Gina Syakilla, itu namanya. Tentu saja nama yang sangat indah dan terasa sejuk ketika diucapkan. Bahkan seindah matanya yang berwarna cokelat terang, Gina berusia 20 tahun.
Masih muda, energik, kelembutan hati yang luar biasa.
Wanita itu terbiasa dipanggil dengan Sebutan 'Gin' atau 'Gina'.
Ah, parasnya yang sangat cantik mampu membuat pria manapun terpelongo bahkan ter-kaku untuk beberapa detik melihat kecantikan alaminya. Memiliki watak penuh kelembutan pun yang alami juga.
Tinggi yang pas untuk ukuran tubuhnya, 160cm.
Ada hal yang lebih penting sebenarnya, Gina telah memiliki kekasih bernama Aston Nugraha. Pria dengan karakter yang urakan, berantakan, usia yang terpaut jauh lebih tua 2 tahun dari Gina. Memiliki warna mata hitam pekat, tinggi Aston sekitar 175cm. Untuk jenis tipe pria sepertinya cukup pas memang.
Wajah yang baby face, meski memiliki tatapan mata selalu terlihat sinis dan tajam. Aston banyak diminati para wanita single, sudah menikah ataupun wanita kesepian. Tapi Aston memilih Gina untuk tetap menjadi kekasihnya tidak perduli dengan segala kekurangan Gina.
Pertemuan mereka sewaktu sekolah dahulu, sekitar 2 tahun lalu.
Aston yang terbiasa hidup bebas, bergeranjulan, sebuah takdir mempertemukan mereka di jalanan. Gina teramat mencintainya, penyebab salah satu Gina begitu memujanya karena pria itu selalu ada untuknya.
Hal menyakitkannya adalah perjalanan cinta mereka bukan seperti pasangan yang pada umumnya. Merasakan keindahan dengan waktu cukup lama, tidak. Gina jarang merasakan itu. Bahkan tidak semenurut perkiraan banyak orang kalau memiliki kekasih itu hari - hari akan mudah apalagi jika membayangkan wajahnya.
Entahlah.
Gina harus mendapat kekerasan dan kekasaran dari pria itu. Bahkan, tak sungkan Aston akan menampar bahkan terkadang mencekik Gina.
Cintanya yang kuat telah membutakan hati dan pikirannya.
Gina telah tamat sekolah dua tahun lalu, dan kini ia bekerja di sebuah Toko Roti yang cukup ternama di kota Bandung. Toko Roti yang menjual roti yang khas, juga bermacam khas Bandung.
Ini bukanlah pilihannya, karena ingin hatinya melanjutkan kuliah tapi apa daya dia pun tidak memiliki cukup dana untuk melanjutkan kuliah. Ingin hati mengejar cita- cita namun harus pupus karena ia mengubur semua angan yang tidak akan mungkin jadi kenyataan.
Kedua Orang tua nya telah meninggal, pada saat itu jika diingat hanya untuk mengisi perut mereka harus bangun pagi sekali, berjualan nasi di warung yang terkadang sepi penjualan. Ayah dan ibunya mengalami kecelakaan, mereka tidak selamat. Hanya Gina yang selamat pada waktu itu.
Saat itu usianya empat tahun, masih sangat kecil? Ya, memang. Gina harus menelan pil pahit kehidupan sedari kecil.
Tanpa kasih sayang orangtua, tanpa sentuhan hangat seorang ibu, tanpa belaian sayang khas seorang ayah. Bahkan Gina harus dirawat dan dibesarkan pada sebuah Panti Asuhan di daerah Cicendo, Jawa Barat.
Setelah ia tumbuh kembang dewasa, Gina memilih hidup sendiri meskipun hanya sekadar nge-kost.
Gina sebenarnya memiliki Saudara di daerah Bandung Barat atau lebih tepatnya Cipongkor. Namun mereka enggan mengakui, merawat apalagi mengakui Gina sebagai sanak saudara mereka.
Baginya itu bukan masalah. Gina memang sudah sangat kebal dan terbiasa dengan penolakan keluarganya sejak ia kecil. Sekarang prinsipnya hanya satu, ia percaya suatu saat Tuhan akan menunjukkan kebahagiaan yang sebenarnya untuk Gina.
Entah besok, atau ketika dia tidak mampu menghirup napas lagi.
Ini adalah hari yang kesekian puluhan kali ia melakukan aktivitas seperti biasa. Pagi sekali Gina sudah terbangun dari tidur nyenyaknya. Siang ini, Gina kembali bekerja di Toko Roti.
