“Nic?”
Buncahan rindu Nic tidak terelakkan lagi bersitatap dengan manik coklat yang memandangnya terkesiap. Sebelum rentetan pertanyaan menginterupsi kerinduannya. Nic memagut lebih dulu bibir yang sudah menjadi candunya.
Perlahan, bibir yang terasa kaku dalam pagutan Nic, berangsur membalas. Mereka meluapkan hasrat yang seolah tertunda sejak dua minggu lalu.
“Aku sangat merindukanmu, Nolia,” bisik Nic meraih tubuh ramping itu semakin tidak berjarak.
Ia tutup asal pintu apartemen, lalu membawa perempuan cantik itu semakin masuk ke ruang tengah tanpa melepaskan ciuman berhasrat di antara mereka.
Kedua tangan Nic terlepas dari tengkuk dan menangkup sisi paras memesona itu. Ia ganti taruh salah satu tangan di pinggang, lalu tangan satu lagi menyusup di bawah tungkai. Nic membopong perempuan itu tanpa menjaga jarak ciuman sekadar satu senti.
“Apa ini?” bisik manis terdengar menggelitik di telinga Nic.
Ia baru saja menaruh tubuh Nolia di atas pangkuan bersama ciuman yang mulai kehabisan oksigen.
Nic tersenyum tanpa rasa bersalah. Jemari rampingnya mengusap permukaan bibir ranum yang mulai membengkak. “Ciuman penuh kerinduan,” balasnya tanpa ragu, lalu mendapati kedua pipi di hadapannya bersemu.
“Kamu sangat gila. Ciuman tadi seolah dilakukan tanpa ada kesempatan untuk besok hari lagi atau dipertemuan selanjutnya.” balasan sedikit sinis, membuat Nic tergelak.
“Dua minggu kita tidak bertemu, Sayang. Bahkan, aku harus menuruti permintaanmu agar tidak mendatangi Los Angeles. Jadi, aku berusaha meredam rindu lewat perjalanan laut di Singapura.”
Kerlingan penuh tanya diiringi dengan kekehan kecil. “Berusahalah untuk menikmati hidupmu,” cetusnya mengandung makna tersirat dan Nic tahu akan hal tersebut.
Pelukan hangat berubah lebih posesif. Nic menuntun kekasih hatinya agar duduk saling berhadapan. “Aku sedang berusaha melakukannya,” balas pria itu tanpa raut bersalah.
“Tanpaku?”
“Harus denganmu,” jawabnya tegas, memperbaiki kalimat rancu perempuan tersebut.
Bibir ranum perempuan berusia tiga puluh tiga tahun itu hendak terbuka. Tapi segera dibungkam Nic dan menjatuhkan tubuh ramping di sofa. “Aku merindukan seluruh yang ada di dirimu,” bisik Nic menghidu aroma memabukkan dari perpotongan leher jenjang Nolia.
“Jangan pergi lagi,” pinta Nic memberikan kecupan manis di permukaan paras cantik seorang Magnolia Cage.
“Anakku sangat membutuhkanku, Tuan Nicholas Isaac,” balasnya seraya mengusap rahang tegas Nic.
Nic memperlihatkan raut tidak terima, meskipun ia mencari jemari Nolia, mengecup bergantian. “Menikahlah denganku agar kita bisa bersama. Tentu anakmu akan mendapatkan kasih sayang seorang Ayah terdaftar. Aku tidak harus berpura-pura menjadi Ayahnya, sedangkan tidak ada pernikahan di antara kita,” jelasnya mendengkus pelan, mengubah air muka menjadi lebih malas dengan mengeluarkan isi hatinya.
Perempuan di bawah Nic tertawa kecil. Hanya sekilas, lalu menjalankan jemari lentiknya di dada bidang berbalut kemeja pria yang satu tahun lebih tua darinya. “Itu sebabnya kamu harus segera menikah.”
“Ya, menikah denganmu,” tekan Nic dengan gemas menggigit bibir bawah Nolia, membuat perempuan itu memekik dengan kekesalan kecil.
Nic tergelak dan merengkuh tubuh hangat itu untuk mengikis kerinduannya. “Perjuanganku masih kurang?” bisiknya memastikan sebuah jawaban.
Elusan di punggung Nic membuat pria itu mengeratkan pelukan. “Kamu sudah berkorban sangat banyak, Nic.”
“Aku berada di kota ini untuk menemuimu, merindukanmu seperti biasanya,” ucap Nolia merapikan helaian rambut coklat Nic.
Manik keduanya bersitatap dan seulas senyum manis Nolia yang jarang terlihat, tetap mampu menghangatkan relung hati Nic. “Ternyata kamu datang berkali lipat lebih cepat dari yang dijanjikan.”
