Dini hari itu, tepatnya jam dua pagi, mobil berwarna merah muda berhenti di halaman rumah mewah. Sang empunya mobil turun dan menutup pintu dengan sempoyongan. Pandangannya kabur, sehingga menyulitkannya memasukkan pasword kunci rumah. Untunglah setelah dua kali usaha, pintu rumah terbuka. Dia menutupnya dan melempar heelsnya sembarang. Kakinya melangkah sempoyongan, beberapa kali nyaris menabrak barang karena kondisi rumah yang gelap. Namun berkat perjuangan yang sulit, dia berhasil mencapai pintu menuju kamarnya. Dia naik perlahan ke ranjang dan dalam kondisi cahaya yang minim, matanya melihat siluet seseorang berbaring. Berpikir itu suaminya, dia langsung ikut berbaring dan memeluknya. "Matthias, kamu tidur di sini? Kamu merindukanku? Kamu mencintaiku?" gumamnya dengan mata setengah terpejam. Dia menyusupkan dagunya pada orang yang dikira suaminya. "Sudah kubilang, kita tidak usah cerai. Kita saling mencintai.""Victoria? Itu kau?"Sebuah suara menyahut. Tubuh yang dipeluk Vict
"Kukira tadi itu Victoria, ternyata kau."Luciana menatap pria yang merupakan teman Matthias. Mereka duduk berhadapan di meja makan dengan Matthias yang duduk di sampingnya. Ekspresi wajahnya tidak lagi menunjukkan kekesalan, tapi justru penasaran dan terhibur. Dia bisa merasakan sorot mata yang menilainya dan itu membuatnya sedikit tidak nyaman. Dia hanya tersenyum kaku tanpa melakukan apa pun. Bahkan untuk memakan satu suap makanan, rasanya sulit. "Maaf, apa Anda mengenal saya?" tanya Luciana hati-hati pada pria itu. "Jangan terlalu formal. Panggil aku Mike. Aku mengenalmu karena Matthias sering bercerita," jawab Mike santai. Melirik Matthias yang begitu fokus melanjutkan makan. "Tapi aku tidak menyangka kalau Matthias benar-benar membawa wanitanya ke rumah ini. Sangat berani."Wanitanya. Luciana tersentak dan pipinya seketika memerah. Dia melirik Matthias dan teman pria itu bergantian. Bertanya-tanya dalam hati, apa saja yang Matthias ceritakan tentangnya pada Mike? "Kau tahu
'Kamu hamil.' Kata-kata itu kembali terngiang di kepala ketika Luciana duduk di tepi ranjang setelah selesai mandi. Dia termangu sesaat sambil mengusap perutnya yang rata. Empat minggu. Dokter memberitahu kalau kandungannya berusia empat minggu. Itu jelas anak Matthias, tapi sampai detik ini, dia belum memberitahu pria itu. Dia juga meminta Alexander untuk tidak mengatakannya. Luciana dilema. Dia sendiri tidak tahu bagaimana reaksi Matthias jika dia memberitahu perihal kehamilannya ini. Mengingat kehamilannya sama sekali tidak dia rencanakan. Luciana terlalu santai, karena belum pernah merasakan kehamilan selama tiga tahun pernikahannya dengan Felix. Dia nyaris lupa, kalau dia tidak mandul. Tapi .... Tidak peduli apa yang terjadi, dia akan menjaga anak dalam kandungannya. Kehamilan ini, bagaimana pun adalah hal yang paling dia idam-idamkan sejak tiga tahun lalu. Luciana akan merawatnya setelah semua masalahnya beres. "Mungkin nanti saja aku beritahu Matthias. K
Sore itu, Matthias sudah diizinkan pulang oleh dokter. Kondisinya yang tidak terlalu parah, membuatnya tidak perlu penanganan intensif sampai harus menginap. Namun, bukannya pulang ke apartemen, kali ini Matthias pulang ke rumahnya dan Victoria. Semua karena orang tuanya mengantar kepulangannya. "Kamu baik-baik saja kan kami tinggal? Atau kamu mau Ibu jaga kamu di sini?"Genevieve menatap putranya yang duduk di sofa dengan wajah yang sudah tidak lagi pucat. Tidak rela ketika harus meninggalkan putranya yang dia anggap belum pulih. "Jangan khawatir. Ada Victoria dan Luciana di sini. Ibu dan Ayah pergi saja. Bella juga harus kembali bersiap untuk fokus belajar." Matthias melirik adiknya yang tampak diam saja dengan wajah tak terbaca. Tidak ada raut wajah senang atau haru menghiasinya. Seolah ada sesuatu yang mengganggu, tapi dia segera menepis semua pikiran itu. "Tidak perlu khawatir, Sayang. Matthias itu laki-laki. Dia tidak terluka parah.""Aku tahu, tapi tetap saja! Aku khawatir
"Luciana ...." Gumaman lirih keluar dari mulut Matthias yang tertidur. Kedua alisnya mengernyit. Ada kegelisahan di wajahnya. Keringatnya menetes. "Matthias?"Kerutan alis Matthias semakin dalam. Dia menggelengkan kepala ketika mendengar suara itu. Tubuhnya diguncang pelan. Memaksanya untuk mau tak mau membuka mata dan menatap seorang wanita di sebelahnya. Namun pandangannya masih buram. "Luciana?""Aku bukan Luciana. Aku istrimu. Victoria!"Matthias tampal mengerutkan dahi, tapi perlahan dia mulai bisa melihat semuanya dengan jelas dan orang yang ada di sampingnya memang benar adalah Victoria. Ketidaksenangan langsung terlihat di matanya. Matthias menepis tangan Victoria yang memegang tangannya. Cukup sadar untuk mengingat apa yang terjadi. "Apa yang kau lakukan di sini?" "Kenapa kau bertanya begitu? Tentu saja aku di sini karena khawatir dengan suamiku sendiri. Kau tidak tahu betapa cemasnya aku mendengar kabar kau kecelakaan!" Hati Matthias tidak tersentuh sedikit pun oleh k
"Sayang, kamu percaya tidak dengan apa yang dikatakan Victoria? Aku tidak bisa berhenti memikirkannya."Genevieve melirik suaminya yang duduk berhadapan dengannya. Mereka ada di restoran sekitar rumah sakit saat ini. Mengisi perut sekalian mencari udara segar untuk menenangkan diri. Namun meski sibuk mengisi perut, pikiran Genevieve sama sekali tidak beranjak dari apa yang telah terjadi beberapa menit sebelumnya di rumah sakit. Apa yang dikatakan Victoria membekas dan mnimbulkan keraguan yang nyata dalam benaknya. "Berhenti mengkhawatirkan itu. Kamu percaya pada putramu kan? Matthias tidak akan melakukan hal yang membuat malu keluarga kita."Jawaban Alexander terkesan tak acuh dan tak begitu mau membahas soal tuduhan Victoria terhadap Matthias atau pun Luciana. Itu membuat Genevieve meradang. "Aku tahu. Matthias itu anak yang baik. Putraku, aku yang melahirkannya, tapi sepertinya Victoria juga tidak bohong."Alexander yang sudah merasa terganggu, akhirnya menghentikan makannya. Mat