Hal menarik, dia akan memasak untuk Aston pagi ini. Mengantarkan makanan kesukaan kekasih hatinya itu. Gina sudah berkutat di dapur mini sambil memotongi daun seledri juga beberapa menu lain. Kalau diingat, teman satu kerjanya menentang hubungan ia dengan Aston.
Kekerasan pria itu memang tidak dapat dimaklumi siapapun, meski begitu bagi Gina hanya Aston yang mampu menerimanya dengan sukarela.
Awalnya ia keluar dari Panti Asuhan itu memang berat, bahkan beberapa Ibu Asuh-nya sempat melarang namun kembali lagi Gina sudah dewasa, bahkan sudah sangat mandiri menjalani harinya sendiri.
Gina sekian lama berkutat di dapur, akhirnya siap juga masakan yang telah ia ramu dengan sepenuh hati. Ia merasa bangga.
Gina mencium aroma masakan yang telah ia masak, ia memasak soup kesukaan Aston yaitu soup Ayam. Untuk menu lain yang juga telah dimasaknya, cumi sambel, dan ikan bawal semur. Aston pasti akan lahap memakan masakannya. Tentu saja, Gina sudah bisa menebak dan memperkirakan bagaimana raut wajah pria yang begitu dicintainya.
Setelah menyiapkan rantang, Gina mulai menaruh soup dengan sangat hati- hati agar tidak tertumpah juga meninggalkan jejak diseputaran rantang stainless.
Senyuman cantik dari Gina, kini terpancar alami dan menggoda mata setiap orang yang menatapnya. Aston juga sangat menyukai masakan Gina. Tidak sabar rasanya segera menikah dengan pria itu, menjalani rumah tangga yang mereka impikan dan inginkan.
Ia pun segera bergegas menuju kamar mandi, setelah menyiapkan semunya. Membersihkan dapur, juga kompor gas-nya. Ia sudah sangat tidak sabar, makan bersama Aston.
Rambut hitam panjang, tergerai lurus dan masih basah.
Berjalan sambil menyapa para tetangganya dengan lembut, Gina terus berjalan menuju halte bis. Sepanjang angan di dalam bis, Gina memikirkan mau dibawa kemana hubungan mereka yang telah terajut selama 2 tahun lamanya.
Keinginan menikah muda, adalah impiannya dan itu harus bersama Aston.
Fakta satu lagi, Aston anak yang lumayan sebenarnya tapi ia adalah pria yang pemalas untuk bekerja. Aston pengangguran, dan Mama Aston-Fitri tidak menyukai Gina. Wanita paruh baya itu melarang keras hubungan mereka. Kadangkala, Gina merasa tersudut, terkadang pun merasa bahagia.
Gina berjalan menyusuri jalan yang biasa di laluinya, jalan menuju rumah megah Aston. Ia berhenti tepat di depan rumah itu, rumah mewah yang bahkan Gina pun merasa tak pantas untuk berlindung di dalamnya. Entah karena tante Fitri yang kejam atau menurut Fitri ia tidak pantas menjadi istri anak semata wayangnya.
Mengingat keadaan ekonomi mereka yang tidak sepadan.
Gina memberanikan diri menelphone Aston.
Tut—
"Gina?" tanya Aston santai, namun wajahnya tampak melemah.
"As, kau dirumah?"
"Hum—" gumam Aston.
Ada hal mengganjal dan aneh menurut Gina.
"Tante Fitri dirumah?"
"Keluar," jawab Aston cuek.
Lama berdiam, Aston mematikan ponselnya. Gina pun memberanikan diri memasuki rumah. Sepasang sepatu teplek merah maroon.
'Bukankah tadi Aston bilang, kalau tante Fitri sedang tidak dirumah?' desis Gina.
Ingin rasanya kembali kerumah, namun ia merasa penasaran juga bimbang.
Gina memberanikan diri memasuki rumah Aston.
"Ah, pelan- pelan dong Aston! Jangan menusuknya terlalu kuat. Rilex sedikit!" seru seorang wanita.
Gina semakin sesak, bahkan bibirnya mulai keluh. Suara wanita berteriak?
Tepat diruang tamu, Gina melihat Aston sedang berhubungan intim dengan seorang wanita dengan postur cantik, berambut pirang dan memiliki tubuh yang proposional.
Hancur dan perih hati Gina, ia melihat dengan mata kepala secara langsung. Aston yang melihatnya kaget bukan main, namun napas pria itu terembus kasar. Aston memakai kembali celana serta jeans-nya dan menatap Gina dengan tatapan sinis dan merasa tidak bersalah.