Nic menarik lebar kedua sudut bibir. “Aku memangkas waktu dari empat puluh lima menit perjalanan, menjadi sekitar dua puluh menit,” jelasnya tampak bangga, meskipun harus mengerang sakit mendapati cubitan Nolia.
“Bagaimana jika terjadi sesuatu denganmu di jalan yang ugal-ugalan, hm?”
“Tidak masalah. Banyak waktu yang akan kamu luangkan untukku atau sebagai ganti karena rasa bersalahmu, aku bisa menginap lebih lama di LA.” Ia menyeringai puas mendapati raut mencebik Nolia.
Pagutan kembali dimulai oleh Nic yang tidak akan pernah puas hanya beberapa kali. Ia membutuhkan Nolia, menambah energi untuk menyimpan sebaik mungkin. Hampir lima tahun ia harus berpuasa.
“Aku akan membuatkanmu minuman,” cetus Nolia terengah, mengirup lebih banyak oksigen dan berdalih membuatkan tamunya hidangan.
Nic tersenyum geli, lalu membiarkan Nolia berlalu sedikit tergesa. Baru saja jemari tangan Nic bergerilya di tubuh bagian depan Nolia, berhasil membuka dua kancing teratas blus.
“Aku mencintaimu, Magnolia Cage,” bisiknya tidak bisa menutupi debaran jantung.
Ponsel Nic bergetat dan memperlihatkan satu pesan Amarise.
Rishi: Bisakah kamu pulang lebih cepat? Aku bingung harus menjawab apalagi pertanyaan Mamamu yang terus mendesakku menjadi pengantinmu.
Ia memandang sekilas, lalu mengubah pengaturan ponsel menjadi mati. Nic tidak ingin diganggu oleh siapa pun jika sudah bersama pujaan hatinya. “Kamu datang di waktu yang tepat, Rishi,” gumam Nic mendapatkan tameng terbaiknya.
**
“Yeay! Kakakku paling hebat!” kedua tangan Alona bertepuk semangat.Ia begitu berseri, bangga dan takjub dengan sosok pria tinggi bertubuh atletis dalam balutan jas formal baru saja menyampaikan pidato perdananya sebagai CEO baru, resmi menggantikan seorang Nicholas Isaac yang sudah pensiun.Lelaki itu berhasil membimbing putranya sedari masa remaja dan kuliah. Nic menempatkan putra semata wayangnya di posisi menengah, salah satu anak cabang perusahaan agar putra kandungnya bisa mulai mengemban pekerjaan.Dan hasilnya, sungguh luar biasa. River Isaac, mampu melakukan semuanya di usia matangnya, tiga puluh tahun.“Kakakmu semakin tampan saja. Bagaimana cara mendaftar menjadi kekasihnya? Atau jika perlu, beri aku tips ampuh agar bisa menjadi kakak iparmu, Lona.”Alona memutar bola mata dengan pandangan kesal. “Tidak! Sampai kapan pun kamu tetap menjadi sahabatku, bukan kakak ipar perempuanku!” ketusnya membuat Amarise yang mendengar percakapan tertawa kecil.Alona adalah perpaduan menari
“Kamu pikir aku tidak tahu apa yang terjadi selama ini di antara kamu bersama River?”“Bibi-mu ini tahu segalanya, Ivory,” desis wanita itu menyeringai layaknya iblis.“Sikap binalmu, hasrat yang menggebu-gebu kamu salurkan pada pria muda yang dulu lebih memilih mengisi pikirannya dengan banyak pelajaran. Dan sekarang? Kamu mengubah pria itu lebih berani bertindak.”Ruangan sempit itu bergema saat suara tawa mengejek sangat memekakan dan risih di telinga Ivory. Gadis cantik bertubuh semampai itu mengepalkan kedua tangan. Embusan napasnya terkesan memburu seraya mengetatkan rahang.Sekalipun ruangan cukup temaram. Ivory sudah lebih dari cukup untuk tidak menelisik wajah menjengkelkan Bibi kandungnya. Wanita jalang ini tidak lebih baik dari kelakuan nakal Ivory sejak kecil.“Dua bulan lalu adalah perayaan pesta ulang tahunmu ketujuh belas. Keluarga Isaac memberikan perayaan sederhana, kekeluargaan yang hangat. Tapi saat malam hari, mereka semua tidak tahu jika kamu sedang berbagi peluh
