Andrian mencari keberadaan Aliika. Ternyata gadis itu tengah duduk di dekat jendela yang langsung menampilkan pemandangan jalanan kota Jakarta yang masih sepi. Gadis itu terlalu sibuk dengan buku di depannya ini. Ditemani secangkir kopi yang masih mengeluarkan uap panasnya.
Aliika tak memperdulikan laki-laki yang sudah duduk di depannya. Ia tetap fokus mengguratkan pensilnya di atas lembaran buku yang sudah dipenuhi dengan coretan desain busana milik Aliika. Aliika memutuskan untuk fokus saja dengan klien butik yang semakin ramai dan melupakan kejadian beberapa hari yang lalu antara ia dengan Sagara.
Ia berusaha meraih cangkir kopi yang ada diatas meja tanpa melepaskan pandangannya dari buku itu, karena fokus dengan setiap garis yang ia bentuk.
Ia baru sadar tak menemukan benda yang dirinya cari. Gadis itu benar-benar ingin melempari laki-laki di depannya ini dengan penghapus di samping bukunya atau menamparnya dengan penggaris besi yang ia bawa. Tapi Aliika mengurungkan niat itu karena gadis itu takut jika mereka berdua akan menjadi pusat perhatian para pengunjung café ini.
Ya Tuhan…
Dengan santai Andrian menyesap vanilla latte milik Aliika. Ia ingin terbahak melihat perubahan ekspresi Aliika ketika gadis itu tak menemukan cangkir kopinya.
“Tenangkan dirimu Aliika, jika kau marah kau akan membuat laki-laki ini semakin bangga ketika mengganggumu.” Batin Aliika yang sudah menampakkan wajah masamnya. Aliika kemudian memanggil waiters dan kembali memesan.
“Aku ingin vanilla latte, dan waffle dengan topping es krim vanilla.” Ucap Aliika tanpa melihat menu yang diberikan waiters tadi. Waiters itu menganggukkan kepalanya dan melemparkan senyuman untuk Aliika sebelum ia pergi.
“Dan berikan es batu yang banyak di vanilla latte ku.” Lanjut Aliika sesaat sebelum waiters itu meninggalkan mejanya. Waiters itu kembali tersenyum kepadanya dan gadis itu membalas senyumannya.
“Tunggu!” Andrian menghentikan langkah kaki waiters yang baru saja akan meninggalkan mejanya.
“Bahkan matahari belum sepenuhnya muncul, dan kau memesan minuman dingin?” ucap Andrian pada Aliika. Kemudian Andrian menatap tajam waiters yang kembali mendekat ke meja mereka, “Berikan secangkir vanilla latte panas.” Sambungnya. Waiters itu mengangguk dan tatapan matanya tak lepas dari Aliika.
“Lain kali kau harus menatap lawan bicaramu anak muda.” Ucap Andrian dingin. Ingin sekali Andrian mencongkel kedua mata laki-laki itu.
Aliika mengisyaratkan kepada waiters itu untuk segera pergi. Ia kembali menatap buku diatas mejanya. Hell… benar-benar sepupunya ini merusak pagi cerah Aliika. Datang tak diundang bahkan mencuri kopi vanilla latte milik Aliika, gadis itu jadi membayar dua kopi karena ulah Andrian.
“Al.. kamu yakin akan melanjutkan pertunangan mu dengan Sagara?” tanya Andrian untuk memecahkan pandangan gadis di depannya ini. Agar tidak hanya terfokus pada desain karena terdapat sosok manusia di hadapannya bukan batu yang bisa di cuekin.
Aliika mendongak menatap Andrian, “Entahlah, Kak. Aku hanya ikut alur yang sudah digariskan oleh Tuhan, tidak berharap apapun.” Balas Aliika kemudian kembali menunduk.
Tak lama waiters yang menerima pesanannya tadi membawakan pesanan Aliika. Gadis itu menerimanya lalu mengucapkan terimakasih. Aliika mulai memotong waffle itu menjadi beberapa bagian kecil. Ia menyuapkan ke dalam mulutnya, tak butuh waktu lama waffle itu telah benar-benar habis.
