Share

Hasrat Yang Tertunda
Hasrat Yang Tertunda
Author: Yurika23

BAB 1 - Menjadi Perawat

“Arlin, aku mohon padamu, bantulah nyonya Melinda, jadilah perawatnya, setidaknya jadilah teman bicaranya” ucap bu Siska sambil menggenggam kedua lengan gadis cantik berwajah lembut bernama Arlin.

“Tapi aku bukanlah perawat bu, aku hanya biasa merawat ibuku sewaktu aku masih sekolah, aku tidak yakin akan bisa juga merawat orang lain” ucap Arlin ragu dengan dirinya sendiri.

“Kau pasti bisa, bukankah kau butuh pekerjaan?. Baiklah, jika kau tidak sanggup maka tolong kerjakan saja untuk sementara waktu, jika kau sudah tidak kerasan kau boleh berhenti, tapi kumohon Arlin, datanglah dulu kesana” bu Siska memohon yang kesekian kali pada gadis itu.

Arlin terdiam sesaat, matanya tertuju ke bawah, kemudian kembali menatap bu Siska.

“Baiklah bu, aku akan coba menemuinya dan merawatnya untuk sementara waktu” ucap Arlin.

Bu Siska memeluk Arlin yang sudah dianggap sebagai anak sendiri oleh wanita paruh baya itu.

“Terimakasih sayang, kau memang yang terbaik” wanita itu mengecup kening Arlin dan menatap wajahnya dengan senyuman.

Di suatu siang yang terik,

Secarik kertas tak lepas-lepas di genggam oleh Arlin gadis cantik berwajah lembut, yang memiliki rambut kecoklatan panjang terkuncir rapih ke belakang.

Arlin berdiri terpaku di depan sebuah pagar putih yang tinggi menjulang, sambil menengadah melihat sebuah bangunan mewah di depannya yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Sebuah rumah besar ber cat putih bersih berdiri kokoh dan angkuh membuat si gadis merasa sangat kecil.

Arlin melihat lagi alamat yang tertera di kertas yang sedari tadi ia pegang.

‘Iya, ini benar alamatnya. Fuih, aku tak mengira rumahnya akan sebesar ini, ini sih istana namanya’ gumam gadis tersebut di sela keringatnya yang menetes terterpa matahari pagi menjelang siang.

Arlin memberanikan diri memencet bel yang berada di sisi tembok pagar. Tak berselang lama seorang wanita paruh baya bertubuh agak pendek dan gemuk menghampirinya.

“Ya, cari siapa ya non?” tanya wanita tersebut.

“Saya mencari nyonya Melinda bu, apa benar alamat ini disini ya bu?” Arlin memberikan secarik kertas tadi ke wanita di sebrang pagar.

“Oh ya benar, ini alamat rumah disini. Um, Apa non ini sudah ada janji dengan nyonya Melinda?” tanya wanita paruh baya lagi.

“Iya sudah bu, saya Arlin, kenalannya bu Siska, nyonya Melinda sudah kenal kok bu dengan bu Siska” ucap Arlin masih menahan panasnya udara luar.

“Ohh bu Sisika!, ya ya ... kalau bu Siska sih dulu sering kemari non, ayo masuk non” akhirnya wanita tadi membuka pintu pagar besar yang memisahkan antara Arlin dan wanita gemuk paruh baya tadi.

“Terimakasih bu” ucap Arlin.

“Jangan panggil bu, panggil aja mbok Min, saya pembantu disini non” ucap wanita yang di sapa mbok Min itu.

Arlin hanya tersenyum ramah sambil mengikuti langkah mbok Min tersebut.

Arlin tak hentinya terkagum dengan kemewahan rumah tersebut. Beberapa anak tangga ia lewati kemudian sampai di sebuah pintu besar dengan handle pintu besar berwarna keemasan.

“Silakan masuk non” mbok Min mempersilahkan Arlin untuk masuk.

Keduanya kemudian memasuki ruangan utama rumah yang benar-benar mewah. Di sana terdapat sofa berbentuk L berwarna coklat tua.

“Duduk dulu non, saya bilang nyonya dulu ya” ucap mbok Min sambil sedikit menunduk.

“Ah iya mbok, terimakasih”

Mbok Min melangkah menuju sebuah pintu kamar dengan sangat hati-hati.

Arlin duduk perlahan di sofa tersebut. Matanya terus menjelajah seisi ruangan yang di penuhi barang-barang mahal dan mewah.

