Share

Niat Terselubung

last update Last Updated: 2025-03-12 20:54:28

"Kamu pantas mendapatkannya. Harusnya lebih dari itu."

"Maksudmu apa? Kau mengajakku ribut?"

Luciana menatap tajam Victoria. Rahangnya mengeras saat melihat adik tirinya yang marah dan seolah siap melawannya. Tangan wanita itu masih memegangi pipinya yang bengkak.

"Aku hanya memberimu pelajaran."

"Pelajaran apa? Sepertinya kau jadi gila sekarang."

"Gila?" Luciana tertawa sumbang. Matanya masih tertuju pada Victoria yang kini terlihat ngeri melihatnya. Lalu tiba-tiba, dia mendorong dan menekannya ke dinding. Tangannya menarik kasar kerah baju Victoria hingga wanita itu terkejut.

Tawanya berhenti dan yang terlihat hanyalah kemarahan.

"Aku tidak mengerti," bisik Luciana sambil menahan amarahnya. Suaranya sedikit tercekat saat dia bicara. Dadanya sakit. Sangat.

"Kamu ini punya segalanya. Kamu cantik, pintar, kaya dan kamu juga punya suami yang sempurna."

Ada kesedihan dalam nada suara Luciana saat mengatakannya. Kekecewaan dan kemarahan yang membuatnya benar-benar ingin mengamuk, tapi tidak bisa. Karena dia, dia menyayangi adik tirinya.

Saat ibunya menikah dengan ayah Victoria, dia senang bukan kepalang karena mengetahui dirinya memiliki adik. Walau hanya adik tiri. Dia selalu menjaganya dan tidak mau ada yang menyakiti Victoria. Dia selalu berdiri paling depan saat adik tirinya disakiti.

Luciana bahkan orang pertama yang mendukung mimpi Victoria jadi seorang model saat wanita itu menikah dengan Matthias dan sempat ditentang orang tuanya. Namun balasannya ....

"Tapi kenapa ... kenapa kamu rebut suamiku, Victoria! Kenapa kamu meniduri Felix!"

Cengkeraman tangan Luciana menguat pada kerah baju Victoria. Dia menariknya kasar. Meluapkan semua rasa sakit dan kecewanya pada adik tirinya, tak peduli Victoria kaget.

"A-apa? Apa maksudmu?"

Luciana melepaskan kerah baju Victoria dengan kasar, sampai wanita itu hendak jatuh. Dadanya naik turun. Dia terengah-engah. Matanya menatap nanar.

"Aku melihatmu semalam. Di hotel dengan suamiku," ucapnya dengan suara tersendat.

Rasanya Luciana seperti mengulang kembali ingatan menyakitkan kemarin, tapi dia tidak bisa menahan diri melihat sikap Victoria yang sama sekali tidak ada rasa bersalah.

Hingga beberapa saat setelah Luciana mengatakan itu, keheningan terjadi. Victoria terdiam dan dia tidak tahu apa yang di pikirkan adik tirinya. Sampai keheningan itu dipecahkan oleh suara tawa.

Tawa Victoria yang terdengar cukup keras. Reaksi di luar dugaan yang membuat pupil mata Luciana membesar. Keningnya berkerut dalam. Apa-apaan ini?

"Jadi, kau sudah tahu? Ah, apa mungkin ... orang yang membuka pintu itu kau, ya?"

Tawa geli masih menghiasi wajah Victoria saat Luciana mematung. Seluruh tubuhnya terasa dingin. Amarahnya lenyap, digantikan dengan rasa takut dan tak percaya. Dia ditertawakan.

Victoria menertawakannya.

"Apa boleh buat. Aku mengaku, aku memang melakukannya."

Mata Luciana mengikuti gerak Victoria yang mendekat dan mengelilingi tubuhnya, sampai kemudian dia merasakan sentuhan di bahunya. Wanita itu menempelkan dirinya dan berbisik di telinganya.

"Aku penasaran dan hanya ingin mencoba sesuatu yang baru. Maaf jika itu melukaimu. Lagi pula, sepertinya Felix lebih menyukaiku."

Tubuh Luciana seketika menjadi kaku. Lututnya langsung lemas mendengar perkataan Victoria. Perkataan maaf yang keluar dari mulut wanita itu, bahkan terdengar seperti ejekan alih-alih penyesalan karena sudah mengkhianatinya dan merusak pernikahannya.

Matanya berkaca-kaca. Dia menoleh ke arah Victoria yang kini berdiri di hadapannya lagi. Wanita ini benar-benar tidak merasa bersalah sedikit pun.

Bagaimana bisa?

Luciana merasa, air matanya akan tumpah detik itu juga. Dia hanya berdiri bengong tanpa tahu harus mengatakan apa.

