Share

Bab 5

Author: dessy C
last update Last Updated: 2025-09-18 17:29:29

Ketukan di kaca mengejutkan Bella. Ia buru-buru menarik tangannya dari genggaman Renand. Jantungnya berdegup kencang saat melihat siapa yang berdiri di luar.

“Papa…” bisiknya, panik.

Pak Arman membungkuk sedikit, menatap ke dalam mobil dengan wajah datar. “Kenapa lama sekali di sini? Papa tungguin dari tadi, Bella.”

Bella cepat-cepat membuka pintu mobil.

“I-iya, Pa. Tadi cuma… ngobrol sebentar sama Renand.” Senyumnya dipaksakan, nyaris gemetar.

Renand ikut keluar dari sisi kemudi, berusaha terlihat tenang.

“Om Arman,”

Ia menunduk hormat, suaranya terkendali meski matanya sedikit gugup.

Pak Arman menyapu pandangan bergantian pada keduanya. Tatapannya tajam, seolah membaca ada yang tidak beres, tapi ia tidak langsung bertanya.

“Kalau mau ngobrol, ngobrol di rumah. Jangan di mobil begini. Ibumu nunggu di dalam.”

Bella menunduk, meremas ujung tasnya. “Iya, Pah. Kami masuk sekarang.”

Renand sempat ingin membuka suara, tapi Bella menatapnya cepat, tatapan penuh peringatan agar jangan bicara macam-macam.

Pak Arman menghela napas panjang, lalu berbalik menuju rumah lebih dulu. Suasana hening mencekam tersisa di antara Bella dan Renand, sebelum akhirnya Bella berbisik pelan, “Lain kali jangan berlebihan, Ren. Kalau Papa sampai curiga, aku yang hancur duluan.”

Renand menatapnya sebentar, rahangnya mengeras. Tapi ia memilih diam, mengikuti langkah mereka masuk ke rumah.

Mereka pun masuk, dan di sambut Mama nya Bella Bu Liana. "Ren, kebetulan kamu mampir. Kita makan malam bareng, ya?"

"Iya, tante!" jawab Renand singkat.

Mereka pun berjalan menuju ruang makan. Dan di atas meja makan sudah tersedia hidangan yang berjejer rapih.

Suasana meja makan sempat berjalan hangat, meski Bella merasa setiap suapan nasi seperti batu yang sulit ditelan. Ia bisa merasakan tatapan ayahnya yang terus bergantian mengawasi dirinya dan Renand.

Renand tampak tenang di luar, tapi jari-jarinya mengetuk pelan meja, sebuah tanda kalau pikirannya tidak sepenuhnya rileks.

Pak Arman meletakkan sendoknya perlahan, lalu menatap mereka berdua lebih tajam. “Kalian tadi… bertengkar, ya?” suaranya datar, tapi tegas.

Bella refleks menoleh. “Enggak, Pah. Siapa bilang?” Senyumnya dipaksakan, tangannya meremas serbet di pangkuannya.

Renand ikut menimpali cepat. “Tidak, Om. Kami hanya ngobrol biasa.”

Pak Arman mengernyit, menatap lama pada keduanya. “Obrolan biasa apa sampai lama sekali di mobil? Papa sudah hampir keluar dua kali tadi. Kalau Mama nggak bilang tunggu saja, Papa mungkin sudah mengetuk lebih keras.”

Bella buru-buru menunduk. “Tadi cuma… ada sedikit salah paham. Tapi sudah selesai, Pah.”

Renand melirik Bella sekejap, jelas tidak puas dengan cara Bella menjawab. Namun ia menahan diri, memilih menundukkan kepala sambil mengaduk sup yang sudah dingin.

Pak Arman mendesah, menggeser kursinya sedikit. “Kalian ini sudah besar. Kalau memang ada masalah, jangan disimpan sendiri-sendiri. Tapi juga jangan bikin Papa curiga dengan sikap kalian yang aneh.”

Bella merasa wajahnya panas, ia mengangguk kecil. “Iya, Pah.”

Bu Liana yang sedari tadi mencoba mencairkan suasana, buru-buru menimpali.

“Sudahlah, Pak. Namanya juga anak muda, wajar kalau kadang beda pendapat. Sekarang makan dulu. Nanti dingin.”

Pak Arman akhirnya mengambil sendoknya lagi, meski tatapannya sekali-sekali masih menyelidik.

Bella berusaha fokus ke piringnya, tapi perasaan gelisah makin besar. Ia tahu benar, ayahnya bukan tipe orang yang mudah percaya begitu saja.

"Bagaimana kerjaan kamu, Ren?" tanya Bu Liana, "Pasti berat ya harus menjalankan perusahaan peninggalan orang tua mu sendirian. Tapi Tante yakin kamu pasti bisa."

