“Apa yang kau lakukan? Jangan bilang kau telah bercinta dengan Lucas!” Suara Beatrice menggelegar sengit.
Sorot matanya menatap jijik penampilan Ariella yang berantakan. Terlebih pakaian wanita itu robek di bagian dada. Itu menebalkan asumsi Beatrice, bahwa pelayan ini sudah menghabiskan malam penuh gairah dengan putra tirinya.
“Kau bisu?!” Beatrice kembali memberang hingga membuat Ariella tersentak kaget.
Leher Ariella menegang. Dia kesulitan menelan saliva, apalagi melontarkan kata.
Dengan bulu mata gemetar, Ariella pun menjawab, “mo-mohon maaf, Nyonya Beatrice. Anda salah paham. Saya hanya—”
“Argh!”
Belum tuntas ucapan Ariella, Beatrice sudah melayangkan tamparan keras padanya. Sensasi panas dan berdenyut mendominasi wajah wanita itu. Dia memegangi pipi yang terasa kebas, bahkan sudut bibirnya anyir karena tergores cincin Beatrice.
“Jalang sialan! Kau pikir aku buta?!” Nyonya Baratheon itu menyentak murka. “Berani sekali Pelayan rendahan sepertimu merangkak ke ranjang putra Pimpinan. Apa yang sudah kau lakukan? Kau menggodanya? Kau menggoyangkan pinggul dan memamerkan tubuh? Dasar pelacur!”
Sungguh, ucapan Beatrice benar-benar menusuk dada Ariella. Seumur hidup, dia tak pernah diperlakukan buruk. Ariella selalu menjaga sikap dan tindakan meski hanya putri seorang sopir.
Dengan rahang mengeras, Ariella pun membantah. “Mohon maaf, Nyonya Beatrice. Saya bukan wanita seperti itu. Ini tidak seperti yang Anda duga. Tuan Muda yang menahan saya tinggal di kamarnya.”
Mendengar itu, amukan Beatrice pun naik ke mercu kepala. Tanpa segan, dia menggampar sebelah pipi Ariella lebih kencang, sampai-sampai pelayan itu terhuyung menatap guci besar di sebelahnya. Keramik mahal itu jatuh menghantam lantai. Suara nyaringnya membuat beberapa orang di ruangan lain tercengang. Bahkan mungkin membangunkan Lucas.
Namun, Lucas yang tabiatnya tak suka keributan orang lain, sangat mustahil keluar kamar untuk melihat situasi.
“Pelacur sialan!” Beatrice pun mencecar berang.
Iris tajamnya memicing saat mendapati tangan Ariella bertumpu di pecahan guci hingga berdarah. Tapi Ariella seolah tak merasakannya, karena sesak dalam dada lebih menyakitkan.
“Jangan lupa kau di sini menebus dosa-dosa ayahmu yang sudah membunuh Elizabeth. Jika kau terus bertingkah, keluarga Baratheon bisa melenyapkanmu tanpa seorang pun yang tahu!” Beatrice mendecak penuh amarah.
Tangan Ariella mengepal gemetar sambil berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia memilih diam, karena apapun sanggahannya, Beatrice tetap menganggapnya salah.
“Cepat bersihkan karena ini hari penting untuk keluarga Baratheon!” sentak Beatrice penuh kuasa.
“Baik, Nyonya,” sahut Ariella yang perlahan memungut pecahan guci tersebut.
Semua pekerja mansion Baratheon tampak sibuk mempersiapkan acara resepsi pernikahan Lucas hari ini. Ariella yang kini beranjak ke belakang dengan pecahan guci, malah mendapat tatapan tajam dari para rekan pelayan.
Bahkan Kepala Pelayan yang bertanggungjawab atasnya bertanya sengit. “Apa yang kau lakukan di kamar Tuan Muda?!”
Ariella terhenti. Sejumlah tatapan tajam dari pelayan lainnya serasa menembus wajahnya. Ariella harus angkat bicara. Dia yang merupakan korban, tidak akan tinggal diam hanya karena statusnya lebih rendah di mansion ini.
Wanita itu menelan saliva, lalu bertanya, “apa maksud Anda, Kepala Pelayan? Bukankah Anda yang meminta saya datang ke kamar Tuan Muda?”
“Bicara apa kau, Ariella?!” sambar Kepala Pelayan tadi mendapukkan alis.
“Minuman apa yang Anda berikan pada Tuan Muda?” Ariella menyahut dengan nada gemetar.
“Bukankah kau yang membawakan minuman ke kamar Tuan Muda? Kenapa kau malah bertanya padaku? Kau mau menyalahkanku? Ingat posisimu, Ariella! Jika ayahmu seorang pembunuh, bagaimana bisa kau jadi pelacur?!” Kepala Pelayan itu membalas penuh amukan.
