Share

Bab 4

Author: dessy C
last update Last Updated: 2025-09-18 16:58:08

Bella menghela napas panjang saat keluar dari gedung kantor. Hari ini terasa lebih berat dari biasanya. Otaknya masih dipenuhi bayangan kejadian semalam. Ia berusaha mengabaikannya, tapi sulit.

Begitu melangkah keluar pintu utama, matanya langsung menangkap sosok yang sangat familiar. Renand berdiri bersandar di mobilnya, wajahnya datar tanpa ekspresi. Jantung Bella berdegup kencang. Kenapa dia ada di sini?

Belum sempat ia bereaksi, suara lain memanggil.

“Bella!”

Bella menoleh, melihat Han menghampirinya.

“Kita pulang bareng,” ucap Han tegas. "Masih banyak yang harus kita bicarakan."

Sebelum Bella menjawab, Renand sudah maju mendekat.

“Bella pulang denganku,” katanya datar, tanpa menoleh sedikit pun pada Han.

"Bella, kita bicara sebentar." Han mersih pergelangan tangan Bella.

"Apa yang kamu lakukan?" Renand langsung meraih Bella ke sisinya

"Kamu jangan ikut campur. Ini urusanku dengan Bella."

Suasana seketika menegang. Bella merasa terjebak di antara dua pria yang sama-sama membuat kepalanya berat hari ini.

“Renand, aku sudah janji sama Han,” Bella mencoba netral.

Renand menatap dingin. “Janji apa?”

“Maksudku… ada yang harus kuselesaikan dengannya.”

“Semua sudah selesai, Bella. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan di antara kalian.”

Han langsung menyambar, wajahnya menegang.

“Dia tahu, Bella? Cepat sekali kamu melapor ke dia?”

Tatapan Renand langsung menusuk Han.

“Tentu saja aku tahu. Semalam Bella menangis di pelukanku. Sepanjang malam aku harus menenangkannya.”

Kalimat itu jelas bermakna ganda. Bella tahu, buru-buru mendorong tubuh kekar Renand.

“Ayo kita pulang!”

Han tidak terima, ia meraih tangan Bella.

“Kita belum selesai, Bella!”

Bella menepis kasar. “Lain kali. Sekarang aku mau pulang,” tegasnya.

Renand sigap membuka pintu mobil untuk Bella. Setelahnya ia melangkah ke kursi kemudi, meninggalkan Han yang terpaku. Mobil melaju meninggalkan gedung.

“Masih mau didekati dia?” suara Renand memecah hening.

“Itu bukan urusanmu,” sahut Bella ketus. “Besok jangan jemput-jemput aku lagi!”

Mendengar itu, Renand tiba-tiba membanting setir menepi. Bella terkejut.

“Kenapa berhenti di sini?”

Renand tak menjawab, hanya menatap lurus dengan rahang mengeras.

“Kamu takut Han cemburu? Jangan-jangan kalian belum putus?” nadanya rendah tapi tajam.

“Urusanku dengan Han, kamu gak perlu tahu.”

Renand mendengus.

“Semalam kamu nangis-nangis datang padaku gara-gara dia. Dan sekarang kamu bilang aku gak perlu tahu? Kejadian itu karena dia! Kalau kalian masih baik-baik saja, mungkin aku gak akan melewati batasanku.”

“Cukup, Ren! Jangan bahas lagi. Jangan tambah beban pikiranku. Aku sudah bilang, lupakan!” suara Bella meninggi.

Tiba-tiba Renand melepas sabuk pengaman, menarik leher Bella, dan mencium bibirnya. Gerakannya cepat, Bella tak sempat menghindar.

Bella menepuk-nepuk dadanya, meminta dilepaskan.

“Gila kamu, Ren!” Bella terengah. “Jangan pikir aku milikmu hanya karena kita tidur sekali!”

Renand menyeringai tipis.

“Jadi, harus berapa kali aku tidur denganmu sampai kamu jadi milikku?”

“Bukan itu maksudku...”

“Dengar baik-baik, Bella,” potong Renand. “Kamu wanita pertama yang tidur denganku. Jadi meskipun seribu kali kamu menyuruhku melupakan malam itu, gak akan bisa. Aku akan selalu ingat setiap helaan napasmu, setiap desahanmu, saat kamu menyerahkan dirimu padaku.”

“Cukup, Ren! Sekarang antar aku pulang. Aku lelah.”

Bayangan malam itu kembali menari di kepala Bella, membuat dadanya sesak.

