Share

Tawaran Kerja

Penulis: Koran Meikarta
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-29 13:00:00

Luciana sedang fokus. Dia mengerjakan semua berkas yang menumpuk di meja. Entah sudah berapa lama, dia tidak menghitungnya, tapi yang pasti, suara gelas yang diletakkan di sebelahnya, berhasil mengalihkan fokusnya.

"Minumlah."

Mata Luciana berkedip. Dia menatap Matthias yang meletakkan gelas berisi cairan berwarna merah, lalu duduk sambil menyilangkan salah satu kaki. Memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa dia artikan.

Luciana pun meletakkan berkas yang sedang dia kerjakan dan mengambil gelas itu. Namun dia tidak langsung menenggaknya. Hidungnya mengendus minuman itu, sebelum kemudian melirik iparnya lagi sembari meletakkan gelasnya di tempat semula.

"Maaf, aku tidak minum alkohol."

"Itu hanya wine."

"Tetap saja, itu alkohol."

"Baiklah, kau mau apa?"

Luciana berkedip saat melihat Matthias berdiri dan mengambil gelas wine itu. "Tunggu, kamu mau mengambilkan minum untuku?"

"Ya, ada apa?"

Ada apa?

Itu adalah pertanyaan sederhana, tapi berhasil membuatnya melongo. Tidak pernah dia berpikir sedikit pun, seorang seperti Matthias akan menyiapkan minuman untuknya. Walau pikiran itu segera ditepisnya saat dia teringat dengan apa yang dilakukan Matthias kemarin.

"Tidak usah. Maksudku, aku juga tidak akan lama di sini. Tidak perlu repot-repot. Aku tidak mau mengganggu waktumu."

Luciana bermaksud baik. Dia tidak ingin membuat seorang direktur muda seperti Matthias harus menyajikan minuman, saat pria itu harusnya sibuk bekerja. Meski rasanya, dia baru menyadari jika Matthias sejak tadi tidak melakukan apa-apa dan hanya menemaninya.

"Baiklah kalau tidak mau, tapi kau tidak merepotkanku dan maaf, sepertinya kau akan lebih lama di sini."

"Huh? Apa maksudmu?"

Luciana mengernyit bingung. Tidak mengerti kenapa Matthias bicara demikian, tapi kemudian, dia melihat pria itu duduk kembali sembari meletakkan gelas wine yang tadi dibawanya.

"Orang yang kutugaskan membawa tasmu, sekarang terjebak macet. Mungkin akan datang sedikit lebih lama."

"Macet?"

Luciana merasa aneh dengan ucapan Matthias. Tadi dia datang tanpa ada masalah dan masih ada satu jam sebelum jam makan siang tiba. Apakah benar sudah macet saat ini?

"Bagaimana bisa? Kurasa ini bukan jam para pekerja istirahat atau pulang."

"Kudengar ada pohon tumbang yang menghalangi akses jalan utama."

Luciana spontan terdiam dan berpikir. Tidak ada hujan badai semalam. Dia yakin itu, tapi pohon tumbang juga bisa terjadi karena faktor lain dan mustahil iparnya berbohong.

"Baiklah, aku akan menunggu sampai orangmu datang," ucapnya sambil kembali fokus pada berkas di meja. Dia hampir menyelesaikan semuanya.

Namun beberapa saat kemudian, dia tetap merasakan kehadiran Matthias. Duduk di depannya tanpa melakukan apa pun. Itu membuat Luciana spontan mengangkat kepalanya dan menangkap basah Matthias yang ternyata sedang memandangnya.

Sayangnya, alih-alih pria itu merasa malu karena ketahuan sedang menatapnya, justru malah Luciana sendiri yang menjadi malu. Dia dengan cepat menunduk dan berusaha fokus pada pekerjaannya, meski dia jadi gugup sendiri.

"Kenapa kamu diam saja di sana? Kenapa tidak bekerja?"

"Pekerjaanku sudah selesai."

"Huh?"

Kepala Luciana terangkat. Dia berkedip saat menatap Matthias. Selesai? Alisnya berkerut dalam.

Rasanya itu mustahil.

Sebagai seorang direktur, harusnya Matthias sangatlah sibuk, tapi pria ini mengatakan tugasnya selesai? Terdengar seperti sebuah kebohongan. Namun jika berbohong, apa tujuan Matthias melakukannya?

Dia menggeleng. Mengusir semua pertanyaan dan rasa ingin tahunya. Terserah pria itu. Dia tidak boleh terlalu banyak mencari tahu.

"Itu mengejutkan. Seorang bos besar sepertimu ternyata memiliki waktu luang." Luciana berbasa-basi.

