Happy reading kakak-kakak Huhu maaf, ternyata kemarin tepar banget, gajadi update
“Hah?!” Giselle membelalak tegang.Tangannya refleks melepas genggaman belati yang kini menancap di perut Belatia.Ya, nyonya Diorson itu memang menyusul ke lantai atas setelah mendengar bunyi gaduh. Tak disangka saat masuk ruangan tersebut, sang putri malah berbuat gila. Belatia berniat menghalangi, tapi Giselle yang sudah didominasi amarah malah menusuknya.“Giselle ….” Belatia melirih sakit.Gelenyar merah merembes deras dari titik tusukan, bahkan sampai menetes ke lantai. Luka yang cukup dalam, memicu tubuh Belatia amat lemas, sampai-sampai pandangannya kabur dan pening.“Giselle!” Dia hendak meraih wanita itu.Namun, sang putri yang terkejut malah mundur, hingga Belatia nyaris ambruk.Beruntung di sebelahnya ada Lucas. Pria tersebut lekas merengkuhnya.“Bibi? Bibi mendengarku?” Lucas berujar saat Belatia mulai hilang kesadaran.“Hah … tidak! I-ibu? Aku … aku menusuk Ibu?!” Giselle masih panik sendiri.Terlebih melihat ceceran darah dan tatapan tajam Lucas. Giselle sungguh tak sad
“Akhirnya Richard mendengarkan kita. Aku yakin itu Luke, Sayang!” ujar Belatia menerka. Dia lantas turun, diikuti sang suami dari belakang. Namun, langkahnya menjadi berat saat meniti tangga terakhir. Perasaan tak senang mendominasi karena melihat Lucas datang bersama Ariella.Ya, sejak kemarin Lucas didesak sang ayah untuk mengunjungi Giselle. Pihak keluarga Diorson sudah buntu, sebab putri mereka hanya ingin bertemu Lucas. Karena itu Belatia meminta bantuan Richard. Lucas terpaksa menuruti Richard dengan syarat Ariella kembali ke mansion Baratheon sebagai istrinya. Begitu tiba di hadapan mereka, Belatia pun berkata dingin. “Kenapa harus membawa wanita ini, Luke?!”“Karena dia istri saya!” sahut Lucas tajam.“Kau ke sini untuk menenangkan Giselle. Apa sekarang mau membuat mereka bertengkar?!” Belatia menyambar lebih tegas. “Putriku keguguran. Bayimu meninggal! Tapi kau masih memelihara wanita yang—”“Hentikan ucapan Bibi!” decak Lucas meninggikan nada. “Siapapun yang menyinggung
“Jika Ayah tetap bersikeras, bersiaplah kehilangan putra lagi!” Lucas berujar pelan, tapi setiap katanya mengandung tekanan.Ariella yang diam-diam mengikuti dan bersembunyi di balik dinding, jadi tertegun beku. Sejak kemarin dia curiga suaminya bertengkar dengan Richard. Ternyata hari ini terbukti.‘Apa maksud ucapan Lucas? Aku tidak tau akar permasalahannya, tapi mungkinkah dia berniat meninggalkan keluarga Baratheon?!’ batin Ariella menduga-duga.“Kucing ini pandai menguping!”Seketika itu Ariella tersentak mendengar sindiran Lucas yang menangkap basah dirinya.‘Aish, sial!’ batin Ariella mengedutkan alis.Sungguh memalukan. Dia begitu cepat ketahuan, tanpa sempat kabur. Berdalih pun percuma, sebab Lucas sudah menghampirinya.Pria itu semakin mengikis jarak, hingga tiba-tiba satu lengannya mengungkung Ariella yang bersandar di tembok.“Istriku, sepertinya kau tidak bisa jauh dariku!” tutur Lucas menggoda.Ariella menelan saliva dengan leher tegang, lalu bertanya, ‘kau … ada masalah
“Kau gila? Kau sudah membuatku kelelahan semalam. Minggir, sekarang aku mau mengurus Ava!” tukas Ariella berniat turun. Ya, putri mereka pasti sudah bangun dan setidaknya harus minum susu sebelum sarapan. Tak lama lagi Ava pasti mencarinya. Namun, Lucas malah mengunci jalan keluar Ariella dengan kedua lengan kekarnya.“Putri kita sudah besar. Dia tidak akan menangis jika aku meminjammu sebentar, istriku,” katanya selaras dengan alis yang naik sebelah. “Kau lebih besar dari Ava, Tuan Baratheon. Tidak mau mengalah dengan putrimu?” sahut Ariella mengangkat dagunya. Lucas bungkam, tapi tatapannya amat gemas setiap kali Ariella berani membantahnya. Terlebih bahu istrinya terkuar menggoda karena bathropenya melorot. Lucas semakin tak ingin melepasnya. “Baiklah, temani aku mandi, maka aku akan mengalah pada Ava,” tutur Lucas masih membujuk.“Cih! Kau benar-benar—”“Hah?!” Ariella tersentak saat suaminya tiba-tiba menggendongnya ala bridal style. Dia melotot seolah memarahi Lucas, tapi s
“Kau?!” Ariella hendak berbalik.Namun, sang pria kian mendekap erat saat tubuhnya ingin memberontak. Tangannya merayapi pinggang Ariella, selaras dagu yang turun di bahu wanita tersebut.Disertai napas tertahan, Ariella memanggil. “Lucas—”“Tetaplah seperti ini. Aku mohon, sebentar saja,” bisik sang suami memejamkan mata. Napas hangatnya menyebar di sekitar leher sang istri, sungguh memecah rasa was-was yang awalnya mengejutkan. “Wangi. Aku sangat menyukai aroma tubuhmu, istriku. Hah … aku dalam bahaya. Padahal baru sehari tidak bertemu, tapi aku sudah merindukanmu,” sambung pria itu terdengar manja.“Aku pikir kau tidak akan kembali!” tukas Ariella sambil menggenggam erat piyama yang menjuntai.Mendengar itu, senyum tipis Lucas terkuar. Kepalanya mendesak ke samping leher Ariella, seakan mencari kehangatan. “Hei, kau tidur?” Ariella mengernyit saat melirik ke samping.Sejak tadi dia samar-samar mencium bau alkohol. Tidak bertanya pun Ariella tahu, bahwa Lucas habis minum-minum. ‘
Ariella berdehem kikuk, lantas berujar, “Mommy akan lihat ke depan.”“Itu Peter!” ujar Lucas yang seketika membuat Ariella mengurungkan niat. Pria tersebut bangkit dari kursi, sambil mengikat piyamanya dengan benar. “Ava tunggu di sini bersama Mommy. Daddy akan menemui Paman Peter,” sambung Lucas membelai kepala putrinya. Ava pun mengangguk. “Baiklah, Daddy. Ajak Paman Peter sarapan bersama kita juga.”Begitu Lucas mangkir, Ava kembali menoleh pada ibunya. “Mommy, kenapa Paman Damien tidak mengunjungi kita? Paman tidak tahu rumah baru kita, ya? Apa Ava telepon dulu agar Paman Damien dan Bibi Jane bisa main ke rumah kita?” tanyanya polos.Ariella bungkam sejenak. Dia tak tahu harus bagaimana menjelaskan hubungannya keluarga Rudwick sekarang. Pasalnya Ava sudah tinggal bersama mereka sejak bayi. Tentu saja Ava menganggap Damien dan Jane, sebagai keluarga.“Mommy?” tukas Ava memecah lamunan ibunya. Ariella tersenyum tipis, lalu berkata, “Paman Damien dan Bibi Jane sedang sibuk dengan