Belum sampai Ariella menimpali, terdengar banyak gunjingan pelayan lain yang menyudutkannya. Sungguh, tidak ada satu pun orang di mansion ini yang memihak Ariella.
Kepala pelayan itu melangkah sambil menyenggol bahu Ariella dengan kasar, lalu bicara pada para bawahannya.
“Kalian semua kembali bekerja. Kita akan sibuk hari ini!” ujarnya membubarkan kerumunan.
Irisnya melirik ke sebelah, lalu melanjutkan. “Dan kau, pelacur rendahan. Jangan bersantai hanya karena pernah tidur dengan Tuan Muda. Kau tetap harus melakukan tugasmu sebagai Pelayan di mansion ini!”
Alih-alih menjawab, Ariella hanya meremas pinggiran roknya, berupaya keras menahan air mata.
‘Tuan Muda, bagaimana kau akan bertanggungjawab pada hidupku setelah ini?’ gemingnya dalam hati.
Sementara itu, pria yang tengah dibatin Ariella baru selesai mandi. Dia berjalan di kamarnya masih mengenakan bathrope putih.
Saat itulah seseorang mengetuk pintu kamarnya.
“Permisi, Tuan Muda. Mohon maaf, ada hal mendesak yang harus saya laporkan pada Anda!” tutur suara dari luar.
Lucas yang mengenali suara Peter-asistennya, langsung memberi ijin.
“Ada apa?” Pria itu bertanya dingin saat Peter masuk.
“Gawat, Tuan Muda. Calon pengantin wanita menghilang dari kediamannya!”
“Hah?!” Giselle membelalak tegang. Tangannya refleks melepas genggaman belati yang kini menancap di perut Belatia. Ya, nyonya Diorson itu memang menyusul ke lantai atas setelah mendengar bunyi gaduh. Tak disangka saat masuk ruangan tersebut, sang putri malah berbuat gila. Belatia berniat menghalangi, tapi Giselle yang sudah didominasi amarah malah menusuknya. “Giselle ….” Belatia melirih sakit. Gelenyar merah merembes deras dari titik tusukan, bahkan sampai menetes ke lantai. Luka yang cukup dalam, memicu tubuh Belatia amat lemas, sampai-sampai pandangannya kabur dan pening. “Giselle!” Dia hendak meraih wanita itu. Namun, sang putri yang terkejut malah mundur, hingga Belatia nyaris ambruk. Beruntung di sebelahnya ada Lucas. Pria tersebut lekas merengkuhnya. “Bibi? Bibi mendengarku?” Lucas berujar saat Belatia mulai hilang kesadaran. “Hah … tidak! I-ibu? Aku … aku menusuk Ibu?!” Giselle masih panik sendiri. Terlebih melihat ceceran darah dan tatapan tajam Lucas. Giselle sunggu
“Akhirnya Richard mendengarkan kita. Aku yakin itu Luke, Sayang!” ujar Belatia menerka. Dia lantas turun, diikuti sang suami dari belakang. Namun, langkahnya menjadi berat saat meniti tangga terakhir. Perasaan tak senang mendominasi karena melihat Lucas datang bersama Ariella.Ya, sejak kemarin Lucas didesak sang ayah untuk mengunjungi Giselle. Pihak keluarga Diorson sudah buntu, sebab putri mereka hanya ingin bertemu Lucas. Karena itu Belatia meminta bantuan Richard. Lucas terpaksa menuruti Richard dengan syarat Ariella kembali ke mansion Baratheon sebagai istrinya. Begitu tiba di hadapan mereka, Belatia pun berkata dingin. “Kenapa harus membawa wanita ini, Luke?!”“Karena dia istri saya!” sahut Lucas tajam.“Kau ke sini untuk menenangkan Giselle. Apa sekarang mau membuat mereka bertengkar?!” Belatia menyambar lebih tegas. “Putriku keguguran. Bayimu meninggal! Tapi kau masih memelihara wanita yang—”“Hentikan ucapan Bibi!” decak Lucas meninggikan nada. “Siapapun yang menyinggung A
