Revan menggertakkan gigi, masih di lokasi tempat Gina dan Aston tengah berbincang seolah tidak menyadari kehadirannya. Tidak akan tinggal diam, padahal tadi dia sudah sangat gempar ingin membuat Gina mempercayai dan membawa wanita ia cintai tersebut jauh dari jangkauan orang.
Baiklah, kalau memang Gina dan Aston menginginkan persaingan di mulai dengan senang hati Revan menerima dan sangat siap untuk menyerang secara halus. Segala perbuatan merebut tidak harus terangan terlihat.Hati-hati tapi mematikan.Bila perlu mematikan secara perlahan hingga ke jantung. Ia mengalah malam ini, tapi tidak dengan hari berikutnya. Akan ia balas, Revan pun menghidupkan mesin mobil dan memundurkan perlahan.Dencitan demi dencitan terdengar nyaring, ia sedikit kasar sambil membunyikkan gas-rem beberapa kali memberitahu kalau ia siap menyerang.Ia pergi meninggalkan lokasi, menjauh dari Gina beberapa saat. Gina tau, mobil yang baru saja pergi tersebut milikVero yang merasa hidupnya hancur berkeping tak berhenti menangis pilu, tadi itu? Ia merasa kebahagiaan itu hanya miliknya sejenak tidak selamanya. Beginikah hasil ketika mengetahui sang tunangan tak lagi mencintai sepenuh hati?Tidak bisa ia bayangkan jika ia dan Revan harus berpisah.Baru kemarin mereka bahagia, bertunangan dan kini pria berstatus tunangannya harus merenggang menyakitkan. Tanpa ia sadari, sang ibu menyadari kesedihan Vero yang tampak menutupi kalau hati sedang kalut.Sebagai ibu yang paham tentang keadaan Vero, ia berdiri di ambang pintu dan menyaksikan bagaimana Vero menahan sedih tapi ingin mencuatkan semua. Ia mencoba membaur, tersenyum kecil."Begadang sayang?" Anita memasuki kamar."Eh, Mama--" Vero langsung mengusap air mata secepat mungkin.Mencatut wajah sang putri dari cermin, ia mengusap punggug Vero. Ia yakin, melalui sentuhan ini ia sedang memberi koneksi Vero agar mengatakan tentang isi hati sebenar
Pagi ini Revan menikmati sarapan pagi, tapi setelah berpikiran semalaman kalau Gina bersentuhan lagi dengan Aston-suaminya. Jujur, ia marah dan tidak rela demi apa pun membiarkan Gina berpaling darinya.Ia sudah menekankan di hati, Gina akan tetap menjadi milik Revan utuh. Tidak akan membiarkan kesakitan dihati wanita yang begitu ia cintai tersebut.Bayang-bayang percintaan panas mneyeruak dalam pikiran Revan, sentuhan yang ia berikan membuat Gina ikhlas lahir batin bahkan tidak ada kata menyesal atau mara ia ungkapkan entah karena menikmati atau sentuhan seperti inilah yang ia inginkan sesungguhnya.Revan sudah berjanji pada hati kecil, kalau Gina akan tetap menjadi wanita terbahagia. Ia sudah bertekat untuk menjalani perlahan hingga waktu tiba membawa Gina sejauh-jauhnya dari Aston. Pria iu sudah menyiakan Gina yang seharusnya ia hujani dengan penuh cinta."Ehem-- pikirin apaan? Bengong begitu, kosong pandangan." Alline nyeletuk.Revan
Di perusahaan cabang di Indonesia, Revan tengah mengetuk pena di meja kerja dengan terletak jelas cetakan jabatan CEO perusahaan yang ia geluti sejak lama. Menunduk memikirkan suatu hal. Ya, masa waktu Revan di negara ini akan segera berakhir. Tidak terasa sebentar lagi, ia akan kembali ke New York tapi kali ini tidak pulang sendiri atau bersama Vero tapi bersama dengan Gina. Wanita berbeda dari yang ia nyatakan di hati kecil dahulu.Setelah menjalani beberapa meeting, Revan memilih kembali ke rumah. Ingin bertemu Gina, masih belum menemukan waktu yang tepat.Sembari menyetiir, Revan memikirkan bagaimana perkataan yang pantas ia katakan nanti pada Vero. Sesampai di rumah, ia menuju pantry meneguk beberapa tegukan air putih dan menetralkan pikiran berkecamuk. Ia meletak kasar gelas tersebut, ia meremat rambut sehingga teracak serta kegelisahan mulai menyerang perlahan."Tumben siangan begini sudah pulang kamu," ucap Alline mengagetkan Revan.Revan menoleh sejenak wajah Alline yang mas