"Luciana, Victoria? Apa yang sedang kalian lakukan di sini?"

Suara bariton milik Matthias, spontan membuat Luciana mengalihkan pandangan. Air matanya naik lagi ketika dia menemukan keberadaan iparnya yang melangkah mendekat.

Pakaian formal yang rapi, rambut klimis dan sorot mata tegas dengan postur tubuh yang ideal. Matthias selalu tampil menawan seperti biasa. Seperti model pria dalam majalah. Bahkan meski pria itu sudah melihat perselingkuhan Victoria kemarin.

Luciana tidak bisa menemukan lingkaran hitam di bawah mata atau matanya yang bengkak. Sangat jauh beda dibanding dirinya.

"Victoria, kau masih di sini?"

"Ah, aku akan pulang, tapi tidak sengaja malah bertemu dengan Luci. Aku tidak menyangka dia ada di sini. Jadi kami mengobrol sebentar. Iya kan?"

Luciana melirik Victoria yang tersenyum sambil merangkul ramah bahunya. Dia tidak memahami sosok adik tirinya saat ini. Victoria berubah atau dia yang tidak tahu karakter adik tirinya sendiri?

"Dia ada urusan denganku," ucap Matthias. Dia berhenti tepat di antara Victoria dan Luciana. Menarik lepas lengan istrinya dari bahu Luciana.

"Apa itu? Apa aku boleh tahu?"

Luciana spontan melirik Matthias. Dia bertanya-tanya, apakah Matthias akan mengatakan soal kemarin? Ketika mereka tidur bersama? Karena Luciana sendiri terlanjur kehilangan kata-kata sebelumnya.

"Aku meminta bantuannya menyelesaikan beberapa tugas."

Luciana dan Victoria, spontan terkesiap. Keduanya terlihat kaget dan bingung dengan jawaban Matthias. Jelas, semua itu karena Luciana sama sekali tidak sedang bekerja di perusahaan Matthias atau memiliki hubungan pekerjaan. Luciana hanya ibu rumah tangga biasa, setelah menikah dengan Felix.

"Huh? Sejak kapan Luci bekerja denganmu? Kenapa aku bisa tidak tahu?"

"Aku hanya minta tolong, karena dia memiliki pengalaman dan kudengar, hampir jadi manager."

Mata Luciana berkedip ketika Matthias meliriknya. Alisnya berkerut bingung. Pria itu tahu tentangnya. Padahal mereka sebelumnya tidak begitu dekat.

Sebelumnya, selalu ada jarak yang membentang jauh antara dia dan Matthias. Namun sekarang, rasanya jarak itu semakin memendek.

"Ayo!"

Sebelum Luciana bicara atau Victoria bertanya lebih lanjut, tangannya sudah ditarik oleh Matthias. Dia dibawa menyusuri lorong kantor pria itu, sebelum akhirnya ditarik masuk ke ruangannya.

"Kenapa kamu selalu menarikku? Apa itu hobimu?" Luciana segera melepaskan tangan Matthias saat mereka sudah ada di ruangan pria itu.

Ruang kerja yang tak hanya luas dan nyaman, tapi juga memberikan kesan mewah. Ada cukup banyak barang di sana. Matthias memberi isyarat agar Luciana duduk di sofa yang berada tidak terlalu jauh dari meja pria itu.

"Lalu, kau ingin aku meninggalkanmu di sana? Kau terlihat seperti seekor kelinci yang akan dimangsa ular," seloroh Matthias yang melirik Luciana sekilas, lalu berjalan menuju mejanya.

"Apa? Kelinci?"

Luciana yang baru saja mendudukkan bokongnya, memekik tak percaya. Mata bulatnya terbuka dengan mulut yang menganga. Rona merah pun seketika menghiasi pipinya. Bagaimana Matthias bisa memberikan perumpamaan seperti itu?

Apa dia terlihat sangat lemah di depan Victoria? Akan tetapi, saat dia sedang larut dalam lamunannya, suara berkas yang diletakkan di meja. Tepat di depannya hingga membuatnya terkejut.

Dahinya spontan mengernyit. Dia mengangkat kepalanya. Menatap berkas itu dan Matthias bergantian dengan penuh tanya.

"Kerjakan."

"Apa? Tidak salah kamu menyuruhku?" Kerutan di dahi Luciana semakin dalam. Dia terkekeh bingung. "Aku bukan karyawanmu dan aku juga datang ke sini untuk—"

"Untuk mengambil tas dan semua barangmu yang tertinggal kemarin? Aku tahu."

"Lalu kenapa kamu menyuruhku mengerjakan ini?" Luciana melirik berkas itu dan membukanya. Itu seperti berkas administrasi. Mungkin ada rahasia perusahaan juga di dalamnya.

