Happy reading, Kakak-Kakak!
‘Ariella! Ternyata kau sepicik itu!’ batin Jane penuh cecaran. Ya, pikirannya langsung mengarah pada wanita tersebut. Sebab Jane tahu benar, tidak ada siapapun di atap rumah sakit selain Ariella. ‘Jika tau kau berniat melenyapkanku, harusnya aku benar-benar mendorongmu dari atap rumah sakit!’ sambung Jane masih mengamati atas. Saat itulah, Damien yang berada di koridor langsung menghamirinya. “Jane!” Lamunan Jane buyar. Terlebih saat Damien menarik tangannya agar menjauh dari pot yang pecah di bawahnya. “Kau baik-baik saja?” Damien bertanya cemas. Sang adik hanya mengerjap. Bukannya menjawab, dia malah bungkam menatap Damien yang menurutnya bodoh karena ditipu habis-habisan. Apalagi kini wajah lelaki itu kusut, tampaknya kurang tidur karena terus menjaga Ava. Damien menaikkan pandangan ke atas, coba memeriksa karena sungguh aneh tiba-tiba pot bunga jatuh dari atap. “Sebenarnya apa yang terjadi? Apa seseorang sengaja menjatuhkannya?” Damien berujar penuh selidik. Bahkan s
“Harusnya bukan kata maaf yang pertama kau ucapkan!” Jane mendengus sambil menatap berang.Tangannya masih gatal ingin menyalurkan tamparan, tapi dia menahan diri mengingat sang kakak sangat mencintai Ariella.Wanita yang baru digampar itu memegangi pipi yang berdenyut. Dia terkejut. Jane yang selalu santun dan membelanya di setiap situasi, kini mendadak bertindak kasar.“Jane—”“Maaf? Artinya semua yang aku dengar memang benar?!” Jane menyambar tanpa memberi peluang Ariella membela diri.“Sejak kapan kau menikah dengan Lucas Baratheon, Kak? Berani sekali kau membodohi Kak Damien. Kau tau, Kak Damien sangat mencintaimu. Apa karena itu kau memanfaatkannya?!” sambung Jane berapi-api.Dia sendiri tahu kakaknya akan jadi bodoh saat jatuh cinta. Tapi bagaimana bisa dia tidak menyadari, bahwa Ariella juga menipunya?“Kau datang dan bilang hidup sebatang kara. Selama lima tahun kau menganggap kami apa, Kak?! Aku menjaga anakmu sepenuh hati, berharap kau berakhir menikahi Kak Damien. Tapi apa
“Negative?!” Manik Ariella berubah seluas cakram. Tatapannya menegang, seolah tak ingin menerima fakta dan yakin telinganya salah dengar. “Dokter, tolong katakan dengan jelas. Bagiamana mungkin hasil tesnya negative? Lucas benar-benar ayah kandung Ava, tapi—” “Tenanglah, Ariella,” sahut Lucas yang lantas meraih tangan wanita tersebut. Meski sama-sama tercengang dengan ultimatum dokter, tapi Lucas tetap ingin menguatkan istrinya. Pandangannya terangkat lagi pada tenaga medis itu, lalu bertanya, “Dokter, apakah ada yang salah? Mengapa sumsum tulang belakang saya tidak cocok dengan Ava?” Ini sungguh di luar perkiraan mereka semua. Padahal Ariella sangat berharap pada Lucas, tapi dunia seakan mempermainkannya. “Mohon maaf, Tuan Baratheon.” Dokter tadi menyodorkan dokumen hasil tes Lucas ke meja. Begitu Lucas mengamatinya, tenaga medis itu kembali melanjutkan. “Dari pemeriksaan dan hasil tes, saya rasa hanya satu antigen Anda yang cocok dengan Ava. Jika hanya satu dari delapan antig
“Ketua!” J9 yang baru tiba di jembatan itu memekik kencang.Dia dan dua bpdyguard Baratheon lainnya bergegas menghampiri Peter yang kini menilik ke bawah jembatan.“Apa yang terjadi, Ketua?” Rasa penasaran J9 meningkat usai melirik bawah sungai sekilas.Disertai ekspresi dingin yang tertahan, Peter lantas berpaling padanya.“Target kita terjun ke sungai!” sahut Peter memicu manik J9 membelalak. “Turun dan sisirlah area sepanjang hilir sungai. Kita harus menemukannya hidup atau pun mati!”Dengan tegasnya, J9 pun menjawab, “baik, Ketua!”Sekali lihat, aliran sungai dibawah cukup deras. Mungkin saja kepala lelaki botak yang terjun itu membentur bebatuan, atau paling beruntung dia akan terbawa ke muara sungai dengan tubuh penuh luka.Namun, bagi para bodyguard Baratheon itu tidak penting. Meski tinggal tengkorak sekalipun, mereka harus menemukan dan menyeretnya ke hadapan Lucas!Sialnya sampai fajar hampir menyingsing, mereka tidak menemukan lelaki botak itu maupun anggota yang lain, terle
Ariella mendapukkan alisnya sembari berkata tegas. “Orang-orang melihatmu, berhentilah bersikap manja! Aku akan memanggil Perawat!”“Nyonya, kau tidak boleh galak pada pasien!” sahut Lucas tetap gigih.Dia membalik jari-jarinya, lalu melanjutkan. “Hah … tanganku terluka karena seseorang, tapi dia malah lepas tanggung jawab.”Sindiran itu membuat Ariella mengerjap heran. Semakin dekat dengan Lucas, dia semakin dibuat tak bisa berkata-kata dengan sisi kekanakannya.“Kau benar-benar! Hah ….” Wanita itu mengembuskan napas buntu.Dia akhirnya mendekati Lucas. Sambil berdehem, dia kini meraih kancing kemeja pria itu dan melepasnya satu per satu.Dari jarak itu, Lucas bisa mengamati wajah canggung Ariella. Saat ekspresinya kaku, dia selalu ingin menggodanya.Tapi belum sampai bicara, Ariella lebih dulu berkata, “lain kali jangan terluka karena diriku. Aku tidak mau punya utang budi padamu!”“Tidak! Meski tubuhku hancur pun, aku rela terluka untukmu, istriku. Jadi bergantunglah padaku, karena
***Ariella yang tengah dicari-cari Damien, kini berdiri di depan ruang ICU. Dia mengamati sang putri yang baru dipindahkan dari IGD.“Ava … cepat bangunlah, Sayang. Mommy di sini,” gumam wanita itu dengan manik berkaca-kaca.Hatinya teriris melihat perban melilit kepala Ava. Membayangkan kembali putrinya jatuh dari lantai dua, benar-benar memicu amukannya mengeras.‘Putriku terluka. Aku tidak akan melepaskan siapapun yang sudah menyakitinya, meski harus membuat tanganku berlumuran darah!’ Ariella berikrar dalam batin.Kesumatnya membara jika sudah menyangkut Ava.“Kenapa kau menyembunyikannya?” tukas nada bariton pria dari belakang. “Ava! Putri kita menderita leukimia. Kenapa kau tidak memberitahuku, Ariella?!”Leher Ariella sontak menegang. Dia berpaling dengan tatapan penuh getar. Terlebih dia sangat hafal itu suara Lucas.“Ba-bagaimana kau bisa tahu?!” sahut Ariella balik bertanya.“Ava putriku. Sudah seharusnya aku tahu.” Lucas menimpali selaras dengan langkahnya yang mendekati Ar