“Beraninya kau mencampur obat ke minumanku!” dengus Lucas geram.
Ariella langsung mengurungkan niatnya keluar kamar, saat mendengar bunyi pekak cangkir yang menghantam lantai. Begitu berpaling, maniknya pun membelalak melihat Lucas Baratheon memegangi pelipis.
“Tu-tuan Muda!” Pelayan cantik itu bergegas menghampiri sang tuan.
Ariella semakin bingung saat mendapati keringat dingin memenuhi kening Lucas. Pandangannya pun jatuh pada cangkir kopi yang baru dia berikan untuk pria tersebut.
“Tuan Muda, apa Anda baik-baik saja?” tanya Ariella buncah.
Alih-alih menjawab, pria itu malah mencengkeram leher Ariella dan mendorongnya mundur, hingga punggung pelayan tersebut menatap dinding.
“Ugh, Tuan Muda—”
“Kau sengaja?!” Lucas segera menyambar ucapan Ariella yang napasnya tercekat.
Sorot mata pria itu amat tajam, sungguh mengintimidasi Ariella sampai sulit mengeluarkan kata. Sialnya, kesabaran Lucas semakin terkikis seiring sensasi panas yang merayapi tubuhnya.
Dengan manik gemetar, Ariella pun menjawab, “Tu-tuan Muda, sepertinya Anda salah paham. Saya … saya tidak tahu apa yang terjadi. Saya hanya mengantar minuman dari Kepala Pelayan untuk Anda. To-tolong lepaskan saya.”
Ariella berusaha memberontak, tapi Lucas kian tak terkendali saat napas hangat wanita itu berhembus ke lehernya. Sensasi panas mulai mendominasi. Terlebih saat tatapan pria tersebut jatuh pada busungan payudara Ariella. Tinggal hitungan waktu sampai kewarasan Lucas pecah!
“Tuan Muda, tolong biarkan saya pergi.” Ariella merintih takut.
Tangannya berupaya mendorong dada sang pria. Akan tetapi, sentuhan itu malah semakin membuat Lucas berantakan. Disertai hasrat berbahaya, Lucas justru mencekal kedua tangan Ariella, mengarahkannya ke atas kepala dan mengunci dengan cengkeraman.
Manik bulat wanita itu membesar kala posisinya amat memalukan. Dia merasa akal sehat Lucas sudah lenyap. Padahal selama ini pria tersebut tak pernah menatapnya, bahkan selalu memandang jijik seakan melihat serangga.
‘Aku harus cepat pergi darinya!’ batin Ariella dalam hati.
“Jangan berharap kabur setelah membuatku sekacau ini!” decak Lucas seolah bisa membaca pikiran Ariella.
“A-apa maksud Anda Tu—”
“Ahh!”
Belum tuntas ucapan Ariella, Lucas tiba-tiba membungkam mulutnya dengan ciuman. Sentuhan asing itu terasa panas saat sang pria memanggutnya dengan kasar. Bahkan Lucas yang dikuasai gairah, langsung menyeret Ariella ke ranjang.
Ariella berusaha mundur, tapi sialnya Lucas lebih dulu menindih tubuhnya yang ramping. Mata wanita itu berkaca-kaca melihat Lucas yang menatap layaknya binatang buas.
“Sa-sadarlah, Tuan Muda. Anda—”
“Argh!” Ariella sekejap menjerit saat Lucas merobek seragam pelayan hitam putihnya.
Lucas benar-benar dibuat gila karena pengaruh obat perangsang yang telah diminumnya. Ariella yang tenaganya kalah kuat, tak bisa mendorong pria itu menjauh. Hingga malam panas yang menyakitkan berhasil merenggut kesuciannya.
Sampai esok hari, Ariella pun terbangun dengan tubuh serasa remuk.
“Ahh ….” Wanita itu merintih saat merasakan lengan kekar melingkari pinggangnya.
Begitu membuka mata, Ariella sontak tertegun karena menyadari Lucas memeluknya tanpa busana. Pikiran wanita itu berputar pada insiden tadi malam, memicu irisnya membalalak lebar.
‘Ti-tidak mungkin. Aku dan Tuan Muda … i-ini mustahil!’ Wanita itu bergeming selaras dengan air matanya yang mengancam tumpah.
