Share

03. Kalung

Penulis: Asia July
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-19 07:59:18

Sophia mengernyitkan dahi. “Kau baik-baik saja?”

“Ya. Dan kalau kau tidak ada kepentingan datang kemari, sebaiknya jangan menggangguku!” tukas Albert sebelum tangannya bergerak menutup pintu. Namun dengan cepat dicegah oleh Sophia dengan kakinya.

“Aku membawakanmu sarapan,” kata Sophia.

“Ah ya, bilang pada Dana bahwa hari ini aku sepertinya tidak akan turun untuk makan.”

Sophia tidak mau kalah ketika Albert hendak menutup pintu kamarnya lagi. “Ini sarapanmu!” tegas Sophia.

Albert menghela napas, menatap Sophia jengkel, lalu tangannya terangkat hendak mengambil alih nampan itu dari tangan Sophia, tapi Sophia malah menjauhkannya. Albert berdecak semakin kesal.

“Berikan—”

“Tanganmu,” Sophia memotong, menatap tangan Albert yang gemetaran, dia tidak akan mampu mengangkat nampan itu tanpa membuat isinya tumpah.

Albert sekali lagi menghela napas pasrah dan membuka pintunya lebih lebar. “Bawa ke dalam.”

Tanpa disuruh dua kali, Sophia masuk ke dalam kamar Albert dan sedikit terkesiap oleh aroma lelaki itu yang tercium sangat jelas di udara sekitarnya. Sophia mencoba untuk fokus dan menempatkan nampan itu di atas nakas.

Ketika Sophia berbalik, Albert duduk di pinggiran ranjang, menutup mata dengan napas sedikit memburu.

Sophia dengan refleks mendekat, lalu meletekkan telapak tangannya pada kening Albert. Albert tidak menolak, atau membuka matanya karena sentuhan Sophia itu.

“Kau demam,” kata Sophia.

Albert menyahutnya dengan gumaman, lalu tangannya terangkat menangkup tangan Sophia di wajahnya. “Tanganmu terasa dingin,” gumam Albert tidak jelas.

Sophia terkejut dengan sentuhan itu, secara refleks melepaskan tangannya. “Sebaiknya kau berbaring,” kata Sophia, mendorong dengan pelan bahu Albert agar lelaki itu berbaring kembali di ranjangnya.

Albert pasti sangat kesakitan sampai tidak menyadari apa pun. Bahkan ketika Sophia menyeka wajahnya yang berkeringat dengan tangan, Albert tampak tidak terganggu dan tetap menutup matanya. Padahal kalau dalam keadaan normal, Albert mungkin tidak akan sudi untuk disentuh olehnya.

Sophia kemudian pergi dengan nampan sarapan yang tadi telah dia letakkan di nakas.

Jika ada sesuatu yang bisa Sophia masak, itu adalah bubur. Kenapa? Sebab Sophia selalu gagal menanak nasi dan selalu menjadikannya bubur. Jadi Sophia membuatkan Albert bubur dan segelas susu.

Ketika kembali ke kamar lelaki itu, Albert masih berbaring pada posisinya semula. Sophia mencoba membangunkannya agar pria itu makan, lalu setelah itu minum obat. Namun alih-alih bangun, Albert malah mengernyit dan menggeram keras, lalu tangannya menepis nampan yang dibawa oleh Sophia sehingga semuanya berceceran di atas lantai.

Dengan mulut menganga dan mata melebar, Sophia menatap kekacauan itu lalu mendelik tajam pada Albert yang sepertinya tidak sadar pada apa yang telah ia perbuat.

Sophia menenangkan dirinya dan memilih untuk membersihkan lantai yang telah kotor itu dengan penuh kesabaran. Kecerobohannya membuat jari tangan Sophia luka oleh pecahan mangkuk, tapi Sophia bahkan tidak meringis dan lanjut membersihkan lantai itu sampai bersih.

Setelah selesai, Sophia mengambil baskom berisi air dan handuk kecil untuk mengompres Albert.

“Jika kau tidak sedang dalam keadaan sakit, aku tidak akan sudi melakukan semua ini,” gerutu Sophia, memeras handuk itu semakin keras, lalu meletakkannya pada dahi Albert. Melihat wajah tersiksa lelaki itu membuat Sophia semakin tidak tega. Namun perlahan, setelah beberapa kali kompres di dahinya, wajah Albert berubah tenang dan dia akhirnya tertidur.

Sophia dengan setia duduk di sampingnya, menatap wajah lelaki itu. Dalam keadaan damai seperti ini, Albert tidak terlihat seperti sosok suaminya.

Ingatan Sophia kemudian terlempar pada lima tahun silam.

