Beranda / Rumah Tangga / Hasrat Tersembunyi Iparku / Pelajaran untuk Victoria

Share

Pelajaran untuk Victoria

Penulis: Koran Meikarta
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-11 11:55:22

Langit begitu cerah hari itu. Sinar matahari menyorot langsung ke arah orang-orang yang sibuk bekerja atau sekadar berjalan-jalan. Namun lain halnya dengan Luciana.

Akibat kejadian kemarin, dia sama sekali tidak merasa bergairah menjalani hari. Luciana terduduk tenang di kursi penumpang saat taksi yang dia pesan melaju di jalanan yang agak lengang.

Raut wajahnya yang sedih dan muram masih menghiasi. Felix belum kembali dan dia tidak tahu ke mana. Luciana sendiri bingung dan tidak tahu harus bertindak apa.

Cerai?

Tidak. Itu adalah pilihan yang sulit. Bohong baginya jika Luciana mengatakan sudah tidak lagi mencintai suaminya setelah dikhianati. Kenyataannya, dia masih sangat mencintai Felix setelah semua terjadi.

"Bu, apa kita akan pergi ke Sinclair Group?"

Luciana yang sedang terbengong menatap jendela, seketika teralihkan oleh pertanyaan sopir taksi. "Iya, kita ke sana. Tolong lebih cepat."

"Baik, Bu."

Luciana menarik napas dalam-dalam dan kembali menatap jalanan lewat jendela kaca di sebelahnya. Dia melihat banyak gedung pencakar langit. Kawasan perkantoran. Kantor Matthias sudah dekat.

Dia sedikit tidak sabar dan berharap bisa bertemu Matthias untuk menanyakan soal ponsel dan semua barang-barangnya. Walaupun dia merasa agak ragu karena takut mengganggu pekerjaan pria itu. Hanya saja, ponselnya ada di sana dan dia tidak bisa membiarkannya begitu saja.

Betapa cerobohnya dia meninggalkan benda sepenting itu. Tarikan napas sesekali terdengar saat Luciana mengutuki kelakuannya. Dia jadi harus bertemu Matthias lagi setelah insiden kemarin.

Luciana refleks memeluk dirinya saat tiba-tiba dia teringat sentuhan Matthias. Pipinya merona dan tubuhnya merinding. Rasanya masih begitu jelas, tapi dia menggelengkan kepalanya dengan cepat. Menyadari jika tidak sepantasnya dia memikirkan itu.

Apa yang dilakukannya salah. Itu jelas. Walau memang harus dia akui, itu berhasil membuat marah suaminya. Berhasil membalas rasa sakitnya.

Namun di samping itu juga, dia menyadari kemarin dirinya bertindak tanpa memikirkan risiko. Dia terpengaruh begitu saja oleh ucapan Matthias. Luciana jadi sedikit menyesalinya.

"Bu, kita sudah sampai."

Mobil berhenti dan seruan sang sopir menyadarkan Luciana dari lamunannya. Dia mengangkat kepalanya dan melihat area gedung kantor. Rasa gugup tiba-tiba menyerangnya. Dia sampai harus menelan ludah beberapa kali untuk menyiapkan diri.

"Terima kasih, Pak."

Tangannya yang sedikit gemetar, membuka pintu mobil dan keluar segera. Namun Luciana tidak langsung masuk. Dia terdiam di depan gerbang sampai salah seorang security mendekatinya.

"Maaf, Bu, Anda siapa? Ada urusan apa Anda ke sini?"

Wajahnya asing. Sudah jelas karena Luciana bukan pekerja di sana dan hampir tidak pernah mengunjungi tempat itu. Setidaknya, itu terjadi dulu saat Victoria mengajaknya ke sini untuk menemui Matthias. Namun untungnya, dia menyimpan kartu nama iparnya.

"Saya Luciana. Kakak ipar Matthias Sinclair. Saya ingin bertemu dengannya. Apakah dia ada?"

"Pak Matthias Sinclair?" Security itu terdiam sesaat sambil memegang kartu nama Matthias yang diperlihatkan Luciana. Alisnya terangkat dan menatap ragu.

Luciana meremas tangannya dan memantapkan diri. "Iya, dia. Kalau tidak bisa, tolong izinkan saya menitipkan pesan pada sekretarisnya. Ini sangat penting."

Security itu masih diam. Luciana menunggu dengan cemas saat ditatap penuh penilaian. Dia refleks memerhatikan penampilannya sendiri yang sederhana. Hanya gaun biasa dan tanpa banyak riasan.