Dia berpaling menatap Lucas lagi seraya membatin, ‘kenapa? Kenapa kau melakukan ini padaku, Tuan Muda? Kenapa hal ini harus terjadi padaku?’
Ariella menggigit bibir bawahnya, seiring kedua tangan mencengkeram selimut untuk menutupi tubuh yang polos. Dia merasa jijik pada diri sendiri.
‘Ayah, maafkan aku. Aku sungguh minta maaf, Ayah …,’ batinnya dengan eluh yang mengalir dari pelupuk mata.
Awalnya Ariella dipaksa menjadi pelayan rendahan di mansion Baratheon demi menebus kesalahan mendiang sang ayah, yang ditetapkan sebagai pembunuh istri pertama pimpinan Baratheon Group. Namun, wanita itu malah jadi pemuas nafsu putra sulung mereka.
Ariella perlahan melepaskan diri dari Lucas, lantas bangkit dari ranjang itu. Tangannya memunguti pakaian yang robek dari lantai, lalu diam-diam pergi dari kamar tersebut sebelum Lucas bangun.
Namun, baru saja membuka pintu, Ariella langsung tertegun mendapati seseorang menghadangnya.
“Apa-apaan ini?!” tukas wanita paruh baya memicing sinis.
“Kau mabuk?” Damien berujar selaras alisnya yang bertaut.Dia yang kebetulan turun ke lantai bawah setelah menyelesaikan pekerjaan, malah tak sengaja melihat Ariella. Damien merengkuh pinggang wanita itu, tapi Ariella malah menggeleng sambil menatap nanar.“Temani aku minum. Aku sedang bosan,” ujar wanita tersebut.“Sudah cukup, kau bisa pingsan jika minum terus.” Damien memeringatkan penuh perhatian.Terlebih dia melihat jelas mata Ariella berubah merah. Meski tidak tahu kebiasaan mabuk wanita ini, sebab Ariella selalu menjaga diri di depannya, tapi Damien tak bisa mengabaikannya.Namun, Ariella tetap nekat. Dengan kesadaran yang menipis, dia menunjuk-nunjuk dada Damien dengan jarinya.“Kan ada kau. Bukankah kau bilang akan selalu di pihakku? Artinya kau harus menurut padaku!” tukas Ariella disertai wajah tertekuk.Damien tersenyum miring. Baru kali ini dirinya melihat sisi manis Ariella. Dan itu sungguh membuatnya gemas, bahkan semakin penasaran mengenai tindakan lain saat wanita itu
“Damien, aku ….” Ucapan Ariella kembali tertelan saat dirinya menatap pria itu.Baginya, Damien Rudwick sosok penyelamat yang begitu baik. Dia juga pria sejati yang tak pernah menyakitinya. Akan tetapi, Ariella tak pernah memikirkan pernikahan dengannya. Hidup wanita itu hanya untuk Ava. Mengenai pria, mungkin dia sudah mati rasa.“Lihat aku baik-baik, Ariella. Sejak awal, kau sangat berharga bagiku. Kau dan Ava sama-sama penting untukku. Aku sudah menganggap kalian seperti keluarga. Mari kita buat keluarga yang sebenarnya bersama Ava,” tutur Damien amat serius.Tak ada candaan di mata pria itu. Tapi entah mengapa Ariella semakin ragu.Namun, belum sampai wanita tersebut menimpali, mendadak terdengar seruan bocah yang riang. “Mommy!”Ariella yang berada di dalam mobil, seketika menoleh. Dari kaca spion, dia bisa melihat Ava yang berlari mendekat dengan seragam sekolah. Agaknya gadis kecil itu baru pulang, sebab Jane berjalan di belakangnya.“Temui Tuan Putri kita, kau bisa menjawabku n
“Lepaskan aku!” tukas Ariella mendorong Lucas menjauh.Apalagi saat mengingat bayi Lucas dalam kandungan Giselle, Ariella benar-benar merasa jijik. Sialnya sang pria malah mendekapnya erat, seakan tak mau melepasnya.“Aku merindukanmu, istriku. Maaf, aku terlambat membebaskanmu,” bisik pria itu pelan.Manik Ariella melebar. Dia seketika mengangkat tatapan pada Damien di belakang Lucas.“Ja-jadi yang membebaskanku …,” tutur Ariella ragu-ragu.Lucas melonggarkan pelukan.“Kau pikir Damien yang melakukannya?!” sahut pria itu disertai nada sindiran.Secara tidak langsung, dia menunjukkan pada Ariella bahwa dia mampu melakukan apapun, yang Damien usahakan dengan keras.“Ariella, syukurlah dirimu bebas lebih cepat. Tuan Black dan aku memang mengurus kasus ini, tapi aku tidak tahu kalau Nona Giselle sudah mencabut tuntutannya,” tukas Damien buka suara. Meski kesal, tapi dia harus mengakui kekalahannya.Namun, ini menyebalkan bagi Ariella. Padahal dia sedang kesal dengan Lucas, tapi pria itu