Sophia ingat pada rasa sakit dan keputusasaan yang ia rasakan pada malam itu, sehingga nyaris menceburkan diri ke dinginnya air laut pada malam hari, jika saja Albert tidak datang menginterupsinya dan mengajaknya mengobrol.

Saat itu, Sophia tahu bahwa Albert tengah bosan dan hanya butuh teman mengobrol. Namun, karena saat itu Sophia juga ada di posisi di mana dia tidak pernah diajak mengobrol oleh siapa pun—atau bahkan dipedulikan, dia bahagia dengan kehadiran Albert.

Sophia datang bersama keluarganya, ayah dan ibu, serta dua saudari perempuan dan seorang saudara laki-laki. Akan tetapi, sekalipun Sophia ada bersama mereka, dirinya seolah tidak terlihat dan tidak dianggap.

Dan Sophia tahu alasannya.

Namun kehadiran Albert pada malam itu memberi arti lain pada diri Sophia. Albert mengajaknya mengobrol, bertanya banyak hal pada Sophia. Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Sophia didengarkan.

Lalu sebelum berpisah, Albert memberikannya sebuah kotak kecil yang ia selipkan di saku jasnya. Ketika Sophia membuka benda itu, dia terhenyak untuk beberapa saat.

Itu adalah sebuah kalung berbandul bunga dandelion yang sangat cantik.

“Aku melihatnya di toko perhiasan dan langsung tertarik padanya,” kata Albert.

“Aku tidak tahu pria sepertimu memiliki selera pada perhiasan perempuan,” sahut Sophia dengan mata yang sudah berkaca-kaca ketika ujung jemarinya menyentuh bandul dandelion itu.

Albert tersenyum, senyumannya amat sangat memesona. “Ya, tadinya aku hendak memberikannya kepada seseorang yang kupikir spesial, tapi dia tidak cukup mencerminkan keberanian yang seharusnya dandelion miliki.”

Sophia menatap Albert. “Lalu kenapa aku?” tanyanya, menangis.

Albert mengusap air matanya dan tersenyum. “Karena kau hendak melompat,” jawabnya singkat.

Mungkin bagi Albert itu hanyalah sebuah bentuk perlakuan kecil pada seorang gadis kurus kerempeng yang jelek, pucat, dan dipenuhi keputusasaan—siap melompat kapan saja dari kapal. Namun bagi Sophia, perlakuan Albert itu memberi pengaruh besar pada hidupnya.

Sophia menyentuh dada, merasakan bandul dandelion itu menyembul di balik kaos longgarnya. Sampai saat ini, dia tidak pernah melepas kalung itu dari lehernya, membiarkannya selalu tersembunyi di balik setiap pakaian yang ia kenakan, karena Sophia tidak pernah ingin Albert melihatnya.

Kalung itu seolah menjadi bentuk kekuatan Sophia. Dandelion, yang berarti keberanian.

Sophia menatap wajah Albert dengan tatapan sendu, lalu mengusap rambutnya perlahan.

Begitu banyak hal yang berubah dari sosok pria ini sampai Sophia nyaris tidak mengenalnya lagi. Bahkan Albert tidak mengingat pertemuan mereka pada malam itu, di saat Sophia sudah tidak bisa lagi melupakannya.

Dan itulah … itulah kenapa, sekalipun sakit, Sophia memilih untuk bertahan dalam pernikahan ini.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hasrat Terpendam Suamiku   Extra Bab 6 - Family ( END)

    Matahari pagi menerpa wajahnya, memberikan ilusi seolah sinar suci keluar dari pori-porinya. Dan semua anak rambutnya yang berantakan di kepala dan sekitar wajah nya, berwarna keemasan alih-alih cokelat gelap.Albert tersenyum, menatap Sophia dengan mata teduh. Kebiasaan yang sudah dimilikinya sejak lama; bangun pagi-pagi supaya bisa menyisihkan waktu setidaknya setengah jam untuk berpuas diri menatap wajah istrinya itu.Anak pertama mereka sudah lahir, putra bermahkota yang membawa pesan baik; Istvanzino Raymond.Perhatian keduanya jadi terbagi antara satu sama lain dengan anak mereka yang baru berusia satu tahun. Tidak banyak waktu yang Albert habiskan bersama Sophia, begitu pun sebaliknya. Tapi itu tidak apa, karena dia menyayangi putranya lebih dari apapun, dia akan mengorbankan segalanya. Dan Albert tidak ragu bahwa Sophia juga pasti akan melakukan hal yang sama.Hanya pada waktu pagi hari, beberapa saat sebelum Istvanzino terbangun, Albert memiliki