Gina Syakilla, itu namanya. Tentu saja nama yang sangat indah dan terasa sejuk ketika diucapkan. Bahkan seindah matanya yang berwarna cokelat terang, Gina berusia 20 tahun.Masih muda, energik, kelembutan hati yang luar biasa.Wanita itu terbiasa dipanggil dengan Sebutan 'Gin' atau 'Gina'.Ah, parasnya yang sangat cantik mampu membuat pria manapun terpelongo bahkan ter-kaku untuk beberapa detik melihat kecantikan alaminya. Memiliki watak penuh kelembutan pun yang alami juga.Tinggi yang pas untuk ukuran tubuhnya, 160cm.Ada hal yang lebih penting sebenarnya, Gina telah memiliki kekasih bernama Aston Nugraha. Pria dengan karakter yang urakan, berantakan, usia yang terpaut jauh lebih tua 2 tahun dari Gina. Memiliki warna mata hitam pekat, tinggi Aston sekitar 175cm. Untuk jenis tipe pria sepertinya cukup pas memang.Wajah yang baby face, meski memiliki tatapan mata selalu terlihat sinis dan tajam. Aston banyak diminati para wanita single, suda
Gina terus berlari keluar rumah, dan mencoba untuk meredam tangisan pecahnya."Gina!" panggil Aston berteriak.Belum sampai di gerbang rumah, Aston sudah menarik keras tangan Gina."Apalagi Aston?""Gin, wanita yang dirumah aku itu cuma wanita panggilan saja," Aston mencoba membela diri."Aston, lalu kau anggap apa aku ini?" tanya Gina serak.Aston menggeram, lalu menatap sinis, "Kau tahu kenapa aku begitu? karena kau tidak memberikan kesucianmu untukku! kau paham!?" tekan Aston."Jadi, selama kita memiliki ikatan kau hanya menginginkan itu saja? kau tidak bisa menilaiku, yang jelas sangat mencintai dan memujamu?"Plakk!!Tamparan keras di pipi Gina, bahkan meninggalkan tanda merah dan panas. Gina semakin sesak dengan perlakuan Aston, bahkan perasaannya pun kini terasa perih.Tamparan keras itu berhasil membuat napas Gina terasa memburu, juga
Aston mencari bunga mawar merah, bunga favorite Gina. Tujuannya, ingin membujuk kekasihnya itu. Aston sudah sangat paham dengan sifat kekasihnya itu. Dengan diberikan bunga mawar saja, ia akan memaafkan Aston.Kembali mencintai dan memaafkan semua kesalahan Aston.Aston sudah menunggu Gina tepat diluar Toko. Menggenggam beberapa tangkai bunga mawar merah yang dibalut susunan bucket. Senyum tampan pria itu telah terpancar, bahkan matanya tak henti menatap dalam Toko.Gina dan Alya telah selesai dari pekerjaan lelah mereka, jam juga sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Gina telah bersiap untuk segera pulang, meski hatinya masih diliputi kesedihan mengingat perlakuan Aston. Gina tampak menyemangati dirinya sendiri meski sebenarnya ia pun mengalami masa sulit.Aston memang tipe pria urakan.Mereka berdua keluar dari Toko, Alya tetap menyemangati dengan senyuman. Sesekali membahas suatu hal ter
Semenjak percintaannya dengan Aston, ia semakin memantapkan hatinya hanya untuk Aston seorang. Hari-hari Gina begitu berwarna semenjak ia menyerahkan kesuciannya dengan Aston, pria itu semakin perhatian.Tidak sekali itu saja, mereka rutin melakukan hubungan suami istri itu meski mereka belum menikah. Gina menikmati, Aston juga merasakan hal yang sama. Bercinta dengan Gina adalah suatu hal yang menyenangkan, tidak terlebih pada Gina juga.Tidak memerdulikan apapun lagi, ia tetap mengiyakan apapun yang diinginkan Aston. Ia merasakan hatinya semakin berwarna, menggebu-gebu dan selalu merindukan Aston.Pagi sekali ia telah bangun, shift mereka telah ditetapkan pagi hari. Ia membiasakan dirinya untuk bangun pagi sekali agar tidak terlambat sampai Toko Roti. Namun, belum sempat ia melakukan aktivitas mandi ia merasakan gejolak perutnya kian menjadi ia mual dan terasa pusing sekali.Ia pijit keningnya, mualnya sem
"Cepat katakan!" tegas Aston."Kita harus berbicara empat mata, As," balas Gina masih terkatung."Apa begitu penting?" tanya Aston sinis.Gina menarik napas panjang, hatinya seakan terobek sulit mengungkapkan namun harus terpaksa mengatakan kebenaran yang sebenarnya.Aston menarik keras tangan Gina, teman Aston hanya melihat aneh sambil berbisik tidak tertarik. Mereka kini berada disebuah tempat sedikit sepi."Aston, kau menarik tanganku keras!" tukas Gina merasa pergelangan tangannya sakit.Aston melepaskan cengkraman erat tangannya, ia tampak menggertakan gigi dengan geram menatap Gina seakan ia adalah tumbal sasaran empuknya yang siap dimakan."Cepat, katakan!"Gina berusaha untuk tetap kuat, ia tidak bisa menutupi jika dirinya begitu kalut bahkan tidak tahu harus berbuat apalagi sekarang."Aku, hamil."