Beberapa saat kemudian, si mbok kembali dari kamar tersebut dan menghampiri Arlin yang tengah duduk dengan sikap agak kaku di sofa.

“Non, non di panggil nyonya, mari saya antar ke kamarnya” ucap si mbok.

“Ah iya mbok”

Akhirnya mereka menuju ke kamar Melinda. Pintu kamar dibuka perlahan.

Arlin melangkah dengan hati-hati memasuki kamar mewah yang agak redup.

Entah perasaan apa yang menggelayut di dada Arlin, seperti ada sebuah kesedihan atau kesunyian di dalam kamar tersebut.

Arlin berdiri di depan pintu tak melanjutan langkahnya.

Matanya terpaku pada seorang wanita yang tengah terbaring di ranjang mewah, tertutup selimut sebatas dadanya.

Wajah wanita tersebut sangat putih, tetapi lebih mirip ke pucat, bibirnyapun tak terlihat segar. Sebenarnya tersirat kecantikan di wajahnya, tetapi seolah tersembunyi suatu penyakit yang sangat berat, hingga menjadikannya tak terawat.

Wanita tersebut menoleh kearah Arlin dan tersenyum. Wanita itu memang sedikit menyeramkan karena pucat dan kurusnya.

“Kau Arlin?” suaranya lirih dan lemah seraya menoleh kearah Arlin.

“Ah, iya nyonya, aku Arlin” gadis itu kemudian melangkah mendekati wanita yang sudah mengetahui namanya.

“Aku Melinda. Apa kabar Siska?, dia teman baikku” ucap wanita tadi.

“Dia baik nyonya. Ibu Siska yang menyuruhku kesini” ucap Arlin.

“Aku tahu. Duduklah” perintah Melinda kepada Arlin sambil menepuk pinggir ranjangnya.

“Mbok, tolong ambilkan minum untuk nona Arlin” perintah nyonya kepada si mbok.

“Baik nyah” si mbok segera keluar kamar dan meninggalkan mereka berdua.

Arlin duduk di pinggir ranjang dekat dengan Melinda.

“Aku memberitahu pada Siska bahwa aku memerlukan seorang perawat yang bisa dipercaya, dan dia tidak menemukan seorang yang kuinginkan, tetapi dia mengatakan ada seorang gadis yang baik dan bisa di percaya tetapi bukan perawat dan gadis itu sedang memerlukan pekerjaan, maka aku memintanya untuk datang kesini, dan aku rasa kau gadis yang baik” ucap Melinda dengan suara masih lemah.

“Um, ya nonya aku memang bukan perawat, tapi aku biasa merawat ibuku ketika mereka sakit, jadi sedikit banyak aku sudah terbiasa untuk merawat seseorang”

“Yah baguslah. Oya, kau lulusan apa Arlin?” tanya Melinda lagi.

“Aku Sarjana IT nyonya, tapi sekarang ini sangat sulit mencari pekerjaan, jadi aku mencari pekerjaan apa saja yang aku mampu kerjakan” ucap Arlin sopan.

“Sebenarnya sayang kemampuanmu ya, seorang Sarjana IT yang menjadi perawat. Yah, walaupun memang aku senang kalau kau bersedia merawatku disini”

Arlin tersenyum dengan sedikit canggung.

“Oya apa kau tidak keberatan jika kau tinggal disini dan tidak pulang pergi?, karena jika malam tiba terkadang aku memerlukan bantuan jika penyakitku kambuh. Mbok Min akan mengantarkanmu ke kamar nantinya”

“Ah ya nonya, bu Siska juga sempat menyampaikan padaku, ya aku bersedia tinggal disini” ucap Arlin.

Akhirnya Arlin resmi menjadi perawat di rumah Melinda. Gadis itu sangat cekatan dan rajin.

Hingga sebulan Arlin menetap di rumah besar itu, dan gaji yang diterima Arlin di luar ekspetasinya, karena gajinya sangat besar, hampir sebesar gaji di perkantoran.

Di taman belakang rumah Melinda, sebuah kolam buatan terlihat indah dengan gemericik air yang jatuh silih berganti di atas kolam.

Tetapi itu semua terasa tak berarti untuk wanita yang tengah menahan sakit dan lemah yang hanya bisa menatap keindahan taman dengan keterbatasannya.

Melinda dengan baju hangat dan syal berwarna merah tengah duduk di kursi roda. Tubuhnya yang lemah hanya bisa bersandar di kursi roda tersebut.