Renand hanya diam, menyalakan mesin mobil dan melaju lagi sampai ke rumah Bella.

Sesampainya di halaman rumah Bella.

“Terima kasih sudah mengantar,” ucap Bella dingin. Hendak turun dari mobil Renand.

“Tunggu dulu.” Renand menahan tangan Bella sebelum ia keluar. “Kita belum selesai.”

Bella menatap lelah. “Apa lagi, Ren?”

“Kamu harus putus dari Han. Kalau sampai aku tahu kamu masih bersama dia, aku gak akan tinggal diam!”

“Aku masih mempertimbangkannya. Aku dan dia sudah tunangan, Ren. Sudah di tahap persiapan pernikahan. Gak mudah untuk putus begitu saja.”

Renand menatap tajam. “Dia sudah tidur dengan Fanya, Bel!”

Bella menoleh cepat, wajahnya getir.

“Aku pun sama. Aku juga mengkhianatinya… dengan tidur denganmu.”

Renand terdiam sejenak, lalu meninggikan suara. “Tapi itu berbeda...”

Belum sempat Renand menyelesaikan kalimatnya, terdengar ketukan di kaca jendela. TOK TOK TOK!

Bella terlonjak kaget, cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Renand. Nafasnya terasa sesak, pikirannya langsung kacau.

Renand melirik ke arah sumber suara dengan wajah tak suka. Rahangnya mengeras, jelas ia tak senang ada yang berani mengganggunya di saat seperti ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   Bab 49

    Tubuh Bella terasa berat. Pandangannya kabur, langkahnya limbung di lorong gelap rumah Martin. Keringat dingin bercampur panas aneh dari dalam tubuhnya. Suara detak jantungnya sendiri terdengar seperti palu di telinga.“Apa… yang dia lakukan padaku…” bisiknya.Dari balik bayangan lorong, seseorang muncul, wajahnya samar di bawah cahaya redup. Sosok itu terkejut melihat Bella yang nyaris terjatuh. Ia cepat menahan tubuh Bella sebelum membentur lantai.“Bella? Hei! Kamu kenapa?”Bella hanya menggigit bibir, berusaha menahan tubuhnya yang bergetar hebat. “Han… dia… sesuatu di minumanku…”Renand terdiam. Tatapan matanya berubah dingin. Ia menggendong Bella ke kamar kosong di ujung lorong, membaringkannya perlahan.“Tenang. Aku di sini.”Bella berusaha menahan kesadarannya yang mulai kabur. “Jangan… jangan biarkan dia mendekat lagi…”Renand mengangguk, lalu menatap ke arah pintu dengan rahang menegang."Renand, tolong aku!" Bella merengek, bangkit dengan pakaian tidur yang sedikit terbuka,

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   bab 48

    Setelah pertungan Renand, perasaan Bella semakin kacau ia merasa kini tak ada lagi yang bisa ia harapkan. Hidupnya benar-benar hampa, dan selalu mendapat pengkhianatan. Bella merenung di kamarnya, karena hanya itu yang bisa ia lakukan. Sampai akhirnya ia tak tahan lagi menjadintawanan keluarga Martin."Aku ingin kita pindah, Han," kata Bella pada Han, saat Han baru saja keluar dari kamar mandi."Pindah bagaimana maksudnya?""Kalau kamu masih mau pernikahan ini sampai satu tahun, kita pindah ke rumah orang tua ku.""Tapi, Ayah tidak akan setuju.""Kalau kamu tidak mau, kita bercerai saja,""Bella," Han tidak mau bercerai, meskipun perjanjian pernikahan hanya satu tahun tapi Han tidak akan pernah menceraikan Bella apapun yang terjadi. "Nanti aku bicarakan dulu dengan orang tuaku, ya?""Aku tunggu jwabanmu secepatnya.""Baiklah," Han mengambil segelas air di nakas, dan saat Bella kembali menatap ke luar jendela Han memasukan sebuah serbuk ke dalam minuman Bella, lalu berjalan menghampir