"As— Aston?" nada suara Gina bergetar.
Wanita itu memeluk Aston seolah saat ini sedang menggoda milik Gina, mata liar wanita itu semakin menyesakkan hati Gina.
"Kau cantik! tapi sayang, Aston memilihku untuk teman penghangat ranjangnya."
Gina menjatuhkan air matanya, ia menangis tidak kuasa menahan sakit hati juga keingin marahannya. Wanita itu mulai memakai pakaian yang terhempas di lantai, berserakan.
Dengan cepat, Gina menghapus air matanya dan pergi berlalu meninggalkan mereka.
Selamat datang di Novel terbaruku, di GoodNovel. Terimakasih buat yang selalu setia dengan mendukung cerita pertamaku ini. Terimakasih.
Bersambung...
Gina terus berlari keluar rumah, dan mencoba untuk meredam tangisan pecahnya."Gina!" panggil Aston berteriak.Belum sampai di gerbang rumah, Aston sudah menarik keras tangan Gina."Apalagi Aston?""Gin, wanita yang dirumah aku itu cuma wanita panggilan saja," Aston mencoba membela diri."Aston, lalu kau anggap apa aku ini?" tanya Gina serak.Aston menggeram, lalu menatap sinis, "Kau tahu kenapa aku begitu? karena kau tidak memberikan kesucianmu untukku! kau paham!?" tekan Aston."Jadi, selama kita memiliki ikatan kau hanya menginginkan itu saja? kau tidak bisa menilaiku, yang jelas sangat mencintai dan memujamu?"Plakk!!Tamparan keras di pipi Gina, bahkan meninggalkan tanda merah dan panas. Gina semakin sesak dengan perlakuan Aston, bahkan perasaannya pun kini terasa perih.Tamparan keras itu berhasil membuat napas Gina terasa memburu, juga
Aston mencari bunga mawar merah, bunga favorite Gina. Tujuannya, ingin membujuk kekasihnya itu. Aston sudah sangat paham dengan sifat kekasihnya itu. Dengan diberikan bunga mawar saja, ia akan memaafkan Aston.Kembali mencintai dan memaafkan semua kesalahan Aston.Aston sudah menunggu Gina tepat diluar Toko. Menggenggam beberapa tangkai bunga mawar merah yang dibalut susunan bucket. Senyum tampan pria itu telah terpancar, bahkan matanya tak henti menatap dalam Toko.Gina dan Alya telah selesai dari pekerjaan lelah mereka, jam juga sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Gina telah bersiap untuk segera pulang, meski hatinya masih diliputi kesedihan mengingat perlakuan Aston. Gina tampak menyemangati dirinya sendiri meski sebenarnya ia pun mengalami masa sulit.Aston memang tipe pria urakan.Mereka berdua keluar dari Toko, Alya tetap menyemangati dengan senyuman. Sesekali membahas suatu hal ter
Semenjak percintaannya dengan Aston, ia semakin memantapkan hatinya hanya untuk Aston seorang. Hari-hari Gina begitu berwarna semenjak ia menyerahkan kesuciannya dengan Aston, pria itu semakin perhatian.Tidak sekali itu saja, mereka rutin melakukan hubungan suami istri itu meski mereka belum menikah. Gina menikmati, Aston juga merasakan hal yang sama. Bercinta dengan Gina adalah suatu hal yang menyenangkan, tidak terlebih pada Gina juga.Tidak memerdulikan apapun lagi, ia tetap mengiyakan apapun yang diinginkan Aston. Ia merasakan hatinya semakin berwarna, menggebu-gebu dan selalu merindukan Aston.Pagi sekali ia telah bangun, shift mereka telah ditetapkan pagi hari. Ia membiasakan dirinya untuk bangun pagi sekali agar tidak terlambat sampai Toko Roti. Namun, belum sempat ia melakukan aktivitas mandi ia merasakan gejolak perutnya kian menjadi ia mual dan terasa pusing sekali.Ia pijit keningnya, mualnya sem
"Cepat katakan!" tegas Aston."Kita harus berbicara empat mata, As," balas Gina masih terkatung."Apa begitu penting?" tanya Aston sinis.Gina menarik napas panjang, hatinya seakan terobek sulit mengungkapkan namun harus terpaksa mengatakan kebenaran yang sebenarnya.Aston menarik keras tangan Gina, teman Aston hanya melihat aneh sambil berbisik tidak tertarik. Mereka kini berada disebuah tempat sedikit sepi."Aston, kau menarik tanganku keras!" tukas Gina merasa pergelangan tangannya sakit.Aston melepaskan cengkraman erat tangannya, ia tampak menggertakan gigi dengan geram menatap Gina seakan ia adalah tumbal sasaran empuknya yang siap dimakan."Cepat, katakan!"Gina berusaha untuk tetap kuat, ia tidak bisa menutupi jika dirinya begitu kalut bahkan tidak tahu harus berbuat apalagi sekarang."Aku, hamil."