Arlin mendorongnya perlahan berkeliling taman, pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap paginya agar Melinda mendapat udara segar dan pikiran yang tenang.

Kursi roda berhenti sejenak, dan Arlin mengunci roda bawahnya.

“Nyonya, aku akan membawakan sarapan, tunggu sebentar ya” ucap Arlin sambil membenarkan syal yang melilit di leher Melinda.

“Arlin, tunggu!, aku tidak ingin sarapan” ucap Melinda yang dengan cepat memegang lengan Arlin.

“Kenapa nyonya?, anda harus sarapan” ucap Arlin memprotes penolakan Melinda.

“Bawalah kursi kesini, aku ingin bicara padamu” ucap wanita berwajah pucat itu.

“Baiklah nyonya, tapi anda tetap harus makan, aku akan bawakan cemilan dan teh hangat” ucap Arlin yang akan melangkah menuju ke pintu taman.

“Suruh saja mbok Min membawakan makanan, kau disini saja” ucap Melinda kembali.

Arlin tidak bisa lagi menolak keinginan wanita itu. Gadis itu segera memanggil mbok Min untuk membawakan makanan.

Akhirnya Arlin membawa kursi besi taman dan meletakkannya di samping Melinda.

“Ada apa nyonya?, sepertinya ada yang penting” ucap Arlin mulai serius.

“Selama sebulan disini kau tidak pernah bertanya tentang suamiku?” Melinda memulai perbincangan seriusnya.

“Um, aku tidak enak nyonya, lagipula aku juga sudah diberitahu oleh bu Siska kalau suami nyonya bekerja di luar kota”

“Ya, suamiku memang bekerja di luar kota, dan dia akan pulang besok” ucap Melinda membuat Arlin terlihat sedikit kaget.

“Besok?, tapi kenapa anda terlihat biasa saja nyonya?, maksudku apa tidak perlu mempersiapkan masakan atau penyambutan yang lain untuk kepulangan suami anda?, aku bisa memasak kalau anda minta” ujar Arlin sedikit semangat.

“Itu tidak perlu” suara Melinda terdengar datar.

Arlin menautkan keningnya.

“Kenapa begitu nyonya? Tapi suami anda besok akan pulang” tegas Arlin.

“Dia juga tidak akan memakan makanan dirumah ini, dia juga tidak perlu sambutanku” seolah ada kekecewaan dalam nada bicara Melinda.

Arlin merasa ada yang salah dengan keluarga ini, ada sesuatu yang di sembunyikan dan sesuatu yang tidak harmonis dalam hubungan Melinda dan suaminya.

Arlin diam untuk sesaat. Gadis itu masih menautkan alisnya karena heran dan tertunduk.

“Arlin, maukah kau tetap disini walau suamiku sudah pulang?” ujar Melinda sambil menatap wajah Arlin penuh harap.

"I-iya … Tentu saja nyonya” ucap Arlin yang masih tidak mengerti dengan keadaannya.

“Karena mungkin saja kau akan kaget dengan sikap suamiku yang sangat tidak ramah, dingin dan sangat menyebalkan” ujar Melinda seolah menyimpan dendam.

“Nyonya, bagaimanapun sifat suami anda, dia tetap seorang suami nyonya” ucap Arlin yang sebenarnya tidak tau menau tentang suami Melinda.

“Kau tau Arlin, kenapa aku tidak di rawat di rumah sakit?, karena dokter tidak bisa mendiagnosa penyakitku”

“Nyonya jangan putus asa, mungkin dokter di tempat lain bisa mendiagnosa penyakit anda? Anda bisa kerumah sakit lai- .. “

“Tidak, aku sudah lelah berurusan dengan rumah sakit, dan memang penyakitku sudah tidak bisa disembuhkan, selama aku masih hidup dengan suamiku”

Pernyataan Melinda spontan membuat Arlin terkejut, matanya membulat dan sejuta pertanyaan seolah ingin ia lontarkan.

“T-tapi kenapa bisa begitu nyonya?, maaf kalau aku boleh bertanya, apa anda sudah tidak mencintai suami anda?” akhirnya satu pertanyaan keluar dari bibir Arlin.

“Ya, aku sudah tidak mencintainya dari awal pernikahan, dan membenci sikapnya yang benar-benar seperti es”

Arlin tidak bisa menahan terkejutnya, mulutnya ia tutup dengan jemarinya.

***

Terimakasih sudah mampir ya teman-teman. Mohon bantuan dukungannya, kritik dan saran juga komennya ya...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status