Share

Mulai Memahami

Tak terasa sudah satu bulan Ezhar bekerja di sana, niat awalnya tak lagi di pikirkannya. Otaknya malah memikirkan nasib sang majikan. Seperti biasa Maira pulang dalam keadaan mabuk, dan seperti bias Ezhar menggendongnya ke kamar. Mbok Rati menutup pintu kamar Maira dengan pelan. Ia lalu berlalu menuju dapur, tetapi ia melihat Ezhar sedang duduk di meja makan. Mbok Rati pun menghampiri supir baru itu, ia menarik kursi di sebelah Ezhar dan duduk di sana.

"Sudah di ganti mbok, pakaian nyonya?" tanya Ezhar saat wanita paruh baya itu duduk di sampingnya.

"Sudah, oh ... ya, kamu tadi bertanya tentang nyonya kan?" mbok Rati balik bertanya.

Ezhar membalikan posisi duduknya menghadap mbok Rati. Ia sangat penasaran dengan apa yang membuat majikannya itu memiliki kebiasaan yang buruk. Mbok Rati menghela nafas panjang, matanya berkaca-kaca saat mengingat semua penderitaan Maira. Ia ingin suatu saat majikan yang sudah dianggapnya seperti putrinya itu, akan terlepas dari semua penderitaan yang selalu membelenggunya.

"Dulu ... Tuan Dion sangat mencintainya, dia tidak mempermasalahkan status sosial nyonya. Namun, semuanya berubah setelah mereka menikah." Mbok Rati mengusap air matanya yang memaksa keluar. "Nyonya tak pernah mau berbagi masalahnya dengan siapapun, ia selalu menyimpan rasa sakitnya, agar tak ada orang yang tahu akan kebenaran dalam rumah tangganya."

"Apa yang terjadi, mbok?" tanya Ezhar yang semakin penasaran.

"Malam itu, di hari dimana Tuan menikahi istri keduanya. Nyonya menipu semua orang dengan senyumnya, tapi tidak dengan saya. Meski bibirnya bungkam, tetapi, saya tahu jika ada sesuatu yang tidak beres."

Ezhar terdiam saat mendengar penjelsan mbok Rati. Entah mengapa hatinya ikut sakit mendengarnya. "Lalu ... dari mana mbok tahu alasan yang sebenarnya?"

"Mbok tidak sengaja melihat nyonya sedang menangis di kamarnya. Dan mbok memberanikan diri bertanya kenapa dia menangis. Mungkin ia sudah tak mampu lagi menahan beban yang di pikulnya, nyonya menceritakan semuanya."

"Apa alasan Tuan menikah lagi?" lagi-lagi Ezhar bertanya.

"Satu bulan sebelum pernikahan, dia bertemu dengan mantan kekasihnya. Dan sejak saat itu mereka menjalin hubungan di belakang nyonya. Dengan lidahnya yang tajam selingkuhan Tuan membuat nyonya di benci Tuan. Dan demi keluarganya nyonya mau menandatangani surat pernyataan bahwa ia mengijinkan Tuan menikah lagi," mbok Rati tak kuasa menahan tangisnya.

Ezhar terdiam sesaat mendengar penuturan mbok Rati. Hatinya pun ikut terenyuh mengetahui kebenaran tentang majikannya itu. Ia tak bisa membayangkan betapa menderitanya wanita itu. Demi keluarga ia menerima perlakuan yang tidak baik dari suaminya.

"Kita harus menolong nyonya, mbok," ucap Ezhar lirih.

"Bagaiamana caranya, den?"

"Aku akan atur semua. Mbok harus memberitahukan semua ini pada keluarga nyonya, dan tentang masalah ekonomi keluarganya aku akan meminta bantuan mantan bosku," jelas Ezhar penuh keyakinan.

"Apa kamu yakin, cara ini bisa mengeluarkan nyonya dari penderitaannya? Kamu hanyalah seorang supir, dan saya hanyalah pembantu. Jadi ... bagaimana kita bisa membantu," mbok Rati nampak tak yakin dengan ide Ezhar.

Ezhar memutar otak, untuk menyakinkan mbok Rati. Ia tak mungkin memberitahu siapa dia sebenanya. Ia bangkit dari duduknya, mencoba mencari kata-kata yang bisa membuat mbok Rati mengikuti rencananya. Ezhar tersenyum saat otaknya bisa menemukan kata-kata yang ia pikir bisa membuat wanita paruh baya itu mau bekerjasama dengannya.

"Mbok, mau ya? Kalau bukan kita siapa lagi?" Ezhar berdoa agar mbok Rati mau membantu rencananya.

"Baiklah ... asal semua ini bisa membebaskan nyonya."

Ezhar melebarkan senyumnya, karena semua rencana yang ia buat tinggal menunngu dilaksanakn saja. Ezhar lalu berlalu menuju kamar, dengan segera ia menghubungi orang-orangnya.

"Laksanakan semua!" perintahnya pada orang di seberang sana.

πŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹

Pagi ini mbok Rati dan Ezhar mendatangike kediaman keluarga Maira. Ezhar berbohong pada sang nyonya agar bisa pergi, tanpa rasa curiga sedikitpun Maira memberi ijin pda supirnya itu.

"Nak, itu tempatnya," beritahu mbok Rati pada Ezha, saat sampai di depan gang rumah Maira.

Ezhar pun menghentikan laju kendarannya. Mbok Ratibdan Ezhar turun dari mobil. Mereka terlihat memasuki sebuah gang sempit untuk menuju rumah keluarga Maira. Sesampainya di sana mbok Rati mengetuk pintu rumah yang tak begitu besar.

