangsungkan acara mandi secepat mungkin. Tersenyum penuh kemenangan aku malam ini, karena menggagalkan rencana Mas Ari. Kutepis segala macam pikiran yang sedari tadi memutar di kepala. Dan lantas menyudahi acara mandiku. Kulihat Mas Ari yang kini beralih duduk di sofa. Tak lupa, kumatikan lampu kamar mandi terlebih dulu seusai menutup pintu. Wajah Mas Ari yang tadi cerah, mendadak kelabu. Ya, aku tahu, mungkin dia merasa sebal dan jengkel karena ulahku yang hendak ikut lembur dengannya. Aku hanya ingin tahu, apakah dia benar lembur? Atau akan menghabiskan malam ini bersama gundiknya. Seperti yang kuperkirakan tadi. "Mas, tunggu ya, aku dandan dulu, bentar." kataku seraya duduk di depan meja rias dan mulai mepoleskan beberapa alat kecantikan yang tergelak di depanku. "Hem ...." ia hanya berdahem. Lalu menghunuskan napas panjang
last updateLast Updated : 2021-11-17
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status