Bahkan mungkin ... matanya sedikit bengkak efek dia menangis semalam.

Luciana menyadari, dia berada di level yang berbeda dari Matthias, begitu juga dengan Victoria. Dia membosankan. Mungkin itu juga salah satu alasan kenapa Felix berpaling dan mengkhianatinya.

"Baiklah. Ikuti saya!"

Kecemasan yang sempat hadir, seketika langsung menghilang dalam sekejap saat Luciana mendengar perkataan security. Dia dipersilakan masuk, dan tentu, dia langsung mengikutinya tanpa banyak bicara.

Security itu membawanya menuju meja resepsionis di area lobi. Luciana menunggu sembari memerhatikan ketika mereka bicara, sebelum dia kemudian dipanggil.

"Nyonya, saya tidak yakin apakah Anda bisa bertemu dengan Pak Matthias, tapi saya akan coba menyambungkannya dengan sekretaris beliau."

Luciana menghembuskan napas lega. Bibirnya tersenyum mendengar itu. Dia mengangguk cepat. "Ya, tidak apa-apa. Tolong sampaikan, Luciana datang untuk bertanya barangnya yang tertinggal di tempat Matthias."

"Baik, Nyonya."

Luciana menunggu. Dia membiarkan resepsionis itu menghubungi sekretaris Matthias. Berharap jika pesannya benar-benar disampaikan.

Beberapa saat kemudian.

"Nyonya, Anda diminta untuk langsung naik ke atas."

"Langsung ke atas?" Luciana sedikit tercengang mendengarnya.

"Iya, Pak Matthias kebetulan ada di ruangannya. Anda akan diantar olehnya."

Pandangan Luciana beralih dari resepsionis pada security yang kini mendekatinya. Pria itu mengangguk dan memberi isyarat untuk mengikutinya. Luciana tidak punya pilihan lain selain mengikutinya masuk ke dalam lift.

Kantor Matthias berada di lantai paling atas gedung itu. Luciana sudah mengetahuinya, meski dia agak lupa karena sudah terlalu lama tidak pernah ke sana lagi.

Saat lift berdenting, mereka pun keluar. Dia mengekori security sembari mengingat setiap detail lorong dan lantai kantor Matthias.

Namun saking seriusnya mengamati, Luciana tidak memerhatikan sekitar sampai tabrakan antara dirinya dengan seseorang, tak terhindarkan.

"Aww!"

Luciana tersentak saat bokongnya membentur lantai lebih dulu, lalu punggungnya. Dia terjengkang karena sepertinya benturan itu cukup kuat, tapi bukan hanya dirinya saja yang jatuh, orang yang bertabrakan dengannya juga. Luciana meringis sakit di bagian sikut yang menjadi penyangga saat dia jatuh.

"Aduh, ya ampun! Sakit banget. Siapa sih yang nabrak! Tidak punya mata, ya?"

"Nyonya Victoria, Anda baik-baik saja? Mari saya bantu!"

Saat security sedang membantu Victoria untuk bangun, Luciana yang melihat kejadian itu justru malah terdiam. Menatap lekat adik tirinya yang membersihkan pakaiannya sementara security itu mengambil beberapa barang milik Victoria yang jatuh.

Bagai sebuah ironi, kilas balik dan ingatan menyakitkan di kamar hotel, tiba-tiba berputar di kepala Luciana sekarang. Suara tawa yang dia dengar dan gaun tipis yang berceceran di lantai kamar hotel mustahil dia lupakan.

Tangannya mengepal tanpa sadar. Luciana bangkit tanpa melepaskan pandangannya dari Victoria sedikit pun. Rasanya, darahnya seperti mendidih sekarang.

"Cckk, kau kenapa diam saja? Harusnya kau minta—Luciana?"

Luciana bergeming saat Victoria menatapnya kaget. Wanita itu tampak kebingungan dan mungkin masih mencerna situasi yang terjadi.

"Jadi kau yang menabrakku? Apa yang kau lakukan di sini?"

"Anda mengenalnya, Nyonya? Nyonya ini katanya mau bertemu dengan Pak Matthias."

Luciana melirik sekilas security yang bertanya dan tampak keheranan karena Victoria mengenalnya.

"Dia Kakakku. Bertemu Matthias? Kau ada urusan apa bertemu suamiku?"

Luciana mendengkus. Dia sama sekali tidak tertarik menjawab rasa ingin tahu Victoria. Dia bahkan malas melihat wajahnya. Namun melihat reaksinya, dia menyadari kalau Victoria kemungkinan belum tahu jika dia dan Matthias sudah mengetahui perselingkuhannya.