  • Hasrat Terpendam Suamiku   Extra Part 5 - Something Very Valuable

    “Albert.”Albert yang tengah memusatkan tatapannya pada layar laptop menoleh pada Sophia yang berdiri di hadapannya sembari berkacak pinggang. Perutnya yang telah membesar mengintip keluar dari kaus polos yang dia kenakan, dan pemandangan itu benar-benar menggemaskan, sukses mengalihkan fokus Albert seketika.“Ada apa, Sophie?”Kening wanita itu berkerut-kerut dalam. Albert mengernyit, kemudian bertanya dengan nada cemas. “Kenapa? Apa perutmu sakit?”Sophia menggeleng.“Lalu?”“Apa kau ingat dengan kalung yang … dulu aku berikan padamu?”“Kalung yang mana?”Tatapan mata Sophia tampak gelisah. Dia mencoba untuk menjelaskan sesuatu yang tampaknya sulit untuk dia jelaskan.“Kalung … yang dulu sering aku kenakan,” ucapnya.Albert mencoba untuk mengingat-ingat, tidak butuh lama dia pun langsung teringat. Tapi keberadaan benda tersebut memang benar-benar telah Albert lupakan.“Ya, kenapa dengan kalung itu?” tanya

  • Hasrat Terpendam Suamiku   Extra Part 4 - In a Sunny Day

    Bulan-bulan berlalu begitu saja.Musim dingin telah berganti menjadi musim semi, kemudian matahari terasa semakin tinggi dan musim panas pun datang. Usia kandungan Sophia sudah menginjak minggu ke dua puluh enam, atau sekitar tujuh bulan.Semuanya masih terasa sama, kecuali tubuhnya yang membesar dan keposesifan suaminya yang semakin menjadi. Selain perut yang membuncit, Sophia tidak mengalami perubahan signifikan pada area tubuhnya yang lain, tapi justru Albert yang mengalami perubahan-perubahan itu.Selama tiga minggu terakhir, Albert merutinkan olahraga untuk menjaga kondisi tubuhnya dalam bentuk yang ideal. Dia telah memakan makanan yang seharusnya Sophia makan, dia melakukan hal-hal yang seharusnya Sophia ingin lakukan. Dia juga masih sangat sensitif pada aroma dan masing sering muntah-muntah.Sophia tidak mengerti kenapa justru Albert yang mengalami semua itu. Bukankah seharusnya dirinya sebagai ibu yang mengandung? Tapi Dokter mengatakan bahwa itu

  • Hasrat Terpendam Suamiku   Extra Part 3 - Sweet Honey (19)

    Siang yang mendung ini Sophia bangun dengan perasaan ringan di dadanya. Dia menggeliat sekaligus menguap untuk melemaskan otot-ototnya yang kaku. Saat melirik pada jendela yang gordennya telah terbuka, salju turun dari langit dan semuanya nyaris tampak berwarna putih.Sophia pun bangkit duduk sembari menahan selimut untuk menutupi dadanya. Dia mengusap leher ketika mengingat aktivitasnya semalam dengan sang suami, Sophia nyaris merasa bahwa sentuhan pria itu masih tertinggal di kulitnya.Saat menoleh ke samping, dia tidak menemukan Albert di sana, dan seprai terasa dingin yang artinya Albert sudah bangun cukup lama. Sophia lantas bangkit, lalu dilepasnya selimut yang tadi menutupi tubuhnya, kemudian berjalan tanpa sehelai benang pun menuju tempat lilin aroma terapi masih menyala, Sophia meniupnya.Dia membutuhkan benda itu, karena ada begitu banyak lukisan di kamarnya ini sekarang. Aroma cat minyak masih tercium dari lukisan-lukisan yang belum sepenuhnya kering,

  • Hasrat Terpendam Suamiku   Extra Part 2 - Unexpected Encounter

    Suara deburan ombak memecah kesunyian malam. Semilir angin kencang bertiup, membawa aroma laut yang khas, menerbangkan embun air asin ke bibir pantai. Paula yakin kalau dia berdiri lebih lama di sana dia mungkin akan kembali ke kamar hotelnya dengan pakaian basah.Di akhir tahun yang terasa dingin di Inggris, membuat Paula memutuskan untuk berlibur ke Miami. Dia tidak pernah menyukai musim dingin. Baginya fashion di musim dingin itu terlalu membosankan, dia punya segudang pakaian untuk dipadupadankan di lemarinya.Namun jauh di dalam, alasan mengapa Paula pergi adalah bukan karena itu. Melainkan sesuatu yang mengganggu sikap rasionalnya akhir-akhir ini.Alexander Harrison. Pria yang dia pikir akan benar-benar memberinya cincin pertunangan, pergi meninggalkannya, sama seperti pria-pria sebelumnya.Melihat bagaimana Sophia, adik bungsunya yang kaku itu, bahagia dengan curahan cinta dari seorang pria, membuat Paula iri. Terlebih, pria itu adalah Albert Raymo