“Bagus.. bagus… bagus.. makan tapi gak bagi-bagi. Disini ada orang loh, Mbak.” Cibir Andrian yang berhasil membuat Aliika tertawa lepas. Sepupunya ini benar-benar memiliki selera humor yang receh.
“Ya lagian, Kak Andrian gak minta tadi. Yaudah aku pikir Kak Andrian gak mau makan. Hahaha.” Cemooh Aliika. Gadis itu tidak bisa berhenti menertawakan kelakuan Andrian. Bahkan air matanya sampai keluar saking terbahak-bahaknya ia tertawa.
Andrian memalingkan wajahnya seperti wanita yang sedang ngambek, “Pokoknya aku ngambek sama kamu Al.” sungut Andrian.
“Ihh kayak cewek aja kamu, Kak. Jijik aku liatnya.” Aliika menghina Andrian sembari membereskan barang-barangnya karena seperti nya gadis itu sudah selesai dengan urusan desain dan akan kembali ke butik.
“Maca cieh.” ujar Andrian dengan nada seperti bencong. Andrian menatap Aliika dan menahannya saat gadis itu mulai berdiri, “Tunggu! Kamu mau pergi Al? Kamu tidak ingin berbicara denganku?”
“Aku harus kembali lagi ke butik, Kak. Nanti kita sambung saja dirumah.”
“Bye-bye say,” ucap gadis itu dengan nada menirukan Andrian seperti bencong. Tunggu tapi Aliika kan perempuan jadi gak usah dipanggil bencong dong.
Andrian menatap punggung Aliika yang semakin menjauh, mata laki-laki itu menyiratkan kekhawatiran, kelegaan, dan bangga bersatu menjadi satu. Khawatir jika gadis itu malah akan semakin tersakiti jika melanjutkan perjodohannya. Kelegaan karena ternyata Sagara memiliki sisi baik dalam bertanggung jawab. Dan bangga karena gadis itu selalu kuat dan bangkit melawan keterpurukannya selama ini.
Harapan Andrian adalah Aliika benar-benar dapat hidup dengan bahagia bersama laki-laki yang selama ini Aliika idamkan itu. Namun tak dapat dipungkiri jika Sagara berani membuat Aliika terluka lagi, ia tak segan-segan untuk sekedar menusuk jantung laki-laki brengsek itu dengan tombak yang sangat tajam.
***********
Sagara melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Dua jam! Keterlambatan yang sungguh luar biasa. Tanpa rasa bersalah gadis itu masuk ke ruang meeting Sagara. Disana masih banyak para petinggi yang sedang meeting dengan Sagara.
“Kita perlu perencanaan matang di dalam proyek ini. Dan sekarang apa yang kalian berikan? Aku tidak ingin menerima sampah ini lagi!” Sagara membanting berkas di tangannya hingga berhenti di depan Aliika berdiri. Membuat semua orang yang berada di dalam ruangan itu menundukkan kepalanya takut.
Aliika mengambil berkas itu kemudian membaca isinya, “Apa yang salah dengan laporan ini?” tanyanya setelah membaca seluruh laporan itu.
“Maafkan saya, saya akan memperbaiki semuanya.” Ucap pria yang Aliika tebak adalah penanggung jawab berkas ini.
“Kau tidak salah, Sir. Mungkin Kak Sagara hanya sedang tidak teliti saja.” Ucap Aliika sambil mengembalikan berkas itu pada pria pemiliknya. Semua orang menatap bergantian antara Aliika dan Sagara. Sebagian terlihat ketakutan namun sebagian lagi terlihat tertarik dengan pembelaan yang gadis itu lakukan.
“Kita tunda meeting ini hingga minggu depan. Dan aku ingin sebuah perkembangan yang signifikan untuk proyek yang melibatkan dua perusahaan ini. Karena ini yang pertama bagi Guwanna Corp. untuk bekerjasama dengan perusahaan lain dalam proyek besar.” Ucap Sagara menatap seluruh orang yang ada di dalam ruang rapat.
Setelah semua orang meninggalkan ruang rapat itu, Sagara menarik pergelangan tangan Aliika dengan kasar, “Apa yang kau lakukan? Ingin membuat perusahaan ku hancur?” tanya Sagara. Laki-laki itu semakin mengeratkan cengkramannya.