Alona Isaac. Siswi paling cantik menjadi incaran banyak siswa di sekolah menengah pertamanya. Hanya saja, gadis itu terlalu angkuh dan memiliki selera sendiri dalam memilih pria mana yang ingin ia balas perasaannya.Lebih tepatnya, sejauh mana mereka bisa membahagiakan masa muda Alona.“Lona. Apa kamu mendengar berita terbaru?”“Berita apa?” tanya Alona melepas headset dan melirik malas teman dekatnya.Gadis berambut sebahu itu mendekat dan berbisik dengan raut sedih, “Kita akan mulai kehilangan pria paling tampan dan populer di tahun terakhir sekolah ini.”Alona mendelik bingung. “Siapa?”“Astaga! Siapa lagi jika bukan pria yang selalu menjadi pusat perhatian di sekolah kita.”“Satu angkatan dan satu kelas,” desisnya hampir melotot karena respons Alona terkesan acuh tak acuh.Teman dekat Alona menggerakkan dagu, memberikan atensi pada satu pria yang duduk tenang dan berekspresi dingin di sudut depan kelas. Pria itu tidak sedang berniat mengisi jam istirahat ke kantin atau seperti bia
“Sudah tidak ada lagi sekretaris dan anak buahmu! Jadi tidak perlu bersikap manis padaku di depan mereka!” ketus Amarise menurunkan kasar lengan Nic di pinggang Amarise.Wanita itu sangat kesal mendapati sikap posesif Nic yang terlihat dibuat-buat. Hati Amarise merasa diremas, sakit dan sesak. Air mata Ibu dari tiga anak itu hampir saja tumpah, membuat Nic terpaku di depan lift.Baru saja lelaki itu ingin menuntun istrinya masuk terlebih dulu. “Rishi? Kenapa menangis?”“Dasar lelaki berengsek!” umpat Amarise sedikit menjauh.Tiba-tiba saja suasana hatinya memburuk. Nic sudah hampir satu minggu tidak bisa menjemput Amarise di lobi perusahaan. Awalnya ia merasa bingung dan takut. Karena Nic tidak pernah menolak permintaan manja Amarise.Bahkan, terkadang lelaki itu berinisiatif sendiri menjemputnya, memperlihatkan kemesraan lewat gandengan tangan atau pelukan di pinggang Amarise. Lelaki itu ingin sekali memperkenalkan Amarise berulang kali di depan para pegawai perusahaan.Tapi hari ini
“Menurutmu, bagaimana dengan Margareth? Dia cantik, cerdas dan terlihat dewasa dari segi pemikiran dan tata krama. Di masa depan dia sangat pantas bersanding dengan River.”Kalimat antusias dan tatapan penuh harap lewat binar-binar di mata Amarise, membuat tenggorokan Ivory serat. Ia menelan makanan susah payah, secara alamiah penasaran dan menoleh ke arah River.Pria yang duduk di sampingnya ikut menoleh. Alhasil, Ivory lebih dulu membuang pandangan.Ada perasaan tidak suka saat Amarise membanggakan gadis lain untuk River. Apalagi mempersiapkan pasangan hidup untuk pria tampan itu.“Margareth? Dia yang minggu lalu datang kan, Ma?” tanya Alona.“Iya, Sayang. Kamu bersama Margareth juga terlihat akrab,” lanjutnya merasa ada di situasi melihat sosok Elena di diri Margareth.Gadis satu angkatan dan satu kesal dengan River. Tidak sedikit teman di kelasnya berharap pasangan cerdas, sama-sama rupawan itu segera menjalin kasih.“Rishi. Jika kamu meminta sebuah perjodohan untuk anak-anak kita
“Papa ... Mama ....” “River tidak mau main bersama adik perempuannya!” “Oh, sial!” umpat Nic baru saja mengerang sebagai pembuka. Ia hampir saja menghentakkan tubuh setelah melesak masuk diimpit kenikmatan yang ditawarkan Amarise. “Hei, jangan mengumpati anak perempuanmu,” tegur Amarise tajam, meskipun berakhir dengan tawa bahagia. Ia bahagia melihat rasa frustrasi di wajah Nic dan milik pria itu yang membutuhkan tempat ternyamannya. Dengan gesit Amarise meraih kaus dan celana pendek Nic, berbanding terbalik dengan kemalasan Nic duduk menatap dirinya datar. “Kenapa? Kamu ingin melampiaskan kekesalanmu padaku?” “Tidak,” balasnya bergerak malas memakai kaus dan celana pendek. Amarise terkekeh melihat Nic jalah tertatih, merasa dunia panasnya hilang digantikan pusing yang mulai mendera. Pintu terbuka dan menampilkan wajah cantik nan mungil Amarise versi kecil. Darah Asia lebih kuat karena gen keluarga Amarise dari pihak Ayahnya memiliki duplikat indah. “Papa,” suara Alona dibuat s