Pernikahan digelar.Apakah pernikahan itu membuat ia merasa bahagia juga bangga? tentu saja ia merasa banyak tanda tanya. Salah satunya, dari menyewa kebaya pengantin padahal mereka keluarga terpandang namun kembali lagi Gina harus menelan rasa pahit itu.Ia tidak membangkang, ia terima dengan lapang hati.Impiannya sejak dulu bersama Aston kini terkabulkan, dalam kenyataan menyakitkan juga keadaan yang penuh luka. Ketika ia berharap Aston akan melindungi atau sekadar memberikan ia kebahagiaan malah tangisan dan rasa perih ia dapatkan.Pernikahan tanpa resepsi, hanya pernikahan sekadar berlangsung dirmahu namun membuat ia setidaknya mendapat status.Alya memilih tidak menghadiri, ia sejak awal sudah mengatakan tidak akan pernah setuju atas pernikahan mereka. Menolak keras Aston juga menentang pernikahan mereka namun Gina tetap kekeh mempertahankannya.Hati Gina?
Bandara Soekarno-Hatta, pesawat kelas bisnis telah mendarat dengan sempurna.Sosok tangan kekar, guratan halus di area tangan terlihat jelas. Ia menundukan kepalanya dengan elegan menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan. Bibir memerah tanda tidak mengisap rokok terlihat jelas.Penampilan begitu memesona dan yang lebih tepat, ia sangat tampan maksimal sehingga seisi pesawat tidak menghentikan pandangan dari pria tinggi, rahang tegas menunjukan kekuasaan sebagai pria terhormat dan mapan.Tatapan begitu memukau, siapa yang tidak langsung terpesona? apalagi jika sudah melihat manik matanya yang mencolok berwarna biru.Ya, pria tampan itu ialah Revan Alexander Djayaningrat, memiliki tinggi 180 cm, rambut sedikit keemasan membuat ia semakin terlihat sexy.Revan berusia 30 tahun, meski idak lagi dikatakan muda namun wajahnya awet bak formalin dan digilai semua wanita termasuk nega
Revan tak henti menatap kecantikan Vero sepanjang mereka berjalan menuju Toko Roti, Vero bercerita panjang lebar pada Revan."Konsep apa untuk pertunangan kita nanti?" tanya Vero sumringah."Sederhana saja," jawab Revan."Baiklah, aku memiliki langganan tempat kue. Kita akan kesana, lalu ke butik untuk pakaian yang akan aku kenakan.""Baiklah, sesuai yang kamu mau saja sayang ...," balas Revan.Vero tersenyum dan bersikap manja, Revan pun menyetir dengan kecepatan standartd.Akhirnya mereka sampai tepat di depan Toko Roti tersebut. Vero menatap dengan mata binar, bangga ia akan memesan kue ditempat langganannya apalagi sudah cukup lama tidak kemari sehingga ia merindukan kedua wanita yang sudah menjadi temannya."Nah, itu dia."Revan mengangguk, "Baiklah, kamu lebih dulu masuk. Aku akan memarkirkan mobil," perintah Revan lembut.
Malam pun menyambut, malam gelap itu membuat Gina semakin menggelap. Ia menunggu sang suami dengan perasaan hitam. Ia sudah tahu jika Aston tidak akan pernah mau datang menemuinya, ia saja yang terlalu percaya diri besar untuk berharap Aston-mencintainya.Aston pria keras, sampai kapanpun ia tidak akan mau meluluhkan hatinya termasuk menjemout atau sekadar memberikan perhatian lebih pada Gina."Menunggu Aston?" tanya Alya tidak berselera, sambil memasang jacketnya bergegas pulang."Iya, Al ... aku menunggu Aston menjemputku.""Dia bilang mau jemput kamu?"Tumben."Nggak, aku hanya berharap dia datang menjemputku. Itu saja," jawab Gina sekenanya."Gina?!" panggil seorang pria dibelakang mereka.Gina dan Alya kompak melirik, setelah melihat sosok siapa yang datang Alya membuang wajahnya. Sampai kapanpun, ia tidak akan menyukai semua sifat Aston, ia me