“Lepas, Kak. Sakit…”
Aliika mengerang kesakitan dan berusaha menarik tangannya dari cengkram cakar jari Sagara.
Sagara melepaskan genggamannya, “Dengar Al, tidak seharusnya kau membela karyawan rendahan seperti mereka. Mereka digaji tinggi untuk bekerja dengan sempurna. Dan sahamku bisa saja turun jika kau kembali melakukan hal bodoh seperti tadi.” Jelas Sagara panjang lebar menatap tajam manik mata Aliika. Aliika dapat melihat masih ada sisa kemarahan dimata Sagara.
“Tapi mereka semua manusia, Kak. Mereka juga punya perasaan, kau harus menghargai usaha mereka, Kak.”
Keduanya pun mengakhiri perdebatan itu, kini mereka berjalan ke arah lift dan keluar dari gedung pencakar langit itu. Sagara dan Aliika sudah memiliki janji akan fitting baju untuk acara pertunangan mereka. Tadinya Aliika sudah merekomendasikan desain dari butik gadis itu, namun Sagara menolak ia memilih untuk fitting di butik yang dirinya sudah tujukan.
Karena Aliika tidak ingin membuat masalah lagi, ia memutuskan untuk mengiyakan kemauan Sagara.
Mereka pun sampai di sebuah butik dengan nuansa vintage. Cahaya lampu yang terpasang memanjang dipinggir antara dinding dan plafon, sedikit remang-remang namun menambah suasana menjadi sedikit elegan.
Karpet berbulu berwarna coklat diletakkannya di bawah sofa yang mendiami ruangan itu dengan lapisan kain berwarna gold menutup sempurna sofa itu. Sebuah kaca besar yang juga pinggir nya di beri lampu berbentuk seperti bohlam namun tidak terkesan murahan, malah menjadi tampak mewah.
Sagara kemudian duduk di sofa empuk berlapis kain berwarna gold itu, pelayan pun kemudian mempersilahkan Aliika untuk ke fitting room mencoba beberapa dress yang sebelumnya sudah dipilihkan oleh Sagara.
Tak menunggu waktu lama Aliika telah keluar dari fitting room, dengan dress selututnya berwarna biru tua yang berhiaskan payetan bintang, juga rumbai transparan penuh melapisi keseluruhan dress itu.
Sagara terperangah dengan kecantikan Aliika, gadis itu nampak anggun bahkan tanpa make up. Mungkin saat pertunangannya nanti Aliika memoles sedikit wajahnya dengan make up akan tampak semakin cantik bak dewi yunani.
Sagara tersadar dari kekagumannya, ia kembali menampilkan wajah datarnya, setelah fitting baju selesai. Sagara lalu mengantar Aliika pulang karena hari sudah semakin sore menjelang malam.
Wanita paruh baya itu dengan lihai bergerak mengoleskan kuas make up ke wajah cantik Aliika. Merias wajah itu sedemikian rupa dengan make up tipis ala korea untuk membuat penampilan putrinya itu semakin sempurna. Rambut panjang Aliika juga tak terlewatkan. Syifana menatanya dengan indah.Mengepang sedikit bagian pelipis kanan dan kiri rambut Aliika kemudian disatukan ke belakang. Syifana juga memberikan sentuhan curly pada rambut Aliika untuk semakin menambah kesan elegan.“Voila.. ” ucap Syifana dengan riang. Wanita paruh baya itu seakan puas dengan hasil karyanya sendiri. Seakan Aliika dijadikannya sebagai bahan percobaan MUA nya.Aliika menatap pantulan dirinya di cermin. Sebuah senyum terukir di bibirnya.Aliika mengangguk-anggukan kepalanya dengan mulut ia turunkan ke bawah seperti meledek, “Ya.. lumayan lah. Haha.” Ucap Aliika dengan sedikit tertawa lucu.“Kok lumayan sih, ini bagus tau..” sungut Syifana kesal dengan penilaian putrinya itu.“Haha, bagus Bunda. Bagus banget malah