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   Bab 47

    Hari pertunangan itu berlangsung megah di kediaman keluarga Han. Taman belakang disulap menjadi tempat pesta, dihiasi bunga putih dan lampu-lampu gantung yang berkilau seperti bintang. Musik lembut mengalun, tamu-tamu berbusana elegan saling bertukar senyum, membicarakan betapa serasinya pasangan yang sedang dirayakan hari itu, Renand Wijantara dan Amanda Daraswita.Amanda tampak cantik dalam gaun krem muda, senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Namun di sampingnya, Renand berdiri dengan ekspresi datar. Tatapannya dingin, terlalu kaku untuk disebut bahagia. Sesekali, matanya mencari ke sekeliling ruangan… dan berhenti pada satu sosok di kejauhan.Bella.Ia berdiri di sudut taman, mengenakan dress hitam sederhana, rambutnya dibiarkan tergerai. Senyum tipis yang dipaksakan tak mampu menyembunyikan matanya yang kosong. Sejak awal acara, Bella menghindari kontak mata dengan siapa pun, apalagi dengan Renand.Namun tatapan itu… tatapan yang sama penuh kerinduan dan luka yang terus mengikut

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   bab 46

    Kabar itu menyebar secepat kilat, jauh melebihi dugaan Bella.Renand Wijantara, pria yang dulu memohon padanya untuk bertahan, kini resmi mengumumkan pertunangannya dengan Amanda, sepupu Han. Pengumuman itu disiarkan langsung di televisi, disaksikan oleh seluruh keluarga yang terpaku di depan layar. Bella membeku di kursinya, jemarinya mencengkeram erat cangkir kopi, seolah mencari kekuatan.Han, dari ujung meja makan, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Kabar bahagia, bukan?" ujarnya datar, sambil mengaduk teh.Bella membisu, matanya terpaku pada Renand di layar. Pria itu tersenyum kaku di samping Amanda, tangan mereka bertautan di depan kamera.Han menyandarkan tubuh, tatapannya menusuk. "Tidak ingin memberi selamat?"Bella mendengus pelan. "Untuk apa?""Untuk pria yang dulu kau bela mati-matian." Han mendekat, suaranya tajam namun rendah. "Setidaknya kau bisa tenang sekarang. Dia sudah memiliki calon istri yang jelas."Bella menoleh cepat. "Berhenti bicara seperti itu

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   bab 45

    Suara ketukan pintu terdengar pelan tapi berulang—ritmis, penuh kesengajaan. Han yang sedang menatap layar laptopnya langsung menegakkan tubuh. Ia tidak sedang menunggu siapa pun.“Masuk,” katanya datar, tanpa mengalihkan pandangan.Pintu terbuka. Aroma parfum manis yang pernah ia kenal memenuhi ruangan. Han terdiam.“Sudah lama, ya,” suara itu lembut, tapi menusuk seperti belati.Han mendongak perlahan. “Fanya.”Perempuan itu tersenyum miring. Ia menutup pintu dan berjalan santai mendekat, tumit sepatunya menimbulkan suara kecil di lantai marmer. “Kamu kelihatan kaget. Padahal aku cuma ingin ngobrol.”“Ngobrol?” Han mendengus. “Kalau kamu datang buat main-main lagi, keluar saja.”“Main-main?” Fanya tertawa pendek, matanya berkilat. “Lucu sekali kamu ngomong begitu. Padahal dulu kamu yang paling suka main dengan aku.”“Sudah cukup.” Han menekan meja dengan telapak tangannya. “Kita selesai waktu itu. Jangan buat masalah lagi.”Fanya mengangkat alis, senyumnya tidak hilang. “Kamu yakin

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   Bab 44

    Siang itu rumah keluarga Han terasa lengang. Semua orang pergi bekerja, Han, kedua orang tuanya, bahkan Amanda yang biasanya sibuk di rumah pun ikut keluar untuk menghadiri rapat bisnis. Hanya para pelayan yang lalu-lalang dengan langkah hati-hati, takut membuat kegaduhan di rumah yang kini terasa terlalu besar dan terlalu sunyi.Namun, di antara kesunyian itu, suara mobil berhenti di depan gerbang.Renand turun dari mobil dengan langkah pasti. Wajahnya tegang, matanya gelap. Sejak kejadian makan malam itu, Bella terus menghindar darinya, tidak membalas pesan, tidak menjawab telepon, bahkan menghilang setiap kali mereka berada di tempat yang sama.Hari ini, ia tidak ingin menunggu lagi. Ia harus tahu alasannya.“Selamat siang, Pak,” sapa salah satu pelayan gugup ketika Renand melangkah masuk tanpa banyak bicara. “Nyonya muda sedang di taman belakang.”Renand hanya mengangguk, lalu terus berjalan melewati lorong panjang menuju taman. Setiap langkahnya berat, seolah membawa beban yang m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status