Share

Bab 2. Bekas Gambar Tangan

Gina terus berlari keluar rumah, dan mencoba untuk meredam tangisan pecahnya.

"Gina!" panggil Aston berteriak.

Belum sampai di gerbang rumah, Aston sudah menarik keras tangan Gina.

"Apalagi Aston?"

"Gin, wanita yang dirumah aku itu cuma wanita panggilan saja," Aston mencoba membela diri.

"Aston, lalu kau anggap apa aku ini?" tanya Gina serak.

Aston menggeram, lalu menatap sinis, "Kau tahu kenapa aku begitu? karena kau tidak memberikan kesucianmu untukku! kau paham!?" tekan Aston.

"Jadi, selama kita memiliki ikatan kau hanya menginginkan itu saja? kau tidak bisa menilaiku, yang jelas sangat mencintai dan memujamu?"

Plakk!!

Tamparan keras di pipi Gina, bahkan meninggalkan tanda merah dan panas. Gina semakin sesak dengan perlakuan Aston, bahkan perasaannya pun kini terasa perih.

Tamparan keras itu berhasil membuat napas Gina terasa memburu, juga perih.

"Kenapa kau malah selalu menamparku As?"

Plak!!

Aston menampar lagi.

Deraian air mata Gina menetes lagi.

"Kalau aku katakan kau menurut, ya harus menurut sama aku! Jangan banyak menuntut aku harus seperti yang kau minta. Kau paham?!" bentak Aston.

"Aston, kau selalu ingin dipahami lalu aku?" tanya Gina parau.

"Kau!!!" Aston menoyor kepala Gina.

Gina mengepalkan tangannya, lalu menatap Aston lantang.

"Aku akan pergi bekerja, Ini rantang buat makan siangmu," Gina menyerahkan rantang itu ke tangan Aston, lalu pergi mempercepat langkahnya.

"Ginaaa!!!" teriak Aston terus memanggil.

Gina tidak perduli, meski ia ingin sekali berhenti.

Sepanjang perjalanan menuju toko Roti, Gina mencoba menghentikan tangisannya. Berusaha membuat keadaannya sebaik mungkin, karena ia akan bekerja, dan lagi kalau teman satu kerjanya, Alya tahu kalau ia mendapat kekerasan lagi bisa gawat.

Gina segera mengganti pakaiannya dengan pakaian dinas toko roti berwarna cokelat tua. Menatap wajah di kaca yang tersedia di Toko Roti. Mencoba menguatkan hatinya yang hampir setiap hari sakit dan sedih.

"Gina, kau tumben cepat hari ini. Tidak seperti biasanya," sapa Alya tersenyum sembari menyusun Roti di steeling.

"Iya, Al—" jawab Gina serak.

Alya menyelidik, Lalu mendekati posisi Gina yang tengah menyusun Roti baru masuk. Alya hanya ingin memperjelas apa yang terjadi di pipi Gina, tampak membekas dan memerah. Ia sudah menduga, seperti biasa mendapat kekerasan lagi.

Pria keparat itu memang tidak akan berhenti menyakiti Gina terus menerus.

"Pipimu kenapa?"

Gina merasa tersudut, napasnya mulai tercekat.

"Kalian bertengkar lagi?" tanya Alya menatap lekat.

Gina menggeleng, mencoba menepis. Meski ia tidak bisa membohongi hatinya yang tersentak. Lalu menatap Alya, menyentuh pipinya.

Gina menarik napas panjang, kemudian memberikan seulas senyuman kecil terindahnya.

"Hanya sedikit bertengkar," balas Gina.

"Gin, kau hampir setiap harinya mendapat kekerasan."

Gina masih bertahan agar tidak menangis.

"Hampir setiap hari juga kalian itu selalu bertengkar, kau harus memikirkan tubuhmu. Kau tahu'kan punya hanya pipimu saja yang lebam. Tapi sekujur tubuhmu terkadang membiru dan lebam," ungkap Alya merasa gemas.

Alya tahu semua tentang asmara Gina dan Aston.

Gina menghela napas sesaknya, lalu ia memeluk Alya seerat mungkin. Hatinya terluka, hancur dan frustasi. Alya pun ikut merasa sedih, ia sudah berulang kali untuk mengingatkan Gina agar segera melepaskan Aston. Entah apa yang dilihat dari pria berandalan itu.

"Sudahlah, kau tidak perlu menangis. Tidak guna, hanya akan menghabiskan energimu," Alya mengelus lembut rambut Gina.

"Aku buatkan teh dahulu denganmu, kau tenangkan pikiranmu. Tolong, jangan menangis lagi. Toko Roti akan segera buka. Tidak enak dilihat pelanggan kalau kau masih menangis tersedu."