Sagara tersenyum sekilas saat mendapatkan ucapan selamat dari para tamu undangan. Sedangkan Aliika terlihat tersenyum paksa. Tamu undangan juga tidak hanya mengucapkan selamat pada Sagara, Rama dan Robert juga menerimanya. Para tamu undangan berharap hubungan Rama dan Robert dapat semakin dekat dengan terjalinnya hubungan antara Sagara dan Aliika.Musik romantis mulai dimainkan. Ruangan itu dipenuhi dengan lautan manusia yang menikmati meriah nya pesta. Bahkan para pasangan mulai berdansa, tak ketinggalan kedua orang tua Sagara dan Aliika.Andrian? Laki-laki itu entah pergi kemana, batang hidungnya tak terlihat. Atau mungkin mereka melupakan keberadaan Andrian buaya jomblo itu.Jarak Aliika dan Sagara cukup dekat. Bahkan mereka bisa merasakan deru nafas masing-masing. Aliika tak berani menatap Sagara. Mereka hanya bergerak pelan mengikuti alunan musik yang diputar.“Al..” panggil Sagara dengan lirih. Membuat Aliika sedikit mendongak dengan ragu untuk menatapnya.“Iya Kak?” jawab Aliik
Tok tok tokSuara pintu membuat Aliika menoleh dari pandangan yang tadi ia fokuskan pada pemandangan luar yang ia lihat dari balkon rumah nya. Langit senja yang menandakan bahwa malam akan segera tiba. Matahari bergerak tenggelam dan akan digantikan oleh bulan yang bersinar terang.“Masuk.” Ucap Aliika. Muncullah Bi Jum pembantu di rumah Aliika.“Nona Aliika, anda ditunggu nyonya di ruang makan.” Ujar Bi Jum, kepalanya tertunduk tak menatap Aliika.“Baiklah, aku akan kesana. Terimakasih, Bi Jum.”Bi Jum mengangguk sambil membungkuk. Kemudian keluar dari sana. Aliika pun ikut keluar. Ia berjalan dengan santai menuju ruang makan. Saat akan sampai, ia dapat melihat Syifana dan Andrian sedang berbincang. Gadis itu pun mengambil duduk di sebelah Andrian dan berhadapan dengan Syifana.“Ada apa, Bun?” tanya Aliika.“Kamu hari ini pergi ke toko bunga ya, untuk membeli bunga guna persiapan mengunjungi makam orangtua Andrian.” Ucap Syifana. Aliika mengerutkan keningnya bingung.“Tumben. Biasany
“Kak Sagara?” Setelah berhasil keluar dari kerumunan itu Aliika berhenti sebentar mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Tak lama kemudian Sagara meninggalkan Aliika untuk mengambil mobil yang ia parkir kan di pinggir jalan. Mobil itu kemudian sudah mendarat tepat di depan Aliika berdiri saat ini. Ia melihat seorang laki-laki yang sangat fokus menatap kedepan tanpa menoleh ke arah gadis itu. Gadis itu masih terdiam di tempat. “Kamu gak mau masuk?” ucapnya dingin. Tanpa mengatakan apapun Aliika langsung masuk. Ia menoleh ke arah Sagara, laki-laki itu seperti enggan untuk menatapnya. Entah jijik karena rambut Aliika yang sudah berantakan amburadul gara-gara kerumunan di dalam toko tadi ataukah memang Sagara bersikap dingin karena masalah sebelumnya. Gadis itu menurunkan kaca yang berada di depan langit-langit mobil, merapihkan sedikit rambutnya yang acak adul seperti orang gila. “Pakai seatbeltnya.” Ucap Sagara. Aliika mengangguk dan akan mengambil seatbelt nya sebelum tiba-tib
Sagara kemudian berjalan cepat menuju mobilnya tanpa mengatakan sepatah katapun pada Aliika. Aliika berusaha berjalan cepat untuk menyamakan langkah nya dengan Sagara. Namun fisiknya tak bisa berbohong, kakinya terasa sangat nyeri. Dan akhirnya ia memutuskan untuk berhenti dan duduk disana. Sagara menoleh kemudian berdecak sebal. Ia pun berjalan lawan arah dari mobilnya, tanpa mengatakan apapun Sagara langsung menggendong tubuh Aliika seperti tanpa beban. Kemudian membawanya masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil Aliika hanya diam. Tak mau berbicara ataupun melihat ke arah Sagara. Ia tak tahu harus bagaimana. Perasaannya campur aduk. Belum lagi tubuhnya terasa remuk. Namun Aliika dapat merasakan jika Sagara sedang melihat ke arahnya. “Kenapa kamu pergi gitu aja?” tanya Sagara dengan suara dingin. Aliika terdiam tak menjawab. “JAWAB, Al!!” bentak Sagara, membuat Aliika terkejut. Aliika menoleh ke arah Sagara. Menatap sendu laki-laki itu dengan kelopak mata sudah tergenang oleh air.
