Share

4.

Gue menghela nafas lelah, kemudian menjatuhkan tubuh gue ke kasur. Kepala pusing, mata bengkak, ingus meler, cukup membuat gue kayak orang stress. Gue menutup mata, mencoba meresapi semua yang terjadi.

Jujur aja, baru kali ini gue dan Tania bisa berantem sehebat itu. Padahal Tania tahu gue benci artis idolanya sedari dulu, bahkan mungkin sebelum Tania ngefans ke si artis sialan itu.

Tania satu-satunya orang yang bisa jadi sahabat gue, yang bisa menerima keanehan gue, dan sekarang gue udah gak bisa menganggap dia sebagai sahabat gue lagi kayaknya.

Gue membuka mengerejapkan mata pas ponsel yang sedari tadi gue pegang bergetar. Ada telpon dari Pak Rama.

Gue mendudukan tubuh, menghela nafas dan mencoba untuk baik-baik aja walaupun rasanya gak bisa. Gue harus bersikap profesional untuk menerima telpon itu.

"Hallo, assalamualaikum, Pak."

"Wa'alaikumsalam, Thami. Kamu sehat?" Tanya Pak Rama mencoba berbasa-basi. Jujur gue pengen ngomong kasar, keadaannya gak memungkinkan gue untuk berbasa-basi juga.

"Sehat, Pak. Ada hal penting apa ya pak?" Tanya gue to the point, karena emang sebenarnya gue lagi males ngomong sama siapapun.

"Kamu bisa datang ke kantor sore ini? Kami mau mendiskusikan tentang tokoh di film mata untuk Anjani sama kamu, siapa aja yang menurut kamu dan kami cocok untuk memerankan tokoh Anjani dan Kahfi. "

"Insyaallah bisa pak, kira-kira jam berapa saya harus di sana?"

"Jam 4, Thami. Kami tunggu."

"Baik, pak. Terima kasih sudah meminta saya untuk memilih tokohnya. Apakah ada hal yang harus dibahas lagi atau sudah cukup?"

"Sudah cukup. Nanti kita diskusi kan hal lainnya. Terima kasih Thami, maaf mengganggu."

Gue melempar ponsel ke kasur saat sambungan telpon terputus.

Gue beranjak dari kasur dan berniat mandi. Gak ada waktu buat gue berleha-leha, meratapi nasih persahabatan yang pecah berantakan.

Sekarang, gue harus membersihkan 'sedikit' kekacauan yang gue buat sendiri di apartement ini, dan jangan sampai gue telat ke kantor Katara Production.

***

Gue mencoba menormalkan raut wajah gue, semoga orang-orang gak menyadari raut frustasi gue deh, ya.

Gue menyunggingkan senyum dan mengucapkan terima kasih saat salah satu staff membukakan pintu ruangan yang gue tuju. Tentu aja tempat yang ditentukan Pak Rama.

Gue tersenyum kaku saat melihat Pak Rama dan Pak Anthony sudah duduk berdampingan menunggu gue.

Gue melirik sekilas jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri gue, ini gue gak telat kan, ya? Sesuai denngan jam yang ditentukan Pak Rama kan ya?

"Selamat sore Thami, silahkan duduk."

Gue menganggukan kepala sembari terus menyunggingkan senyum, lalu terduduk di kursi yang ada di hadapan mereka.

Sebenarnya ruangan ini ada ruang rapat dengan meja panjang dengan belasan kursi, tetapi hanya kami bertiga di sini, dan jujur aja agak canggung.

"Maaf ya kalau kami mengganggu waktu weekend kamu. Ini di luar rencana kami juga, tetapi kami sudah menemukan beberapa aktor dan aktris yang cocok untuk bermain di film mata untuk Anjani. Awalnya kami butuh waktu satu bulan untuk mencari para pemeran di film, tapi ternyata dua minggu pun sudah bisa."

Gue hanya menganggukan kepala mendengarkan penjelasan to the point Pak Anthony. Ya, seperti perkataan Pak Anthony, hari ini baru dua minggu waktu yang mereka gunakan untuk mencari tokoh pemeran di film.

Gue memperhatikan Pak Rama yang membuka tas kerja yang dibawanya, kemudia beliau terlihat mengeluarkan dua map berwarna biru yang tidak terlalu tebal. Beberapa detik kemudian, beliau mengarahkan kedua map itu ke depan gue.

"Kamu bisa lihat CVnya. Siapa tahu ada beberapa aktor dan aktris yang sesuai dengan bayangan kamu yang memerankan tokoh di film yang sedang kita garap."

Gue menganggukan kepala menanggapi pernyataan Pak Rama, kemudian mengambil dua map yang beliau sodorkan.

Gue membuka map pertama yang ber-isikan CV para aktris.

"Selain tokoh utama, apakah saya boleh memilih para aktor dan aktris ini untuk peran lain, Pak?"

Pak Rama dan Pak Anthony menganggukan kepalanya berbarengan, gue hanya tersenyum menanggapinya.

"Jika saya boleh berpendapat, Anindita Rayani bisa memainkan peran Kayla, Pak. Dari CV dan sepak terjangnya dalam bermain peran, saya rasa aktris Anindita cocok, dan dia memang seperti Kayla dalam bayangan saya saat menulis cerita ini." Ucap gue mencoba memberi saran, Kayla juga tokoh penting di film ini.