"Bukan urusanmu."

Victoria tampak kaget dan menyipitkan matanya mendengar tanggapan Luciana. Dia lalu beralih pada security dan menyuruhnya segera pergi meninggalkan mereka.

"Itu urusanku. Tidak biasanya kau datang ke tempat suamiku. Ada apa? Kenapa kau juga terlihat aneh? Kau bahkan tidak mau menatapku."

"Karena aku muak melihat wajahmu. Jadi menyingkirlah sebelum aku memukulmu!"

"Apa? Ada apa denganmu? Kenapa kau kasar seperti ini?"

Luciana tidak menggubris pertanyaan Victoria. Dia pun hendak pergi dari sana, tapi sebelum dia bisa melewatinya, Victoria menggenggam tangannya.

"Hei! Aku belum selesai bicara denganmu! Kau ini—"

Sebelum Victoria bicara lebih lanjut, Luciana yang kepalang emosi, menarik tangannya dan melayangkan tamparan kuat di wajah adik tirinya.

Tamparan itu sangat keras sampai wajah Victoria terlempar ke samping. Sudut bibirnya robek dan Luciana bisa melihat ekspresi syok di wajah adik tirinya yang kini menemukan darah.

Ada tatapan ngeri dan takut di mata Victoria, tapi kemudian berubah jadi marah. Sementara Luciana masih tetap diam dengan kedua tangan mengepal.

"Kau menamparku? Kau gila, ya?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Hangover

    Luciana mengerang gelisah dalam tidurnya. Dia merasakan sakit kepala dan sensasi mual yang teramat sangat, hingga matanya terbuka seketika. Dia belum sempat memikirkan apa pun ketika tubuhnya bergerak secara refleks mencari kamar mandi dan muntah di sana. Rasa pusing dan sakit kepala yang hebat, membuatnya benar-benar kesulitan. Suaranya yang tidak berhenti, berhasil mengganggu tidur Matthias. Dia membuka matanya dengan terpaksa dan mengernyit ketika mendengar suara seseorang yang muntah-muntah. Matthias mengumpulkan kesadarannya dan menoleh ke samping. Ketika akhirnya dia segera mengingat semuanya dan terkejut menyadari Luciana tidak ada di sampingnya. Pikirannya terkoneksi pada suara di kamar mandi. Masih agak linglung, dia bangun dari ranjang dengan hanya memakai boxer. Berjalan tergesa-gesa ke dalam kamar mandi dan mendapati Luciana memang di sana."Luci, apa yang terjadi?" Wanita itu mengangkat wajahnya yang pucat. Matthias bisa Luciana tidak baik-baik saja. Seketika dia sad

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Hasrat Tertahan

    "Luci? Apa yang sedang kau lakukan di sana?" tanya Matthias, segera setelah rasa kagetnya reda. Dia mendekat dan menyentuh bahunya, sampai sosok yang duduk di kursi dapur dengan rambut menjuntai itu menoleh. Menatapnya dengan penampilan yang sedikit kacau. Rambutnya berantakan. Air mata membasahi wajah, hidung itu memerah dan kesedihan luar biasa terlukis di sana. Itu jelas Luciana, tapi wanita itu tampak sedikit berbeda. Matthias mengernyit dan mengalihkan perhatiannya ke arah lain, sampai dia menemukan sebotol wine dan gelas sloki di meja. Dia tersentak. Itu adalah miliknya. Pandangannya kembali beralih pada wanita itu dengan mata menyipit. "Kau mabuk?"Tangisan yang tadi sempat terhenti, kini kembali terdengar. Lirih. Luciana tampak menggelengkan kepala dengan mata yang menatap sayu. "Aku tidak mabuk. Hanya minum sedikit."Alis Matthias terangkat. Ragu. Dia mengambil botol wine dan menyadari betapa ringannya. Boto itu jelas kosong. Refleks dia meletakkan lagi sembari mengurut p