"Tidak juga. Sebenarnya ada rapat saat ini, tapi kubatalkan."

Luciana yang awalnya masih fokus menyelesaikan pekerjaan yang diminta Matthias, seketika terperangah. Dia menatap pria itu tak percaya. "Apa? Kenapa dibatalkan?"

"Rapat itu tidak terlalu penting," ucap Matthias sambil terus menatap lekat Luciana.

Hal tersebut pun, membuat Luciana merasa malu, tapi dia masih penasaran dengan jawaban iparnya. Seolah sepertinya, ada alasan lain yang lebih kuat selain 'tidak terlalu penting'. Namun dia tidak bisa menebaknya.

Luciana memilih menyodorkan kertas yang telah selesai dia periksa karena tidak ingin terjebak dalam suasana canggung.

"Aku hampir selesai. Kurasa kamu harus memeriksanya."

Luciana melihat Matthias mengalihkan pandangan darinya pada tumpukan kertas yang dia sodorkan. Pria itu mengeceknya saat dia melanjutkan kembali pekerjaannya sambil sesekali meliriknya.

Ada banyak pertanyaan dalam kepalanya soal iparnya ini. Dia masih penasaran apa yang dilakukan Matthias pada Victoria setelah apa yang terjadi kemarin. Apa pria ini benar-benar tidak mengatakan apa-apa pada Victoria?

"Semuanya sempurna. Kemampuanmu memang tidak bisa diragukan."

Suara berat milik Matthias, menyadarkan Luciana dari lamunan. Dia yang awalnya fokus pada hubungan ipar dan adik tirinya, kini teralihkan. Pujian sederhana itu membuat dadanya menghangat. Sampai senyum cerah kini menghiasi wajahnya yang sejak tadi terlihat murung.

"Terima kasih. Aku senang bisa membantu. Aku akan menyelesaikan sisanya."

"Kau tersenyum sekarang. Kau sepertinya senang dengan pekerjaan yang kuberikan."

Luciana yang menjadi lebih bersemangat untuk mengerjakan semua berkas tersisa, seketika terdiam saat Matthias berkomentar. Senyumnya lenyap bersamaan dengan sebuah kesadaran yang muncul. Dia menatap lekat pria itu yang kini terlihat puas.

Senang?

Kata itu bagaikan sesuatu yang tidak mungkin ada dalam kondisinya yang menyedihkan saat ini, tapi harus Luciana akui, kalau Matthias tidak salah.

Dia senang. Dia senang ada orang yang memuji pekerjaannya dan membuatnya berhasil mengalihkan perhatian dari masalahnya walau hanya sesaat.

"Jangan bilang, kamu memintaku mengerjakan semua ini bukan untuk menguji kemampuanku? Tapi kamu ingin membuatku sibuk dan melupakan masalahku?" tebaknya yang berhasil menarik kesimpulan.

Luciana menatap serius Matthias yang seperti biasa menunjukkan ekspresi tenang. Hingga tak disangka, pria itu berdiri. Keningnya sontak berkerut dan dia berpikir pria itu akan pergi, tapi ternyata Matthias malah mendekat dan duduk di sebelahnya.

Dia kaget dan spontan hendak bangkit, tapi tangannya sudah lebih dulu digenggam. Kuat. Bahkan dia merasakan tarikan tangan Matthias, yang membuatnya terpaksa duduk kembali.

"Lebih dari itu. Aku tahu kemampuanmu dan ingin menawarkan pekerjaan. Kau mau jadi asisten pribadiku?"

Luciana terperangah. Dia berkedip beberapa kali. Memastikan apa yang didengarnya tidak salah. Matthias menawarkannya pekerjaan?

Itu adalah hal yang lucu.

Dia tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat setelah mendengarnya. Jelas semua itu karena dia kaget. Dia tahu perusahaan apa yang dimiliki keluarga Sinclair ini. Dia pernah bermimpi untuk berkarier di sana.

Tapi ....

Karena bujukan dari ibunya, dia akhirnya bekerja di perusahaan ayah tirinya. Membantu ayah tirinya, meski mimpinya untuk terus berkarier harus kandas setelah dia memilih menikah dengan Felix. Luciana memilih menjadi ibu rumah tangga dan fokus mengurus keluarga.

"Kamu bercanda kan? Masih banyak orang yang kemampuannya di atasku."

"Tidak, aku serius. Pekerjaanmu rapi."

Luciana melihat keseriusan di mata Matthias. Pria ini jelas sungguh-sungguh dengan perkataannya, tapi dia terikat janji pada suaminya. Meski memang hubungan mereka sedang memburuk sekarang.