"Asalamualikum."

"Walaikum salam, mbok Rati ... silahkan masuk mbok!" seorang wanita dengan balutan pakaian yang sederhana membukakan pintu untuk mereka. Dengan sopan ia mempersilahkan mereka masuk.

"Silahkan duduk!" wanita yang tak lain adalah Ibu Maira memersilshkan mereka duduk di sebuah kursi.

"Ada apa mbok, apakan Maira baik-baik saja?" tanya Ibu Maira cemas.

"Bu, kedatangan saya kemari ingin memberitahu semua yang di alami nyonya Maira," terang mbok Rati.

Dengan sangat hati-hati mbok Rati menceritan semuanya. Ibu Maira hanya termenung mendengar kenyataan yang di alami putrinya. Tak terasa sebulir air menerobos dari ujung matanya. Hatinya tetasa teriris membayangkan betapa menderitnya Maira.

"Kenapa kamu melakukan ini, nak," ucap Ibu Maira yang tak kuas menahan tangisnya.

"Bu ... tenanglah, sekarang kita harus memberikan nyonya kekuatan, agar bisa melawan suaminya yang tak mempunyai hati itu. Yakinkan dia, jika Anda sekeluarga bisa hidup tanpa uang lelaki brengsek itu! Dan tentang masalah keuangan Anda. Saya akan membantu dengan bantuan mantan bos saya," jelas Ezhar.

"Pasti, tapi ... bagaiaman cara mantan bosmu membantu kami, nak?" tanya Ibu Maira penasaran.

"Bukankah Ibu mempunyai usaha? Dengan usaha itu,Ibu bisa memulai hidup tanpa bantuan dia. Dan nyonya Maira bisa terbebas dari tekanan Tuan Dion," jelas Ezhar kembali.

"Baiklah ... ."

Ezhar san mbok Rati pun pamit. Hati Ezhar terasa lega, bisa membantu Maira.

πŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹

Malam ini Maira memilih berdiam diri di rumah, ia mendengar kabar dari asisten suaminya jika malam ini Dion akan ke rumahnya. Maira memoles wajah cantiknya dengan make up sederhana, tetapi menambah kecantikannya. Maira tersenyum melihat penampilannya di cermin. Ia sangat berharap malam ini sang suami menginap bersamanya. Maira berlari menujunruabg tamu, ketika mendengar suara mesin mobil Dion. Rasa bahagianya saat ini tak bisa ua ungkapkan. Hampir tiga tahun sang suami tak hidup serumah dengannya, Dion hanya menafkahi Maira dengan materi saja. Sedangkah nafkah batin tak lagi ia berikan, itulah alasan Maira tak pernah absen dari klub malam. Baginya minuman itu membuat hatinya sedikit tenang, melupakan beban yang ia pikul. Meski saat ia terbangun semua masih sama.

Dion memasuki rumah dengan sambutan senyum manis sang istri. Namun, itu semua tak membuat Dion luluh, cinta yang ia miliki sudah terkuras habis untuk selingkuhan yang kini menjadi istri keduanya. Bagaimabaun penampilan Maira tak lagi bisa membuatnya tergoda. Malam ini ia karena ada pekerjaan di dekat sana. Dion berlalu melewati Maira yang sudah menanyinya sedari tadi. Maira hanya tersenyum kecut melihat perlakuan Dion. Namun, tak ada kata memyerah bagi wanita itu, ia melenggang masuk ke kamar mereka. Di lihatnya sang suami yang sedang melepas jas dan kemeja dari tubuhnya, tubuhnya seperti tersengat aliran listrik saat melihat pandangan yang sudah lama ia rindukan. Maira melangkah mendekati sang suami. Ia membelai lembut punggung Dion, menyalurkan rasa rindunya melalui sentuhan itu.

Di lihatnya sang suami masih diam, ia pun melngkah lebih dekat lagi. Maira memeluk tubuh kekar Dion dari belakang sambil memejamkan matanya. Rasanya sangat luar biasa bagi wanita yang memang merindukan belaian dari suaminya itu. Dion masih diam, Maira semakin bahagia karena tak ada penolakan dari suaminya. Ia semakin bersemangat untuk menggoda Dion, ia berjalan ke depan menghadap wajah tampan yang selalu mengisi hatinya. Bibirnya tak berhenti mengumbar senyumnya. Perlahan ia mendekatkan wajahya merasakan deru nafas sang suami, ia memandangi bibir manis yang menjadi candunya. Maira mengecup lembut bibir itu, dan masih tak ada penolakan dari Dion. Ia berpikir jika ini adalah lampu hijau untuknya.

Namun, semua tak sesuai dengan harapan Maira. Dion tiba-tiba melepas ciuman istrinya, ia juga mendorong tubuh Maira sampai menyentuh tembok.

"Dasar jalang! Aku sudah bilang, jangan menyentuhku jika aku tak menginginkannya!" bentak Dion.

"Apa salahku! Aku masih istri sahmu, Mas!" ujar Maira dengan isak tangis.

Bersambung...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Waty Rosilawaty
Mairah klau kamu tdk di inginkan lg minta cerai saja, kan dunia tdk selebar daun kelor, jangan mengemis cinta, masih banyak laki2 yg bujang mengharapkanmu apalagi kamu cantik, lepas saja, sekali lg jangan ngemis punya harga diri sedikitlah walau itu hanya seringgit
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status