Sagara membuka kedua matanya saat merasakan sesuatu yang hangat mengenai ceruk lehernya. Sebuah senyuman akhirnya terbit di bibir Sagara saat mengetahui itu adalah deru nafas Aliika yang sedang tidur terlelap. Entah sadar atau tidak, Aliika tidur sambil memeluk Sagara. Menyembunyikan wajah cantik itu di ceruk leher Sagara.Sagara hanya diam karena ia tak ingin mengganggu Aliika. Sagara tahu pasti gadis itu sangat kelelahan setelah apa yang terjadi semalam. Ia memilih membiarkan gadis itu beristirahat dalam tidur nyenyaknya sambil menghirup dalam aroma coklat di rambut Aliika yang sangat laki-laki itu sukai.“Tak berubah.” Gumam Sagara sambil tersenyum. Ia masih ingat sekali aroma yang dulu sering ia cium dari rambut Aliika. Dan kini ia dapat merasakannya kembali.Telinga Sagara seperti terusik oleh suara gaduh di luar kamarnya. Bahkan Aliika pun sedikit terganggu dengan suara itu terlihat dari tubuhnya yang menggeliat. Sagara mengusap rambut Aliika dengan lembut memberikan kenyamanan
Perjalanan di mobil bersama Sagara sungguh membuat Aliika bosan. Pasalnya sedari tadi mereka tidak ada yang mau memulai pembicaraan, hanya alunan lagu strong milik boyband one direction. Padahal jika Sagara ingin berbicara Aliika pasti akan menjadi pendengar yang baik. Dan juga gadis itu akan selalu merespon apa yang diutarakan oleh Sagara. “Makasih.” Ucap Aliika lirih. Gadis itu menunduk memainkan jari-jarinya. Ia nampak sedikit gelisah setelah mengucapkan kalimat yang keluar dari mulutnya barusan. Karena sepertinya gadis itu terlambat mengatakannya dan juga ia malu jika Sagara malah diam saja dan tidak menjawab. Sagara berdehem, “Itu kesalahan mu Al, kau pergi begitu saja tanpa izin padaku dan lihatlah yang terjadi. Bibirmu terluka…” Sagara menjeda ucapannya. “Masih perih kah?” tanya Sagara kemudian laki-laki itu menoleh bersamaan Aliika juga memutar kepala nya ke arah Sagara. Mereka terkunci dalam keheningan dengan tatapan yang sulit diartikan. Lima menit, hanya lima menit Sagar
Andrian menunduk menatap kedua orang yang ia sayangi berada jauh di dalam sana, Rasanya sudah tidak ada lagi air mata yang bisa dikeluarkan. Semua orang telah pergi setelah mengunjungi makam kedua orangtua Andrian. Tersisa Andrian, Aliika dan Lola. Andrian berdiri, dengan sigap gadis yang menjadi sepupu kesayangan Andrian memegang bahu laki-laki itu.Andrian membantu mendorong kursi roda Lola hingga masuk kedalam mobil, kemudian laki-laki itu melajukan mobil menuju sebuah café yang sering mereka kunjungi. Hanya sekedar untuk menenangkan diri.Sesampainya di café Aliika langsung menuju tempat memesan kopi untuk mereka bertiga, Andrian mendorong kursi roda Lola ke tempat duduk samping kaca yang mengarah ke jalanan kota Jakarta yang terpantau pagi ini ramai.Tatapan kosong Andrian membuat Lola sedikit bersedih. Ia paham betul perasaan Andrian saat ini. Kehilangan kedua orang tua tidak lah mudah. Ia bersyukur karena keluarga Aliika mau menampung Andrian dan memperlakukannya layaknya anak