"Aku tidak tahu, Matthias. Aku sudah memutuskan untuk tidak bekerja setelah menikah. Aku sudah berjanji dan tidak mungkin aku mengingkarinya."

"Apa kau masih memikirkan pernikahanmu yang hancur itu?"

Luciana terhenyak. Dia terkejut dan refleks mengepalkan tangannya. Menatap Matthias yang terlihat tidak senang, tapi ekspresi pria itu kembali datar. Hingga dia tidak mengerti kenapa iparnya berani mengatakan itu.

"Jangan katakan itu."

"Kau tidak sedang berpikir untuk kembali pada suamimu?"

Kepalanya tertunduk. Luciana mendadak gelisah sendiri dengan pertanyaan Matthias. Dia tidak tahu harus memberikan reaksi seperti apa. "Matthias, aku tidak mau membicarakannya."

"Kau bisa mendapatkan uang dan hidup di atas kakimu sendiri tanpa perlu khawatir apa pun. Kau bukan wanita lemah."

Perasaan Luciana semakin campur aduk mendengar perkataan Matthias soal dirinya. Dia bisa melihat tatapan pria itu yang seolah berusaha mendukungnya. "Matthias—"

"Tidak perlu menjawab sekarang. Aku akan memberimu waktu berpikir," potong Matthias, yang tidak memberi jeda bagi Luciana menolak.

Menyadari iparnya sedikit memaksa, dia pun hanya bisa mengangguk. Memilih tidak lagi berdebat karena dia akan kalah. "Iya, aku akan memikirkannya."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Muliahati Ziliwu
wanita bodoh karena bucin
goodnovel comment avatar
Erik Wijiarto
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Adik untuk Elias (End)

    Lima tahun kemudian. Di sebuah rumah besar nan mewah, tempat yang dulu dingin dan tidak ada tawa sama sekali, kini berubah menjadi lebih hangat. Celotehan kecil dan tawa renyah sebuah keluarga, mengisi rumah sejak lima tahun lalu. Kebahagian mereka menyebar di setiap sudut. Bahkan membuat para asisten rumah tangga ikut merasakan kebahagiaan. Hal-hal kecil terasa begitu bermakna dan hidup. Semua orang dihargai dan mendapat rasa hormat yang sama. Semua itu karena kehadiran nyonya baru mereka. Wanita yang memberi warna baru dan menciptakan kebahagiaan dalam hati setiap penghuni rumah. "Bi, bisa tolong potong sayurnya?" Suara lembut menyadarkan lamunan seorang wanita paruh baya, yang merupakan salah satu pembantu di sana. Kepalanya menoleh cepat. "Ah, baik, Nyonya!" jawabnya refleks, tapi sesaat kemudian dia bingung dan kembali melirik majikannya. "Eh, tadi Anda suruh apa, ya?" Sang majikan menoleh. Senyum kecil tersungging di bibirnya. Kepalanya menggeleng pelan saat pembantu

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Takdir yang Berpihak

    Hari yang dinanti akhirnya tiba, pagi itu adalah hari yang menegangkan bagi Luciana dan Matthias. Ini jelas pernikahan kedua bagi mereka, tapi tetap berhasil membuat gugup."Ada apa?" tanya Isabelle saat menjadi tangan putrinya yang sedang digenggam gemetar. Sekilas, Luciana tampak tegang."Aku gugup."Luciana menoleh sebentar. Dia melihat ibunya yang tersenyum sambil memegang tangannya. Ayahnya sudah tiada, jadi ibunya yang akan menggiring dia menemui Matthias."Jangan khawatir, Ibu akan bersamamu," ucap Isabelle lembut. Sentuhan ringan mendarat di lengan Luciana dan perlahan wanita itu menjadi lebih rileks. "Ayo ...!"Dengan satu gerakan ringan, Luciana memeluk lengan ibunya dan mengangguk. Dia mulai melangkah masuk ke dalam ruangan.Sesaat, ballroom hotel menjadi senyap. Semua mata kini tertuju pada Luciana maupun Isabelle, yang melangkah di atas karpet merah panjang yang membentang dari pintu masuk, sampai ujung panggung, tempat Matthias berdiri.Musik instrumental modern—piano le