Mereka melepaskan pelukan, lalu Alya menuju belakang membuatkan teh untuk memenangkan Gina.

Seperginya Alya, tak henti Gina membayangkan perbuatan bejat Aston tadi, tega sekali ia berhubungan intim dengan wanita lain? Meski begitu, Gina masih tetap mencintai Aston. Bahkan ia tidak perduli dengan semua kejahatan serta perilaku kasar kekasihnya itu.

"Ini Minumlah, kau harus bersemangat. Jangan memikirkan pertengkaran kalian dahulu. Dia tidak penting! pikirkan pekerjaanmu," ujar Alya.

Gina mengangguk, menstabilkan keadaannya sambil menyeruput teh buatan Alya.

"Apa yang terjadi?"

"Tidak ada, Alya. Hanya sedikit pertengkaran saja."

Alya diam sesaat.

Mereka terhenyak untuk beberapa saat kemudian.

"Al, kalau suatu saat nanti aku menikah dengan Aston, kau setuju tidak?" tanya Gina pelan dan takut.

Alya mengernyitkan dahinya, merasa ia tidak tertarik. Pandangannya pun tampak lain, karena apapun terkait tentang Aston ia tidak akan pernah setuju meskipun tidak begitu menunjukkannya.

"Kukatakan padamu, Gin— Sampai kapanpun, Aston itu tidak akan pernah berubah. Kau saja yang terlalu mencintainya, Aku tanya apa yang bisa dibanggakan dari dia? Bekerja? tidak. Mapan? Tidak, itu harta Ibu killer-nya itu. Kau juga tahukan dia hanya berlindung dibawah naungan Ibunya saja. Kau tentu tahukan?" tanya Alya sedikit tersulut emosi.

"Al, hanya Aston yang bisa menerimaku sukarela tanpa memikirkan bagaimana masa depanku yang menyakitkan," balas Gina lagi sambil membayangkan kebersamaan mereka yang telah terlewati.

"Bukan dia saja. Hanya saja kau yang tidak membuka hatimu untuk pria lain! Coba kalau kau membuka pintu hatimu."

Gina diam sejenak.

"Dia bermain dengan wanita panggilan Al," akui Gina akhirnya, bernada lirih.

Alya tampak menggeleng. "Aston bermain dengan wanita lain saja, kau tetap setia dan malah memaafkannya?!" ungkap Alya menggeram.

Emosi Alya menggebu.

"Al, bukan seperti itu, tapi aku memang mencintainya, hanya dia yang aku punya," ucap Gina memperjelas lagi.

"Ya, Tuhan. buka mata dan pikiranmu Gina!" tekan Alya.

Gina menahan rasa sedihnya.

"Maafkan aku—" Gina memelas.

"Gin, diluar sana banyak pria yang bisa menerimamu. Bahkan, tidak semua pria yang menginginkan wanita mapan. Kau juga tidak perlu harus menunjukkan betapa menyedihkannya dirimu. Ingat, Gin! Tuhan sudah menentukan jodoh masing- masing."

"Aku tahu— Tapi aku—" Gina terbata-bata.

Alya mengerdikkan bahunya, "Terserah kau saja Gina, aku tidak bisa melakukan apapun. Aku hanya memberikanmu pengertian dan kalau kau tidak bisa menerimanya," Alya melebarkan tangannya merasa tidak tahu harus mengatakan apa.

"Oke, baiklah lebih baik kita mulai bekerja. Toko akan aku buka dahulu, jangan membawa masalahmu di Toko. Layani pelanggan dengan baik, dan tunjukkan senyum cantikmu seperti biasa," ucap Alya, lalu pergi melanjutkan pekerjaan untuk menyusun roti.

Gina menstabilkan hatinya dan memberikan senyum. Melupakan sejenak segala perkaranya.

Toko Roti khas kota Bandung itu telah terbuka, Gina sudah cukup siap untuk semuanya. Mereka pun kembali melayani para pelanggan Toko roti seperti biasanya. Menunjukkan ke-profersional layaknya sebagai karyawan.

Gina yakin, Aston akan meminta maaf dan berubah.

Hai kak, semoga kalian suka dengan cerita tersayatku yang satu ini ya...

Berikan komentar terbaik kalian, juga hadiah dan Vote sebanyaknya, terimakasih kakak semuanya.

Bersambung...

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Veri Angga
uuuuuuuiiii
goodnovel comment avatar
Widya Alice
Bodoh… blm nikah udh main tanggan… udh nikah habis lu jd samsaknya… manusia kok bodoh bgt
goodnovel comment avatar
Nietha
is ogeb nya GINA,, ntah lah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status