Renand Hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Kalau ada apa-apa kamu hubungi Om, ya?" Pa Arman menambahkan. "Dan kamu, Bella. Harusnya kamu bekerja dengan Renand kalau tidak dengan Papa saja daripada bekerja di perusahaan orang lain." Pa Armand langsung menyerang Bella.

"Aku mau mandiri, Pah. Kalau aku kerja di perusahaan Papa orang-orang pasti mengira hasil nepotisme. Masuk perusahaan karena jalur anak Papa atau sepupu Ren." ujar Bella

"Sudah, jangan nyudutin Bella! Hormati keputusan Bella." Ibu Liana yang selalu jadi penengah.

"Oh, ya! Papa lupa mau kasih tahu kamu tadi pagi Bella, kalau Papa ada urusan bisnis harus keluar kota, besok subuh brangkatnya. Mama juga ikut!"

"Ya, ya! Tinggalkan ajah aku sendirian." bibir Bella mengerucut.

"Kamu kan bukan anak kecil lagi?" ujar Renand, ia bersandar di kursi, tangan nya terlipat di dada.

"Ren benar, kamu kan udah besar kenapa masih merajuk kaya anak kecil? Bu Liana menimpali, "Kamu bisa minta di temani Renand."

Deg!

Ucapan Bu Liana membuat sendok yang dipegang Bella langsung terhenti di udara. Ia menoleh cepat, menatap ibunya dengan ekspresi kaget bercampur panik.

“M-ma, jangan bercanda,” Bella memaksa tawa kecil, meski nadanya terdengar kering. “Aku bisa sendirian, kok.”

Renand hanya melirik, sorot matanya dalam dan sulit dibaca. Hanya ada senyum samar yang muncul di sudut bibirnya, senyum yang membuat Bella makin salah tingkah.

Pak Arman meletakkan sendoknya, kali ini menatap Renand lekat-lekat. “Itu ide bagus. Renand bisa menemani Bella. Setidaknya Papa jadi tenang kalau kalian saling jaga.”

“Papa…” Bella mencoba protes.

Renand masih bersandar santai, tapi matanya menancap pada Bella. .

“Baik, Om.” Renand akhirnya menjawab dengan tenang, suaranya dalam. “Aku akan pastikan Bella tidak kesepian.”

Bella tertegun. Pandangan mereka saling bertemu di atas meja makan untuk sepersekian detik.

Ia buru-buru menunduk, pura-pura sibuk merapikan nasi di piringnya.

Apa yang akan terjadi besok malam… saat ia benar-benar hanya berdua dengan Renand di rumah ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   Bab 49

    Tubuh Bella terasa berat. Pandangannya kabur, langkahnya limbung di lorong gelap rumah Martin. Keringat dingin bercampur panas aneh dari dalam tubuhnya. Suara detak jantungnya sendiri terdengar seperti palu di telinga.“Apa… yang dia lakukan padaku…” bisiknya.Dari balik bayangan lorong, seseorang muncul, wajahnya samar di bawah cahaya redup. Sosok itu terkejut melihat Bella yang nyaris terjatuh. Ia cepat menahan tubuh Bella sebelum membentur lantai.“Bella? Hei! Kamu kenapa?”Bella hanya menggigit bibir, berusaha menahan tubuhnya yang bergetar hebat. “Han… dia… sesuatu di minumanku…”Renand terdiam. Tatapan matanya berubah dingin. Ia menggendong Bella ke kamar kosong di ujung lorong, membaringkannya perlahan.“Tenang. Aku di sini.”Bella berusaha menahan kesadarannya yang mulai kabur. “Jangan… jangan biarkan dia mendekat lagi…”Renand mengangguk, lalu menatap ke arah pintu dengan rahang menegang."Renand, tolong aku!" Bella merengek, bangkit dengan pakaian tidur yang sedikit terbuka,

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   bab 48

    Setelah pertungan Renand, perasaan Bella semakin kacau ia merasa kini tak ada lagi yang bisa ia harapkan. Hidupnya benar-benar hampa, dan selalu mendapat pengkhianatan. Bella merenung di kamarnya, karena hanya itu yang bisa ia lakukan. Sampai akhirnya ia tak tahan lagi menjadintawanan keluarga Martin."Aku ingin kita pindah, Han," kata Bella pada Han, saat Han baru saja keluar dari kamar mandi."Pindah bagaimana maksudnya?""Kalau kamu masih mau pernikahan ini sampai satu tahun, kita pindah ke rumah orang tua ku.""Tapi, Ayah tidak akan setuju.""Kalau kamu tidak mau, kita bercerai saja,""Bella," Han tidak mau bercerai, meskipun perjanjian pernikahan hanya satu tahun tapi Han tidak akan pernah menceraikan Bella apapun yang terjadi. "Nanti aku bicarakan dulu dengan orang tuaku, ya?""Aku tunggu jwabanmu secepatnya.""Baiklah," Han mengambil segelas air di nakas, dan saat Bella kembali menatap ke luar jendela Han memasukan sebuah serbuk ke dalam minuman Bella, lalu berjalan menghampir