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Persiapan Pernikahan

    "Sepertinya tidak banyak perubahan terjadi pada tubuh Anda. Apa Anda merasa nyaman memakainya?"Luciana menatap cermin di depannya. Melihat pantulan dirinya yang berdiri dengan gaun pengantin putih tanpa lengan yang mengembang di bagian perut ke bawah. Ada bordiran halus dan detail kecil di ujung gaun. Sementara di sisi lain tampak polos. Gaun itu menutupi perutnya yang mulai membengkak. Luciana menyukainya. Tidak terasa sesak di bagian perut. "Ya, ini nyaman. Sedikit longgar, tapi jangan diperkecil lagi." Luciana mengelus perutnya sambil melirik desainer. Desainer yang berada di belakangnya tersenyum kecil, sembari mencatat sesuatu di buku catatannya. "Baik, saya tidak akan ubah. Justru bagus kalau sedikit longgar," ucapnya sambil menunduk dan merapikan lipatan gaun di lantai. "Anda akan jauh lebih nyaman saat bergerak."Luciana menatap pantulan dirinya sekali lagi. Cahaya dari lampu kristal di langit-langit jatuh lembut di atas kain satin putih itu, memantulkan kilaunya yang hal

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Perasaan yang Terbalas

    Satu minggu kemudian.Semua orang menjadi sibuk sekarang. Matthias hampir tidak punya waktu di rumah. Pria itu nyaris tidak pernah pulang, tidak pula sempat menghubunginya. Tak hanya itu, Alexander juga ikut sibuk. Termasuk ibunya yang beberapa kali dipanggil sebagai saksi atas kematian istri pertama Richard. Mungkin satu-satunya yang menemani adalah Genevieve, karena Arabella sendiri kembali sibuk kuliah. Sayangnya hari ini, Genevieve harus keluar karena katanya ada pembukaan cabang salon baru. Wanita paruh baya itu akan pulang terlambat dan sepertinya, termasuk melewatkan jam makan malam. Jadi Luciana hanya bersama dengan pembantu di rumah. Menunggu ibunya atau Genevieve pulang. "Nyonya, ini susu untuk Anda."Luciana tersadar dan segera menoleh ke arah pembantu yang meletakkan segelas susu di meja. Dia tahu itu adalah susu ibu hamil. "Terima kasih, Bi.""Apa ada sesuatu yang Anda butuhkan lagi?""Tidak, Bi. Aku akan mengambilnya sendiri kalau ada sesuatu.""Baiklah, saya pamit ka

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Berhasil Diredam

    Setelah kejadian itu, rumor buruk tentang mereka akhirnya yang berhasil diatasi. Matthias dan Luciana tidak perlu berpisah sementara. Semua kembali normal. Meski memang, beberapa orang masih tidak menyukai apa yang terjadi. Sayangnya, sekeras mungkin mereka mencoba menggali lebih dalam, tidak ada bukti nyata perselingkuhan Matthias dan Luciana. Semua dianggap sebagai kesalahpahaman dan tentu saja, malah berita tentang Victoria yang dinyatakan valid. Keluarga Richard pun tidak yang menuntut, meski sebelumnya telah menuduh Matthias melakukan sesuatu. Mereka tidak punya bukti, tidak ada fakta jika Matthias yang berbuat jahat pada Richard atau pun Victoria. Sementara kejahatan jelas dilakukan keduanya. Hingga akhirnya, hari ini Matthias mengantar Luciana ke kuburan Victoria. Mereka tidak datang berdua. Ada Isabelle dan juga Genevieve yang ikut. Semua bukan tanpa alasan. Mereka menghindari gosip buruk yang dikhawatirkan terjadi jika hanya Matthias dan Luciana berduaan. Tentu saja, Matt

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Jalan Keluar

    Di sisi lain, Luciana berjalan mencari keberadaan ibunya ke setiap ruangan. Namun rupanya, sang ibu berada di ruang tengah bersama Genevieve. Keduanya tampak serius menatap layar ponsel. Dia menjadi ragu sejenak, tapi segera suara Matthias terdengar memanggilnya. "Luci! Dengarkan dulu penjelasanku!"Luciana dengan mudah ditangkap. Matthias menggenggam tangannya dan berhasil menarik perhatian Genevieve mau pun Isabelle. "Lepas, Matthias! Aku tidak mau mendengarmu!" "Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud meremehkanmu atau apa. Aku hanya khawatir, aku tidak mau kau kepikiran masalah ini.""Hei? Apa yang terjadi di sini? Kalian bertengkar?"Genevieve langsung berdiri, diikuti oleh Isabelle. Keduanya menatap heran Luciana dan Matthias, padahal beberapa menit lalu mereka tampak harmonis. "Matthias, ada apa ini? Kamu menyakiti Luciana?""Bukan, Bu. Dia hanya salah paham.""Matthias menyembunyikan sesuatu dariku! Dia tidak bilang kalau sekarang media sedang memberitakan tentang kami!" Lucia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status