“Luke, kau bercanda?!” Giselle bertanya dengan sorot tegang.Telinganya berdengung, sungguh tak mau percaya bahwa pria itu memutus pertunangan dengannya.Sialnya, wajah dingin Lucas jelas menunjukkan keseriusan. Dia bahkan meraih kotak cincin dari balik jasnya, lalu menyodorkan ke tengah meja.“Mulai sekarang, kita tidak ada hubungan apapun, Giselle!” tukas pria itu tegas.Dirinya bangkit, memberi salam hormat pada Belatia dan Bjorn di seberang meja. Tanpa menunggu sahutan siapapun, Lucas lantas mangkir dari ruangan tersebut diiringi Peter.Namun, tiba-tiba saja Giselle menyusul dan lekas merengkuh lengan Lucas agar berhenti.“Tunggu dulu, Luke! Kau tidak bisa seperti ini!” decak Giselle yang beralih menghadang ke depan.Dia menggeleng panik seraya berkata, “kau kehidupanku, kau tau aku sangat mencintaimu, Luke. Jangan tinggalkan aku. Aku mohon!”Sorot dingin Lucas tak goyah. Dia justru melepas paksa tangan Giselle agar menyingkir darinya.“Hah … tidak, aku tidak mau! Kau milikku, Luke
“Nona Giselle, sebaiknya urus diri Anda sendiri. Jangan samakan saya dengan orang licik seperti Anda!” Damien berujar tenang, tapi irisnya memicing tajam. Sial, Giselle yang berharap Damien mau bekerja sama, malah menolak mentah-mentah. Sungguh memicu amukan membengkak di dadanya.“Hah! Pilihan bodoh, Tuan Damien!” cecar wanita itu menyeringai sengit. “Anda pikir saya akan berhenti hanya karena Anda menolak tawaran saya? Sampai saya benar-benar mendapatkan Luke, Ariella harus disingkirkan!”“Lakukan! Dan bersiaplah menerima akibatnya jika Anda berani mengusik kekasih saya!” sambar Damien penuh tekanan.Dia lantas mangkir melewati Giselle tanpa menunggu sahutan wanita tersebut. Ya, meski dia mencintai Ariella, Damien tak akan memakai cara busuk untuk mendapatkannya. Sebab tak ada bedanya dengan Giselle yang menurutnya gila!Sementara Giselle, kini berpaling mengamati Damien menjauh. Tatapannya berapi-api seakan ingin menjatuhkannya juga.“Brengsek! Dia pikir dirinya siapa? Kau hanya pe
Peter mengeluarkan sapu tangan dari saku, lalu membukanya.“Anda tidak perlu khawatir, Tuan. Saya sudah mendapatkan rambut Nona Ava,” katanya sambil mengangkat tatapan pada Lucas.Sang Tuan berpaling. Tujuannya menemui Ava hari ini memang ingin membuktikan bahwa gadis kecil itu sungguhlah putrinya.“Lakukan tesnya secara diam-diam. Jangan sampai ada orang lain yang mengetahuinya!” Lucas memerintah tegas.Dengan tanggap, asistennya pun menimpali, “saya mengerti, Tuan!”Ya, masalah ini sangat rawan. Terlebih situasi sekarang tidak kondusif karena namanya terseret skandal dengan Ariella dan Giselle.Pria tersebut lantas mangkir menuju mobilnya. Peter sigap membuka pintu bagian belakang.Baru saja menutupnya, tiba-tiba ponsel Peter bergetar. Keningnya mengernyit saat mengangkat panggilan yang masuk.“Kau bersama Lucas?” Terdengar suara Richard dari seberang.Peter melirik Lucas sekilas, lalu menimpali, “ya, Pimpinan.”“Dasar berandal itu! Dia selalu mengabaikan teleponku!” sambar Richard a