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   Bab 47

    Hari pertunangan itu berlangsung megah di kediaman keluarga Han. Taman belakang disulap menjadi tempat pesta, dihiasi bunga putih dan lampu-lampu gantung yang berkilau seperti bintang. Musik lembut mengalun, tamu-tamu berbusana elegan saling bertukar senyum, membicarakan betapa serasinya pasangan yang sedang dirayakan hari itu, Renand Wijantara dan Amanda Daraswita.Amanda tampak cantik dalam gaun krem muda, senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Namun di sampingnya, Renand berdiri dengan ekspresi datar. Tatapannya dingin, terlalu kaku untuk disebut bahagia. Sesekali, matanya mencari ke sekeliling ruangan… dan berhenti pada satu sosok di kejauhan.Bella.Ia berdiri di sudut taman, mengenakan dress hitam sederhana, rambutnya dibiarkan tergerai. Senyum tipis yang dipaksakan tak mampu menyembunyikan matanya yang kosong. Sejak awal acara, Bella menghindari kontak mata dengan siapa pun, apalagi dengan Renand.Namun tatapan itu… tatapan yang sama penuh kerinduan dan luka yang terus mengikut

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   bab 46

    Kabar itu menyebar secepat kilat, jauh melebihi dugaan Bella.Renand Wijantara, pria yang dulu memohon padanya untuk bertahan, kini resmi mengumumkan pertunangannya dengan Amanda, sepupu Han. Pengumuman itu disiarkan langsung di televisi, disaksikan oleh seluruh keluarga yang terpaku di depan layar. Bella membeku di kursinya, jemarinya mencengkeram erat cangkir kopi, seolah mencari kekuatan.Han, dari ujung meja makan, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Kabar bahagia, bukan?" ujarnya datar, sambil mengaduk teh.Bella membisu, matanya terpaku pada Renand di layar. Pria itu tersenyum kaku di samping Amanda, tangan mereka bertautan di depan kamera.Han menyandarkan tubuh, tatapannya menusuk. "Tidak ingin memberi selamat?"Bella mendengus pelan. "Untuk apa?""Untuk pria yang dulu kau bela mati-matian." Han mendekat, suaranya tajam namun rendah. "Setidaknya kau bisa tenang sekarang. Dia sudah memiliki calon istri yang jelas."Bella menoleh cepat. "Berhenti bicara seperti itu

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   bab 45

    Suara ketukan pintu terdengar pelan tapi berulang—ritmis, penuh kesengajaan. Han yang sedang menatap layar laptopnya langsung menegakkan tubuh. Ia tidak sedang menunggu siapa pun.“Masuk,” katanya datar, tanpa mengalihkan pandangan.Pintu terbuka. Aroma parfum manis yang pernah ia kenal memenuhi ruangan. Han terdiam.“Sudah lama, ya,” suara itu lembut, tapi menusuk seperti belati.Han mendongak perlahan. “Fanya.”Perempuan itu tersenyum miring. Ia menutup pintu dan berjalan santai mendekat, tumit sepatunya menimbulkan suara kecil di lantai marmer. “Kamu kelihatan kaget. Padahal aku cuma ingin ngobrol.”“Ngobrol?” Han mendengus. “Kalau kamu datang buat main-main lagi, keluar saja.”“Main-main?” Fanya tertawa pendek, matanya berkilat. “Lucu sekali kamu ngomong begitu. Padahal dulu kamu yang paling suka main dengan aku.”“Sudah cukup.” Han menekan meja dengan telapak tangannya. “Kita selesai waktu itu. Jangan buat masalah lagi.”Fanya mengangkat alis, senyumnya tidak hilang. “Kamu yakin

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   Bab 44

    Siang itu rumah keluarga Han terasa lengang. Semua orang pergi bekerja, Han, kedua orang tuanya, bahkan Amanda yang biasanya sibuk di rumah pun ikut keluar untuk menghadiri rapat bisnis. Hanya para pelayan yang lalu-lalang dengan langkah hati-hati, takut membuat kegaduhan di rumah yang kini terasa terlalu besar dan terlalu sunyi.Namun, di antara kesunyian itu, suara mobil berhenti di depan gerbang.Renand turun dari mobil dengan langkah pasti. Wajahnya tegang, matanya gelap. Sejak kejadian makan malam itu, Bella terus menghindar darinya, tidak membalas pesan, tidak menjawab telepon, bahkan menghilang setiap kali mereka berada di tempat yang sama.Hari ini, ia tidak ingin menunggu lagi. Ia harus tahu alasannya.“Selamat siang, Pak,” sapa salah satu pelayan gugup ketika Renand melangkah masuk tanpa banyak bicara. “Nyonya muda sedang di taman belakang.”Renand hanya mengangguk, lalu terus berjalan melewati lorong panjang menuju taman. Setiap langkahnya berat, seolah membawa beban yang m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status