"Baik, saya tampung dulu saran kamu. Sekarang lihat-lihat kembali siapa yang cocok untuk peran lainnya."

Gue kembali fokus menatap dan membaca satu-persatu CV aktris-aktris berbakat yang sering terekpos di layar kaca, saat Pak Anthony bersedia menampung sarannya.

"Untuk pemeran Anjani, Anita Tamara mungkin agak cocok, tetapi jika ada aktris lain yang lebih pantas, saya akan terima, Pak." Setelah membaca CV dari Anara Tamara dan mengingat saran dari Mbak Ana, gue rasa dia cukup cocok memerankan tokoh Anjani.

Setelah melihat respon positif dari Pak Anthony dan Pak Rama, gue kemudian beralih ke map CV para aktor.

Gue menghela nafas, setelah beberapa belas menit membuka CV para aktor, gue belum menemukan aktor yang bisa disarankan. Bukan karena gak ada yang cocok, tapi saking banyaknya aktor ini cocok, itu cocok, malah buat gue bingung milih dan nyaranin yang mana.

"Untuk aktornya jujur saja saya masih bingung siapa yang cocok untuk tokoh Kahfi. Saya bisa menyerahkan keputusan pemilihan aktor, terutama pemeran utamanya kepada pihak production. Semuanya sangat berbakat dan bisa memerankan Kahfi, jadi saya menyerahkan semua keputusan kepada pihak production, siapa saja pemeran di film ini."

Setelahnya, kami pun berdiskusi tentang hal lain yang menyangkut film ini tentu saja.

Ternyata untuk mengadaptasi novel menjadi film gak segampang itu, ya. Apalagi dengan sok-nya gue malah mau ikut berkontribusi dalam pembuatan film ini, dan gue gak pernah kepikiran bahwa harus serumit ini, dan waktu yang dibutuhkan juga gak sebentar.

Pembuatan naskah, pencarian pemeran, persiapan syuting, persiapan tempat dan properti dan masih banyak hal lain yang gak bisa gue sebutin.

Gue cuman berharap, novel Mata untuk Anjani bisa teradaptasi dengan baik menjadi film. Semoga film ini bisa memenuhi ekspektasi pencinta novel gue yang tentu aja berharap banyak karya yang mereka sukai sukses seperti dibayangan mereka ketika membaca novelnya.

***

Gue tersenyum saat wajah kak Hanasita--istri dari bang Ilyasa-- terpampang di laptop. Tadi, gue memang mengajak kak Hanasita untuk skype-an.

"Hallo, kak Hana!" Seru gue riang.

"Hai, Thami. Gimana kabarnya?"

Gue tersenyum mendengar pertanyaan Kak Hanasita. Dia emang bisa bahasa Indonesia, karena dia murid dari abang gue dulu. Bang Ilyasa adalah guru bahasa Indonesia di salah satu tempat kursus bahasa Indonesia yang ada di Jepang. Ya, mereka bertemu sebagai murid dan guru pada awalnya, kemudian dengan cerita yang cukup panjang akhirnya mereka memutuskan untuk berkomitmen dan menikah. Kak Hana mengalah dan mengikuti agama bang Ilyasa. Kayaknya kalau cerita mereka gue jadiin novel seru juga kali, ya.

"Kabar Thami baik, kak. Mana Hikari dan Yuki?" Tanya gue, menyebut dua keponakan gue.

Saking antusiasnya dengan dua keponakan unyu gue, jujur sampai lupa nanya balik kabar kak Hana.

"Sebentar, ya."

Gue menganggukan kepala menanggapi ucapan kak Hana. Kemudian terdengar seruan dalam bahasa jepang yang kurang gue mengerti.

Satu menit kemudian, Hikari dengan rambut yang dikuncir dua muncul di layar laptop yang tengah gue tatap, disusul kak Hana yang sedang menggendong Yuki--si bayi laki-laki gembul yang pengen gue cubit--.

"Hallo keponakan Tatha!" Seru gue antusias menatap dua ponakan yang menggemaskan itu.

Hikari tersenyum sembari melambaikan tangannya, sedangan Yuki hanya mengoceh tak jelas. Tentu saja Yuki mengoceh, usianya baru sembilan bulan, sedangkan Hikari sudah berusia 4 tahun.

"Kapan main ke Jakarta?" Tanya gue dan reaksi kak Hana hanya tertawa sedangkan Hikari membalas pertanyaan gue dengan bahasa Jepang, tentu aja gue gak paham. Hikari bisa mengerti jika orang-orang berbicara bahasa Indonesia, tetapi dia tidak bisa membalas ucapan dengan bahasa Indonesia.

"Tunggu sampai tabungannya cukup ya Thami. Kata Hikari semoga bisa secepatnya."

Gue pun hanya bisa mengamini ucapan kak Hana. Semoga secepatnya bisa  bertemu mereka, terutama Yuki, karena dari dia lahir sampai sekarang, belum pernah ketemu sekalipun.

Bersambung

(Selesai ditulis tanggal 28 Juni 2021, pukul 22.34 wib).

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status