"Orangku sedang pergi mengambil barangmu di rumah. Kebetulan pekerjaan sedang menumpuk dan kau ada di sini."

Luciana menganga. Dia hanya bisa menatap Matthias yang duduk di depannya sambil menyilangkan kaki. "Jadi maksudmu, kamu berniat memanfaatkan waktu yang luang ini untuk membuatku bekerja?"

"Kudengar kau pernah akan diangkat jadi manager. Aku hanya ingin tahu kemampuanmu."

Matanya menyipit. Luciana sontak memerhatikan Matthias yang masih duduk dengan tenang. Masih dengan wajah datar tanpa ekspresi. Dia sedikit merasakan tekanan di bawah tatapan iparnya sendiri.

Rasanya berbeda dari cara Matthias menatap saat ini dengan saat pria itu berada di atas tubuhnya kemarin.

Tidak. Apa yang dia pikirkan?

Luciana menggeleng cepat dan memilih menunduk. Dia meraih berkas itu karena merasa, bekerja lebih baik dari pada memandangi wajah Matthias yang selalu membuatnya hilang fokus.

"Aku harap, ini ada bayarannya. Aku tidak mau bekerja gratis."

"Tentu saja. Ada."

Tak butuh waktu lama bagi Luciana untuk tenggelam dalam tumpukan berkas yang diberikan Matthias. Dia sibuk tanpa mau mengangkat kepala atau sekadar mencuri pandang pada iparnya. Tidak pula menyadari jika Matthias masih duduk santai sembari memerhatikannya.

Salah satu sudut bibirnya terangkat. Memperlihatkan senyum tipis di sana. Sampai ponsel Matthias tiba-tiba berbunyi. Notifikasi pesan muncul di sana.

Pesan dari orang kepercayaannya.

"Pak, tas yang Anda maksud, sudah saya ambil. Apa benar saya boleh kembali setelah dua jam?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Ditangkap

    "Pak, tunggu, tidak. Tolong jangan batalkan kerja sama kita. Saya bisa jelaskan kalau itu hanya fitnah. Saya akan bereskan semuanya segera," ucap Richard pada seseorang di telepon. Dia duduk tegang sambil memijat pangkal hidungnya yang berdenyut sakit karena dua hari ini, banyak investor yang menarik diri dan kerja sama yang diputus secara sepihak. Semua itu imbas dari skandalnya yang kini telah beredar luas. Ditambah lagi berita perselingkuhan putrinya yang mencuat. Semua memperparah keadaan. "Maaf, Pak Richard, kami tetap tidak bisa melanjutkan kerja sama lagi. Ini sudah menjadi keputusan final. Kami harap Anda mengerti.""Pak, saya bisa jelas—"Perkataan Richard terputus saat panggilan itu diakhiri tanpa dia sempat bicara. Dia tidak dihargai sama sekali. "Sialan! Mereka pikir mereka itu siapa? Berani-beraninya memperlakukanku seperti ini."Richard mengumpat kesal. Dia meremas ponselnya. Menahan diri untuk tidak melemparnya sampai hancur. Kacau. Semuanya berantakan dan sekaran

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Masuk Jebakan

    Victoria berharap, dia akan aman di rumah manajernya untuk sementara. Sembari memikirkan rencana yang akan dia lakukan untuk menghindari polisi atau pun wartawan. Tidak ada cara lain selain menghindar. Namun, saat akhirnya tiba di halaman rumah manajernya, Victoria mendapati pemandangan tak terduga. Mobil polisi sudah terparkir di sana. Tak hanya satu, tapi dua. Wajahnya langsung pucat saat itu. "Apa-apaan ini!"Kepanikan melanda. Victoria jelas tidak percaya dengan apa yang dilihatnya dan dari posisinya saat ini, melalui jendela mobil dia melihat manajernya sedang dijaga ketat oleh pihak kepolisian. "Sialan! Kita pergi! Pergi dari sini, cepat!" teriak Victoria sambil mengguncang kursi sang sopir. Matanya melotot ketika beberapa polisi melangkah ke arah mobilnya, tapi bukannya pergi, mobil itu tetap diam dan membuat kepanikannya semakin menjadi. "HEI! KAU TULI! JALANKAN MOBILNYA!""Maaf, Nyonya, tidak bisa. Lebih baik Anda menyerahkan diri sekarang.""APA?!"Victoria kaget bukan m