  • Hasrat Terpendam Suamiku   Extra Part 1 - Apologize

    Rasanya dingin.Sekujur tubuh dan ulu hatinya seolah membeku. Jalanan yang ramai tidak berhasil menepis rasa kesepian dan keputusasaan yang dia rasakan di dalam. Ucapan wanita itu terus terngiang dalam benaknya.Sophia Raymond.Apakah ini karma? pikir Cecilia.Sekarang, setelah dia tahu bahwa anak di dalam perutnya bukanlah anaknya bersama Albert, rasanya sedikit menyakitkan dan sulit dipercaya. Tapi kalau bukan Albert, siapa? Cecilia tahu bahwa dia telah bersikap seperti wanita murahan ketika memutuskan untuk mendekati Albert Raymond, namun pesona pria itu tidak bisa dia bantah, dan ayahnya saat itu begitu bangga ketika tahu Cecilia memiliki hubungan dekat dengan seorang seperti Albert.Cecilia merasa bahwa dia tidak bisa kehilangan lelaki itu, apapun alasannya, karena itu artinya dia akan kehilangan perhatian keluarganya juga. Sebab hanya dengan bersama Albert, dia akan dianggap berguna oleh ayahnya yang serakah.Namun kini, saat Cecilia s

  • Hasrat Terpendam Suamiku   Alternative Ending 5

    Setelah menceritakannya pada Sophia, Albert bertanya, “Kenapa kau tidak mengangkat teleponku atau membaca pesanku?”Sophia menatap Albert dengan pelototan tajam dan juga balas bertanya, “Kenapa kau mematikan ponselmu?”“Baterainya habis.”Sophia lantas mengangguk paham. “Ponselku tertinggal di mobil Daniel saat tadi aku mencoba menghubungimu berulang kali. Mom jatuh sakit lagi jadi Daniel ingin aku datang menemaninya sementara dia memiliki urusan penting di kantor yang harus diurus. Aku mengobrol dengan Mom dan baru selesai satu jam lalu. Kemudian aku bangun karena pemanas di kamarku tidak berfungsi dengan baik.”Helaan napas lega menyahut penjelasannya.Tersenyum tenang, Albert menidurkan kepalanya lagi dan membawa Sophia bersamanya.Dia melirik setelan pakaian kerjanya yang teronggok di atas karpet. “Seharusnya kau melepas milikmu juga,” ucapnya berbisik.Sophia menggumam.

  • Hasrat Terpendam Suamiku   Alternative Ending 4

    Sophia menarik selimut semakin rapat menutupi tubuhnya. Kamar ini memiliki penghangat ruangan yang buruk, mungkin karena sudah bertahun-tahun tidak digunakan. Sophia bersumpah bahwa dia akan berbicara pada Daniel mengenai hal ini besok. Dan oleh rasa dingin itulah Sophia terbangun dari tidurnya.Langsung diliriknya jam di atas nakas, ternyata dia baru terlelap selama satu jam. Setelah menemani ibunya di kamar sampai wanita itu terlelap, Sophia langsung ke kamarnya sendiri dan berbaring, tidak berniat untuk tidur, tapi kemudian jatuh tertidur.Sophia pun bangkit berdiri, dia butuh air hangat atau sesuatu yang mampu menepis rasa dingin itu. Sophia bangkit dan mencari ponselnya, lalu kemudian tersadar bahwa benda itu tertinggal di mobil Daniel.Dia belum memberi tahu Albert. Jadi Sophia memakai jubah tidurnya dan pergi ke luar kamar dengan tergesa, untuk pergi ke telepon rumah dan segera menghubungi suaminya itu. Albert pasti khawatir saat pulang ke apartemen dan t

  • Hasrat Terpendam Suamiku   Alternative Ending 3

    Kemudian, sebuah deringan membuyarkan lamunan Sophia. Wanita itu sejenak mengedarkan pandang dan sadar bahwa dirinya tengah duduk di sofa, di dalam apartemen yang sepi, seorang diri. Kejadian tadi pagi masih begitu lekat dalam ingatannya.Sophia pun menghela napas.Pagi tadi, Albert hanya memberikannya satu pelepasan dengan permainan jarinya, bersikeras bahwa mereka harus menemui dokter terlebih dahulu untuk melakukan lebih dari itu. Kemudian Albert melesat ke kamar mandi, berada di sana cukup lama dan berangkat kerja setelahnya.Sophia menatap langit yang kini sudah gelap, lalu mengambil ponselnya yang sedari tadi berdering dan melihat nama Daniel tertera di sana. Sophia mengangkatnya.“Daniel.”“Sophie, kau di mana?”“Aku masih di apartemen Albert,” jawab Sophia. Dia sudah memberi tahu Daniel dan Luke beberapa hari lalu mengenai akhir dari permasalahan rumah tangganya. Mereka terdengar lega, tapi sekalig

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status