“Jika Ayah tetap bersikeras, bersiaplah kehilangan putra lagi!” Lucas berujar pelan, tapi setiap katanya mengandung tekanan.Ariella yang diam-diam mengikuti dan bersembunyi di balik dinding, jadi tertegun beku. Sejak kemarin dia curiga suaminya bertengkar dengan Richard. Ternyata hari ini terbukti.‘Apa maksud ucapan Lucas? Aku tidak tau akar permasalahannya, tapi mungkinkah dia berniat meninggalkan keluarga Baratheon?!’ batin Ariella menduga-duga.“Kucing ini pandai menguping!”Seketika itu Ariella tersentak mendengar sindiran Lucas yang menangkap basah dirinya.‘Aish, sial!’ batin Ariella mengedutkan alis.Sungguh memalukan. Dia begitu cepat ketahuan, tanpa sempat kabur. Berdalih pun percuma, sebab Lucas sudah menghampirinya.Pria itu semakin mengikis jarak, hingga tiba-tiba satu lengannya mengungkung Ariella yang bersandar di tembok.“Istriku, sepertinya kau tidak bisa jauh dariku!” tutur Lucas menggoda.Ariella menelan saliva dengan leher tegang, lalu bertanya, ‘kau … ada masalah
“Kau gila? Kau sudah membuatku kelelahan semalam. Minggir, sekarang aku mau mengurus Ava!” tukas Ariella berniat turun. Ya, putri mereka pasti sudah bangun dan setidaknya harus minum susu sebelum sarapan. Tak lama lagi Ava pasti mencarinya. Namun, Lucas malah mengunci jalan keluar Ariella dengan kedua lengan kekarnya.“Putri kita sudah besar. Dia tidak akan menangis jika aku meminjammu sebentar, istriku,” katanya selaras dengan alis yang naik sebelah. “Kau lebih besar dari Ava, Tuan Baratheon. Tidak mau mengalah dengan putrimu?” sahut Ariella mengangkat dagunya. Lucas bungkam, tapi tatapannya amat gemas setiap kali Ariella berani membantahnya. Terlebih bahu istrinya terkuar menggoda karena bathropenya melorot. Lucas semakin tak ingin melepasnya. “Baiklah, temani aku mandi, maka aku akan mengalah pada Ava,” tutur Lucas masih membujuk.“Cih! Kau benar-benar—”“Hah?!” Ariella tersentak saat suaminya tiba-tiba menggendongnya ala bridal style. Dia melotot seolah memarahi Lucas, tapi s
“Kau?!” Ariella hendak berbalik.Namun, sang pria kian mendekap erat saat tubuhnya ingin memberontak. Tangannya merayapi pinggang Ariella, selaras dagu yang turun di bahu wanita tersebut.Disertai napas tertahan, Ariella memanggil. “Lucas—”“Tetaplah seperti ini. Aku mohon, sebentar saja,” bisik sang suami memejamkan mata. Napas hangatnya menyebar di sekitar leher sang istri, sungguh memecah rasa was-was yang awalnya mengejutkan. “Wangi. Aku sangat menyukai aroma tubuhmu, istriku. Hah … aku dalam bahaya. Padahal baru sehari tidak bertemu, tapi aku sudah merindukanmu,” sambung pria itu terdengar manja.“Aku pikir kau tidak akan kembali!” tukas Ariella sambil menggenggam erat piyama yang menjuntai.Mendengar itu, senyum tipis Lucas terkuar. Kepalanya mendesak ke samping leher Ariella, seakan mencari kehangatan. “Hei, kau tidur?” Ariella mengernyit saat melirik ke samping.Sejak tadi dia samar-samar mencium bau alkohol. Tidak bertanya pun Ariella tahu, bahwa Lucas habis minum-minum. ‘
Ariella berdehem kikuk, lantas berujar, “Mommy akan lihat ke depan.”“Itu Peter!” ujar Lucas yang seketika membuat Ariella mengurungkan niat. Pria tersebut bangkit dari kursi, sambil mengikat piyamanya dengan benar. “Ava tunggu di sini bersama Mommy. Daddy akan menemui Paman Peter,” sambung Lucas membelai kepala putrinya. Ava pun mengangguk. “Baiklah, Daddy. Ajak Paman Peter sarapan bersama kita juga.”Begitu Lucas mangkir, Ava kembali menoleh pada ibunya. “Mommy, kenapa Paman Damien tidak mengunjungi kita? Paman tidak tahu rumah baru kita, ya? Apa Ava telepon dulu agar Paman Damien dan Bibi Jane bisa main ke rumah kita?” tanyanya polos.Ariella bungkam sejenak. Dia tak tahu harus bagaimana menjelaskan hubungannya keluarga Rudwick sekarang. Pasalnya Ava sudah tinggal bersama mereka sejak bayi. Tentu saja Ava menganggap Damien dan Jane, sebagai keluarga.“Mommy?” tukas Ava memecah lamunan ibunya. Ariella tersenyum tipis, lalu berkata, “Paman Damien dan Bibi Jane sedang sibuk dengan