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Skandal yang Terbongkar

    Pagi itu, Victoria yang tak tahan lagi memilih untuk pergi menemui ayahnya di kediaman keluarga Laurent. Dia dikawal oleh pengawal Mattias, karena Victoria yakin para wartawan sudah menunggu di rumah ayahnya. Ayahnya jelas terjebak dan tidak ke mana-mana sejak skandal pelecehan itu mencuat ke publik. Victoria juga belum sempat menghubungi setelah menabrak Luciana kemarin. Di tengah perjalanan, ponsel Victoria tiba-tiba berdering. Manajernya menghubunginya. Dia berdecak melihat itu dan mengangkatnya sambil menggerutu. "Ada apa? Kau tidak tahu aku sibuk? Aku tidak punya waktu untuk ke tempat pemotretan sekarang.""Aku tahu, Victoria. Situasimu sedang gawat sekarang, tapi kita dalam masalah.""Masalah apa? Klien protes? Suruh mereka reschedule saja," jawabnya ketus dan terkesan acuh tak acuh. "Tidak bisa, mereka membatalkan kontrak dan menuntut ganti rugi atas apa yang terjadi." "Apa?"Victoria yang sedang bersandar, spontan menegakkan tubuhnya dan memekik kaget. Katanya melotot. "Ba

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Menanti Karma

    "Tuan, Anda harus keluar sekarang."Matthias menoleh ke arah perawat yang telah selesai dengan tugasnya. Lalu kembali melirik Luciana. Ada perasaan enggan dalam hatinya saat waktunya berada di sana sudah habis. "Tuan?""Tolong sebentar lagi, Sus," ucap Matthias, setengah memohon. "Lima menit lagi."Perawat itu menatap wajah Matthias yang tampak putus asa dan penuh kesedihan. Menimbulkan rasa kasihan yang akhirnya membuat dia mengangguk. "Baiklah. Lima menit, setelah itu Anda harus keluar.""Terima kasih."Senyum semringah mulai terlihat di bibir Matthias. Perhatiannya kembali tertuju pada Luciana. Meski tidak ada yang bisa dilakukannya selain menatap wanita itu, tapi lima menit yang diberikan terasa lebih berharga dari apa pun. "Luci ... maaf, aku tidak bisa menjagamu. Aku gagal melindungimu, tapi tolong ... jangan hukum aku seperti ini. Tolong bangun ...."Suara Matthias sedikit tersendat saat dia mencoba bicara. Berharap Luciana membuka mata dan melihatnya. Hanya itu harapannya. D

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Setetes Air Mata yang Jatuh

    Di rumah sakit. Alexander, Arabella dan Genevieve menunggu di luar ruang ICU. Mereka menanti kedatangan Matthias yang belum kembali. Sementara Luciana masih belum sadar meski kondisinya membaik. "Bu, apa Kak Luciana akan bangun? Apa keponakanku tidak akan kenapa-kenapa? Aku harus minta maaf." Arabella memilih jari-jarinya dengan gugup. Rasa bersalah terlihat jelas di matanya. Kegelisahan belum sepenuhnya lenyap meski dokter telah memberitahu kalau semua baik-naik saja. "Jangan khawatir, Luciana pasti akan segera bangun. Ibu juga ingin minta maaf." Genevieve mengelus lengan putrinya. Memberikan sedikit semangat, meski dia sendiri masih khawatir. Kakinya perlahan mendekat ke arah jendela. Dia menatap Luciana yang terbaring di ranjang dengan alat yang terpasang di tubuhnya. Dokter bilang keduanya bisa bertahan, meski dia tetap khawatir karena kondisi janin Luciana yang lemah."Ibu! Ayah!"Genevieve tersentak. Dia menjauh dari kaca jendela dan menoleh secara bersamaan dengan Arabella

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Pengakuan Victoria

    Victoria terdiam mendengar semua perkataan Matthias. Setengah percaya, setengah tidak, tapi dia jelas baru pertama kali mendengar Matthias bicara panjang lebar seperti ini. Tidak ada yang lebih membuatnya terkejut selain pengakuan suaminya yang menyentak kesadarannya. "K-kau bohong. Kau pasti bohong, Matthias. Kau tidak pernah berniat membangun keluarga denganku." Victoria tergagap. Dia menggelengkan kepalanya. Berusaha menyangkal. Walau dia harus mengakui, jika dia memang enggan hamil. Dia yang menolak ide itu. "Terserah kau percaya atau tidak. Semua juga sudah terlambat sekarang. Aku tidak berniat mempertahankan semuanya.""Tidak! Apanya yang terlambat? Aku tidak mau bercerai denganmu!"Victoria kembali mencengkeram erat tangan Matthias. Dia menggelengkan kepala. Menatap serius suaminya. "Matthias, jangan lakukan itu! Aku tidak mau cerai darimu.""Aku tidak peduli. Inilah jalan yang kau pilih sejak awal," balas Matthias dengan tak acuh. Dia menarik tangannya dan mengeraskan hatiny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status