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Skenario Matthias

    "Uhuk! Jadi kau membawa iparmu itu ke apartemenmu? Kau benar-benar serius dengannya?"Matthias menenggak minumannya sembari menatap Mike yang terdesak setelah mendengar ceritanya. Mereka kini ada di salah satu bar setelah sebelumnya, dia pergi mencari orang yang bisa membantu mengurus perceraian Luciana dan Felix. Itu memakan waktu cukup lama, sampai dia kemudian baru bertemu dengan Mike sore harinya. Di sini, saat ini. Banyak hal yang mereka bahas, sampai tak terasa, hari mulai gelap. "Ya, aku serius.""Itu mengejutkan, Matthias. Ini benar-benar gila. Aku tidak menyangka kisah rumah tanggamu begitu rumit, tapi baguslah kalau sudah ketahuan." Mike mengangguk lega, meski dia terkejut setelah mendengar kisah perselingkuhan Victoria dengan suami Luciana. Itu diperumit dengan perasaan Matthias yang ternyata menyukai Luciana. "Tapi ... apa tidak terlalu kejam kau menunjukkannya langsung pada Luciana? Dia pasti sangat syok setelah melihatnya."Matthias diam sesaat. Teringat dengan Lucia

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Tinggal dengan Matthias

    Keheningan menyelimuti perjalanan mereka yang entah ke mana. Luciana kini bersandar dan menatap jendela dengan wajah murung. Ada luka dan kekecewaan yang luar biasa dia rasakan saat ini. Hatinya perih. Sakit dan dadanya sesak. Air mata menetes tanpa sadar setelah tadi dia coba menahannya. Ini terlalu mengejutkan. Dia hanya ingin rasa lelahnya dibayar dengan pelukan hangat dan senyum sang suami. Memperbaiki semua dan memulainya dari awal, tapi malah dia melihat sesuatu yang tak pernah dia duga. Luciana hanya bisa terisak sekarang. Menahan rasa kesal karena kebodohannya sendiri. Sampai sebuah tangan terulur dan menyodorkan sapu tangan ke arahnya. Dia menoleh dan melihat Matthias meliriknya. "Kau bisa menggunakannya. Menangislah sampai puas jika itu bisa membuatmu lega."Luciana meraih sapu tangan itu dan langsung menangis keras. Dia sesenggukan. "Aku benar-benar sangat bodoh. Aku memberinya kesempatan, tapi dia kembali mengkhianatiku. Aku menyesal percaya padanya."Luciana mengusap

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Keputusan Akhir

    Cincin emas sederhana yang pernah Felix sematkan di jarinya, kini menggelinding di lantai. Tepat di bawah kaki Felix yang terperangah. Wajah pria itu memucat. Menatap cincin dan wajah dingin Luciana bergantian. "L-luci, jangan bercanda. Aku tidak akan menceraikanmu, Sayang."Diambilnya cincin itu oleh Felix. Dia menatap nanar Luciana. "Aku masih sangat mencintaimu.""Cinta?" Luciana tertawa. Sinis. Dia melirik jijik pada Felix dan semua omong kosongnya. "Kau pikir aku akan percaya lagi dengan omong kosongmu? Mereka yang mencintai pasangannya, tidak akan pernah mengkhianatinya, dan kau ... kau sudah dua kali melakukannya!"Wajah Felix semakin ditekuk. Muram. "A-aku tahu aku salah. Aku minta maaf, Luci. Aku tadi merasa mabuk. Aku tidak tahu kenapa aku melakukannya. Aku terbawa suasana begitu saja.""Aku tidak mau mendengar alasanmu lagi, Felix." Luciana mendengkus tak peduli. Dia berbalik menghadap Matthias yang masih di sana dan menggenggam tangannya. "Ayo! Aku muak di sini.""Ya."Lu

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Bercerai?

    Keheningan terjadi. Luciana kali ini menangkap basah perbuatan mesum suami dan adik tirinya. Dia tidak lagi menghindar seperti sebelumnya. Namun sialnya, melihat langsung adegan menjijikkan itu, matanya tiba-tiba memanas. Perih. Kedua tangannya mengepal. Mencoba berdiri dengan wajah tegak tanpa air mata, tapi... dia tidak bisa menahannya. Dia melihatnya langsung. Tubuh suaminya menempel dengan adiknya sendiri. "L-luci, aku bisa jelaskan!"Luciana menarik napas tajam ketika melihat Felix menarik diri dari tubuh Victoria yang bersandar di meja. Wanita itu terkesiap dan cairan menjijikan keduanya menetes, mengotori lantai dapur. Luciana ingin menjerit. Dia benar-benar ingin mengamuk dan melempari keduanya dengan apa pun, tapi tiba-tiba, matanya menjadi gelap. Dia refleks menyentuhnya dan menyadari itu adalah sepasang tangan yang menutup matanya. "Kau tidak perlu melihat hal yang menjijikkan dan mengotori matamu.""Matthias?"Luciana merasakan tubuhnya yang tegang, rileks perlahan.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status